Mekanisme Penyerahan Dokumen dan Aset KPKPN ke KPK Belum Jelas
Utama

Mekanisme Penyerahan Dokumen dan Aset KPKPN ke KPK Belum Jelas

Bubarnya KPKPN membawa serangkaian implikasi hukum. Misalnya, apakah mobil dinas para anggotanya ikut dikembalikan ke negara? Bagaimana pula nasib seratusan pegawai, apakah otomatis dialihkaryakan ke Komisi Pemberantasan Korupsi? Mahkamah Konstitusi meminta KPK membuat aturan yang jelas.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Mekanisme Penyerahan Dokumen dan Aset KPKPN ke KPK Belum Jelas
Hukumonline

Menurut Yusuf Sjakir, Ketua KPKPN, hingga hari pembacaan putusan MK, komisi yang dipimpinnya sudah mendata sekitar 35.500 laporan kekayaan penyelenggara negara. Dari jumlah itu, 34.006 daftar kekayaan sudah dimasukkan ke Berita Negara. Itu belum termasuk data kekayaan dan keluarga penyelenggara negara yang tidak termasuk bagian yang diumumkan ke dalam Berita Negara.

Menurut Yusuf, setelah putusan MK yang menolak judicial review terhadap Undang-Undang No. 30/2002, maka tanggung jawab atas tindak lanjut database kekayaan penyelenggara negara dan dokumen-dokumen hasil kerja KPKPN, menjadi tanggung jawab KPK. Juga, belum jelas bagaimana mekanisme penyerahan dokumen-dokumen penting itu dilakukan. Dalam pandangan Yusuf Sjakir, mestinya seluruh staf KPKPN pindah ke KPK.

Menurut Undang-Undang No. 31/1999 KPKPN menjadi bagian dari KPK. Artinya, seluruh pegawai menjadi pegawai KPK nantinya, simpul Yusuf.

Diatur KPK

Benarkah? Tunggu dulu. Anggota KPK Syahrudin Rasul juga mengatakan bahwa pihaknya masih harus mengadakan rapat untuk membicarakan teknis peleburan KPKPN ke KPK, termasuk pelimpahan pegawai dan hasil kerjanya. Tetapi, ia buru-buru menambahkan bahwa pegawai yang ada di KPK sekarang pun baru sebatas ‘tenaga bantuan sementara'.

Apalagi, tambah Syahrudin, KPK belum pernah membicarakan sama sekali persiapan pelimpahan aset-aset KPKPN jika seandainya komisi itu benar-benar dibubarkan.

Batas waktu pelimpahan database dan pegawai KPKPN memang tidak jelas. Berdasarkan Keputusan Presiden, para anggota KPKPN menjabat hingga 2005. Apakah dengan demkian batas waktu transisi adalah sampai dengan 2005 dan sementara Komisi ini secara yuridis sudah bubar?

Pasal 69 ayat (2) Undang-Undang No. 30/2002 tentang KPK bisa menjadi jalan keluar. Pasal ini menyatakan bahwa KPKPN tetap menjalankan fungsi, tugas dan kewenangan sampai KPK menjalankan tugas dan wewenang berdasarkan undang-undang.

Masalahnya, di mata Yusuf Sjakir, KPKPN belum menjalankan tugas dan wewenang secara penuh. Artinya, KPKPN masih tetap jalan. Menurut MK, Pasal 69 UU No.30/2002 itulah yang bisa menjaga kesinambungan tugas kedua lembaga dalam masa transisi.

Oleh karena itu, MK meminta KPK untuk mengeluarkan keputusan yang mengatur lebih lanjut fungsi-fungsi KPKPN ke dalam struktur KPK dan menentukan tenggat waktu serta jadwal penyerahan hasil kerja KPKPN ke KPK.

Tetapi, Yusuf Sjakir mempertanyakan kekuatan mengikat keputusan yang akan dikeluarkan KPK. Masalahnya, sejauh mana nanti KPK membuat peraturan yang bisa mengikat pihak luar dalam hal pemeriksaan dan pendaftaran kekayaan pejabat negara. Kalau peraturan yang sekarang kan ada Undang-Undang, Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presidennya. Itu semua mengikat publik. Lantas, kalau sebatas Keputusan Komisi (KPK), sejauh mana mengikatnya? tandasnya.

Ketukan palu Mahkamah Konstitusi Selasa (30/03) kemarin seolah menjadi pemutus nasib Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN). Lembaga ini mau tidak mau harus bubar, dalam usianya yang belum mencapai lima tahun. Keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah final, sehingga tak ada alternatif lain bagi KPKPN kecuali bubar. Apapun bunyi putusan itu, harus kami hormati, kata Amir Syamsuddin, kuasa hukum KPKPN, kepada hukumonline.

Tetapi, bagaimana dengan aset-aset yang selama ini dimiliki KPKPN seperti mobil dinas, perlengkapan gedung, dan seratusan pegawainya? Jangan pula dilupakan hasil kerja Komisi itu selama empat tahun berkiprah. Sebut misalnya puluhan ribu database kekayaan penyelenggara Negara.

Halaman Selanjutnya:
Tags: