'Korban' Pengadilan Pajak Ajukan Judicial Review ke MK
Utama

'Korban' Pengadilan Pajak Ajukan Judicial Review ke MK

Akhirnya UU Pengadilan Pajak di-judicial review karena keberadaannya dinilai bertentangan dengan Pasal 24 ayat (2) UUD RI 1945. Kedudukan Pengadilan Pajak yang tidak termasuk dalam kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan di Negara RI juga dipersoalkan.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
'Korban' Pengadilan Pajak Ajukan <i>Judicial Review</i> ke MK
Hukumonline

Adapun pasal-pasal dan ayat dalam UU No.14/2002 yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945 adalah pasal 1 ayat (7), pasal 2, pasal 9 huruf (f), pasal 25 ayat (1), pasal 33 ayat (1), pasal 36 ayat (4), pasal 40, pasal 44 ayat (1) dan (2), pasal 77 ayat (1) dan (3), pasal 80 ayat (1) dan (2), serta pasal 8 ayat (1).

Permohonan judicial review atas UU No.14/2002 dipicu oleh penetapan pajak tambahan oleh Kepala Kantor Pajak Jakarta Mampang Prapatan kepada PT AWP sebesar Rp877 juta. Vega menolak untuk membayar, karena nilai yang dikeluarkan Kantor Pajak, dihitung dari dana yang diberikan pemegang saham PT AWP sebesar Rp2,5 miliar agar perusahaan tetap hidup dan para pegawainya tetap bekerja.

Negosiasi antara pihak PT AWP dengan Kantor Pajak berujung pada kegagalