Suhardi Somomoeljono: Kami Sudah Mundur dari KKAI
Utama

Suhardi Somomoeljono: Kami Sudah Mundur dari KKAI

Dari delapan organisasi advokat yang bergabung di Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI), cuma Himpunan Advokat/Pengacara Indonesia (HAPI) yang menolak Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA). Padahal, jika dibanding organisasi-organisasi yang lain HAPI termasuk yang anggotanya paling sedikit dan relatif muda usia.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Suhardi Somomoeljono: Kami Sudah Mundur dari KKAI
Hukumonline

Sekretaris Jenderal DPP HAPI Suhardi Somomoeljono mengakui bahwa selama ini HAPI memang diremehkan oleh senior-senior mereka dari organisasi-organisasi yang jauh lebih banyak anggotanya. Meski ia mengakui bahwa HAPI ibarat Parpol gurem, namun bukan berarti suaranya bisa diabaikan begitu saja. Saran HAPI agar KKAI lebih mengutamakan pembentukan Organisasi Advokat yang diamanatkan UU Advokat juga dianggap angin lalu. Sebaliknya, KKAI justru mengedepankan pembuatan KTPA yang dianggap HAPI hanyalah hal teknis yang tidak mendesak.

Pria lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini mengatakan bahwa HAPI bukan tidak menyetujui KTPA, namun mereka menolak jika KKAI meminta Mahkamah Agung agar hanya mengakui KTPA sebagai satu-satunya kartu advokat yang sah dipakai di pengadilan.

Simak perbincangan hukumonline dengan Suhardi melalui telepon (3/04) mengenai sikap HAPI terhadap KKAI, KTPA dan pandangannya soal Organisasi Advokat.

Apa keberatan utama terhadap KKAI sehingga HAPI sampai menyatakan KKAI melakukan pembodohan terhadap para advokat?

Jadi pertama begini, ini mendasari pada kesepakatan DPP HAPI yang sudah diputuskan di dalam Rakernas. Dalam Rakernas itu, menyikapi tentang UU Advokat, dengan jelas telah ditegaskan bahwa prioritas utama yang harus dilakukan oleh delapan organisasi itukan membentuk wadah tunggal advokat. Apakah wadah tunggal itu bentuknya single bar atau yang lain itu terserahlah. Nah, maksud kita kelahiran KKAI jilid dua itu, saya anggap jilid dua karena jilid pertama sudah selesai, yaitu bagaimana kita menggolkan UU Advokat, kemudian bagaimana kita melaksanakan ujian advokat nasional yang dulu dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) sekarang kita ambil alih. Nah, jilid dua itu sebenarnya kehadiran KKAI itu yang kita yakini itu benar-benar stressing point yang utama itu akan mengejar organisasi tunggalnya. Tetapi, ternyata ini waktu sudah kita hitung tinggal setahun lagi karena inikan sudah ulang tahun ke satu UU Advokat. Ini satu tahun kok belum ada gerakan apa-apa. Kok malah yang dilakukan hal-hal teknis. Teknis itu misalnya kartu advokat, itu sebenarnya hal-hal teknis. Karena kartu advokat itu menyangkut satu rutinitas di mana sebenarnya DPP kedelapan organisasi itu secara bersama-sama itu bisa mengeluarkan kalau hanya kartu advokat. Toh, dasarnya kan SKPT atau SK Menkeh.

Maksud saya, kalau KKAI sudah terlalu jauh disibukkan dengan hal-hal teknis apalagi menyangkut verifikasi. Kemudian dalam verifikasi itu, ternyata setelah diverifikasi, misalnya dari HAPI ada sekitar 130 lebih yang dikembalikan dengan alasan  diantaranya ijazah bermasalah atau SKPT bermasalah. Ketika kami konfirmasi anak-anak di daerah, itu menimbulkan pertanyaan besar, lho masalah apa? Padahal, itukan hanya masalah teknis. Mungkin hanya belum dilegalisasi karena jauhnya radius. Nah hal-hal seperti ini yang akhirnya kita itu dibenturkan oleh hal-hal teknis.

Maksud kita bukannya kami tidak menyetujui keluarnya KTPA, kami setuju. Tetapi, yang kita maksud jangan kemudian KKAI mendesak MA mengeluarkan surat edaran kemudian dalam surat edaran itu tentunya arahnya akan mengesahkan KTPA KKAI itu. Nah, nasib kami bagaimana? Kita kan mengeluarkan juga kartu advokat HAPI sementara, hanya sementara. Maksud kami, itu supaya kami bisa komunikasi dengan anak-anak kita. Kalau ada kesempatan yang bagus kita ingin cek dan ricek toh kami tidak keberatan diverifikasi KKAI, silahkan. Jadi, sebenarnya itu yang kami khawatirkan.

Berapa banyak kartu yang dikeluarkan DPP HAPI?

Itu kami mengeluarkan sebenarnya kan sama dengan yang diverifikasi KKAI. Kira-kira belum sampai seribu. Yang kita kasih ke KKAI mungkin kurang lebih 750an.

Itu sesuai dengan jumlah anggota HAPI?

Betul. Itu belum termasuk yang kedua, kan yang daftar banyak juga ya, tapi belum kita serahkan ke KKAI yang kedua ini.

Menurut KKAI, dari hasil verifikasi anggota hanya 400. Jadi, ada kejanggalan dengan jumlah kartu yang dikeluarkan HAPI yang hampir seribu?

Saya ralat lagi ya, yang masuk ke HAPI kan banyak sekali yang belum kita masukan ke KKAI. Maksudnya, yang secara resmi karena banyak sekali. Misalnya, orang yang tidak punya SK kan banyak di HAPI itu. Pokrol-pokrol dulu itu lho kan banyak yang tidak punya sarjana hukum tapi mereka pengacara. Lha, ini semua juga banyak sekali yang belum kita berikan ke KKAI. Tapi, yang definitif yang benar-benar HAPI keluarkan kartu advokat yang hitam itu ya yang benar-benar telah diverifikasi oleh KKAI. Yang saya maksud tadi itukan masih di intern DPP kami belum berani mengeluarkan kalau belum ada verifikasi dari KKAI. Ini sudah ada sekitar seribuan kurang lebih. Tapi kan belum kita serahkan ke yang bersangkutan karena mesti harus up date terus. Misalnya yang di Irian atau di Ambon, kemarin KKAI setelah diklarifikasi misalnya SKPT-nya bermasalah. Padahal, memang waktu itu banyak yang kebakaran karena perang itu. Kemudian anak-anak karena panik waktunya mepet sudahlah minta pengadilan negeri saja disahkan. Padahal, yang harusnya melegalisasi kan pengadilan tinggi. Nah, hal-hal begitu memang agak menimbulkan sedikit kepanikan di anak-anak.

Berarti kartu yang dikeluarkan HAPI yang hampir seribu itu belum dibagikan?

Belum, yang sudah kita bagikan itu sudah kita masukkan ke website HAPI sendiri dan terbuka untuk umum. Kita bisa lihat di www.hapionline.com ada itu. Itu sudah kita akses ke masyarakat. Kalau yang sesuai dengan KKAI kira-kira sekitar 400 sudah masuk semua itu karena persyaratan administrasinya sudah lengkap. Yang saya maksud masih ditahan di DPP yang kurang lebih seribu ini karena surat-suratnya belum dilangkapi. Kami takut kalau nanti dibawa ke KKAI nanti dikembalikan lagi. Bisa repot lagi nanti.

Berarti selama ini HAPI menerima anggota yang tidak punya SK baik itu SKPT maupun  SK Menkeh?

Bukan tidak punya SK, tapi bukan sarjana hukum. Tolong diralat. Jadi, itu pengacara praktek yang bukan sarjana hukum yang terkenal dulu disebut pokrol bambu itu. Itukan pengacara dan punya SK dari pengadilan tinggi.

Mereka itu anggota HAPI juga?

Ya, anggota HAPI. Mereka ada di Sumatera, Kalimantan, yang di Jawa juga ada. itu sisa-sisa zaman dulu.

Berapa biaya untuk mendapatkan kartu HAPI?

DPP HAPI memungutnya sama dengan KKAI itu. Jadi, HAPI kan narik Rp 500 ribu, yang Rp 250 ribu kita setor ke KKAI, kemudian yang sisanya kita gunakan untuk menerbitkan itu.

Kartu advokat HAPI itu sudah kita rapatkan di KKAI, memang tidak tertulis waktu itu, tapi kita rapatkan. Jadi, kita sudah izin sama KKAI bahwa HAPI tetap akan keluarkan sendiri kartu ini. Rapat KKAI lengkap waktu itu. Nah, kemudian di sisi lain kami tetap akan melakukan verifikasi oleh KKAI kartu kita itu. Jadi, HAPI itu selain punya kartu advokat sendiri juga punya kartu tanda pengenal dari KKAI. Maksud kita dulu begitu. Toh, ini hanya sementara. Apa sih, cuma setahun atau dua tahun saja masak tidak ada satu keputusan. Masak kalau HAPI mengeluarkan kartu begitu saja mau kiamat. Kita kan bilang begitu waktu itu. Dan di forum juga disepakati, silahkan tidak apa-apa, kan begitu.

Waktu itu diperbolehkan KKAI?

Waktu itu ya.

Kenapa baru sekarang HAPI memprotes kewenangan KKAI?

Karena, menurut Ketua Umum Pak Arifien, dengan launching itu KKAI akan minta kewenangan kepada MA supaya yang bisa digunakan sidang hanya kartu KKAI itu. Jadi, kamikan khawatir bagaimana anggota kita yang sudah sidang pakai itu (kartu HAPI). Itu latar belakangnya.

Bukankah sudah ada surat Ketua MA tanggal 25 Juni 2003 yang antara lain mengatakan SKPT akan diganti dengan kartu yang dikeluarkan oleh KKAI?

Lho, MA dasar hukumnya apa mengeluarkan itu? Sesuai dengan pasal berapa di UU Advokat? Makanya itu, karena kan tugas dan kewenangan semua ada di organisasi. Delapan organisasi dikasih waktu dua tahun untuk sementara ini. Maksud kita di situ. Kalau banyak mengeluarkan regulasi nanti diprotes banyak orang bagaimana gitu lho.

Jadi, surat Ketua MA ini tidak berarti apa-apa buat HAPI?

Menurut kita, itu bertentangan dengan UU Advokat karena sebenarnya tugas dan kewenangan ini cukup di organisasi. Lalu, kemandirian kita bagaimana kalau MA masih ikut campur begitu. Dan kita minta UU Advokat ini supaya ada kemandirian dan independensi. Kalau apa-apa minta izin MA, terus bagaimana? Sementara MA sendiri sudah satu atap sudah tidak di Menteri Kehakiman lagi. Kemudian, kalau advokat juga apa-apa kewenangan regulasi masih minta MA itu bagaimana nanti. Kan jadi tumpang tindih.

Kalau seandainya MA nanti memutuskan kartu advokat HAPI tidak berlaku untuk sidang ya terserah MA. Kami kan berhak juga untuk berijtihad untuk menterjemahkan maksud pembuat undang-undang yang seperti itu. Bahkan, kalau perlu kami akan judicial review minta kepada Mahkamah Konstitusi bagaimana menjelaskan ini nanti.

HAPI menganggap KKAI tidak berwenang mengeluarkan kartu advokat karena bukan badan hukum. Lalu, menurut anda bagaimana keabsahan KTPA KKAI?

KTPA itu hanya kartu tanda pengenal, inilah advokat. Kan yang kita pahami seperti itu, kartu tanda pengenal berarti istilahnya semuanya itu sudah diverifikasi oleh KKAI. Tapi, untuk kartu advokat pasti menyangkut identitas lengkap, kalau di kartu tanda pengenal kan tidak. Kan tidak ada alamat identitas seseorang di situ. Itulah yang namanya tanda pengenal, oh ini advokat. Tapi, secara materiil kalau kartu advokat itu menyangkut identitas yang dikeluarkan organisasi. Sementara itu kita dulu. Karena kita mengakui KKAI, makanya bolehlah dia melakukan verifikasi dalam rangka kebersamaan. Bisa saling mengontrol, maksud kita begitu. Inilah punya kita (HAPI), tolong KKAI dikontrol. Semacam diwaarmerken gitu lho. Dan dulu pak Fred (Fred BG Tumbuan) juga setuju bahwa KTPA hanya semacam waarmerken. Artinya, ditandai oleh KKAI bahwa ini sudah dicatat oleh KKAI, betul-betul sudah resmi gitu lho.

Jadi, sebenarnya lebih ideal sekali sekarang anggota HAPI selain punya kartu hitam itu, kartu tanda pengenal KKAI dimasukkan di dalam jadi satu kesatuan. Itu sebenarnya yang kita konsep. Kalau anda buka website HAPI di situ ada Surat Edaran Nomor 59, di situ kan sudah jelas nama, alamat, anak itu praktek di pengadilan tinggi mana. Kan jelas di situ karena memang ada dasar SKPTnya.

Ada anggapan justru memecah belah advokat?

Tidak, justru HAPI ingin mengingatkan senior-senior kita. Kami walaupun bagaimana menghormati, apalagi Ikadin sudah yang paling tua, kami itu anggaplah organisasi yang muda. Nah, dalam hal ini kami ingin mengingatkan karena berkali-kali ngomong juga tidak diperhatiin bahwa yang utama itu segera buat organisasinya cepat. Apakah mau ditunggalkan atau tidak itu terserah. Sebab ini hanya dua tahun diperintah oleh pembuat undang-undang. Sebab kami khawatir kalau dalam dua tahun itu tidak terwujud berartikan diambil alih oleh pemerintah untuk kepentingan umum. Jangan sampai mengganggu ketertiban umum dalam persidangan kan pemerintah boleh mengambil alih. Apalagi kita dipacu membuat kode etik bersama, belum lagi nanti mengadili anak-anak yang melanggar kode etik, kapan kita membentuk organisasi itu? Padahal, organisasi advokat itu semacam departemen. Kalau hakim punya Departemen Kehakiman, inilah Departemen Keadvokatan kita. Seperti di Jepang itukan punya gedung tinggi sekali bagusnya bukan main, kami kan memimpikan itu. Tapi, senior-senior kita tidak membimbing ke sana. Malah kami dibuat sibuk dengan kartu advokat dengan iuran 500 ribu banyak yang tidak mampu minta dispensasi macam-macam. Jadi, kita memang agak gak ngerti cara berpikirnya itu. Dan kami juga tidak sembarangan punya sikap seperti itu. Kami juga konsultasi dengan senior-senior juga. Kartu advokat HAPI keluar juga sudah konsultasi intensif dengan pak Sudjono (Ikadin,red) , kami juga intensif dengan Mas Teguh Samudera (Ikadin, red). Walau itu secara informal, tapi artinya tindakan kami bisa dibenarkan.

Apakah pernah ada niat dari DPP HAPI untuk keluar dari KKAI?

Lha, kalau itu sebenarnya pada saat rapat itu kami sudah menyatakan mundur. Yang terakhir pada saat kita mengeluarkan kartu advokat yang hitam itu. Ya sudah kalau memang KKAI tidak mengizinkan, kami sudah terlanjur mencetak dan sudah perintah Rakernas. Kalau hanya gini tidak boleh, ya sudah kami mundur saja. Kami sudah bilang begitu waktu di dalam rapat KKAI itu. Malah Ketua Umum HAPI sendiri yang menyatakan itu. Habis gimana, kita yang kecil tidak diakses gitu lho. Kita itu istilah partai kan gurem. Anggaplah kita itu PKB atau PAN yang kecil, yang besar-besar itukan Golkar, PDIP gitu lho. Kami tidak digubris omongan kita itu. Ya sudah, kita bersikap seperti itu saja nanti bagaimana pendapat masyarakat. Toh, kita punya Mahkamah Konstitusi yang lebih tinggi. Kalau memang kami keliru nanti ya MK yang akan menegakkan hak konstitusi masing-masing.

Nah, ini kami juga punya usul soal konsep Organisasi Advokat tidak pernah diakses oleh KKAI sehingga kami itu kayak, ah mungkin HAPI itu dianggap kecil gitu ya. Maksud saya, kita itu jangan saling meremehkan. Meskipun kami itu partai gurem istilahnya, juga harus didengar. Toh, kita kan bukan Parpol kita kan profesional yang mengedepankan intelektual bukan kekuatan massa gitu.

Terus terang, kami menginginkan adanya federasi supaya kedelapan organisasi advokat plus yang lain ini harus diberi akses masuk. Dengan catatan, federasi itu membuat AD/ART, membuat UUD yang menentukan siapa yang bisa masuk ke dalam federasi itu. Misalnya, harus memenuhi syarat harus punya anggota sekian, harus punya organisasi di daerah dan di pusat, harus ber-SK advokat dan lain sebagainya. Jadi, maksud HAPI supaya ada undang-undang federasinya, harus ada AD/ART federasi yang mengatur ini. Sebab kalau tidak ada yang mengatur itu nantikan organisasi advokat yang pepesan kosong bisa masuk kan bahaya juga.

Sebenarnya, HAPI itu tidak sepakat kalau KKAI itu kemudian ada koordinator dan sekretaris. Harusnya itu kalau memang betul-betul murni joint committee, maka itu semua harus ketua umum bersama Sekjen kedelapan (organisasi, red) itu. Kemudian, dibuat pimpinan kolektif, itu malah bisa sebenarnya. Tapi, minimal PO-nya (Project Officer, red) kan harus ada, walaupun sederhana. Inikan sama sekali belum ada.

Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan di KKAI selama ini?

Misalnya, tentang penarikan 500 ribu tapi prakteknya setelah HAPI turun ke lapangan banyak sekali yang  tidak mampu ternyata. Itu belum sempat kita sosialisasi ke bawah mendekati teman-teman yang ada di LBH-LBH yang banyak sekali melakukan social worker. Ini belum sempat kita sosialisasi tahu-tahu diputus gitu aja. Jadi, terlalu cepat memang. Sehingga, memang kami sendiri keteteran.

Apakah Koalisi Advokat Publik dan HAM (KAPHAM) yang juga memprotes KKAI ada di belakang HAPI?

Tidak ada kerjasama secara kelembagaan. Tetapi, secara fungsional teman-teman itu semua hampir setiap hari juga ketemu di pengadilan. Kita juga diskusi bicara in person. Ide kami hampir sama, itu sebenarnya hanya kebetulan saja. Kemudian, mungkin terjadi semacam solidaritas. Kemudian, teman-teman PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia) sama kita semua adalah teman-teman akrab. Belum lagi APHI, LBH kemudian KAPHAM. Banyak organisasi advokat yang belum masuk di UU Advokat. Kemudian, Serikat Pengacara Rakyat juga. Anak-anak itu riil artinya memang DPP mereka aktif sekali, tapi tidak pernah diakses KKAI. Padahal, anak-anak itukan hanya perlu diperhatiin sebenarnya. Anak-anak itu juga punya SK.

Ada instruksi khusus pasca peluncuran KTPA KKAI kepada anggota HAPI?

Betul, kami mengeluarkan imbauan ke anggota kita bahwa tetap kalau sidang menggunakan kartu advokat HAPI plus KTPA KKAI. Karena dengan KTPA itu berarti saudara telah diverifikasi oleh KKAI. Ini dasarnya adalah keterbukaan supaya kita tidak egoistis. Sebab kalau KKAI sudah memverifikasi HAPI jelas itu sudah benar. Sebab berkas-berkas anggota HAPI yang dikembalikan KKAI semua kita intensifkan agar segera dipenuhi. Jadi, kami tetap mengakui KTPA itu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: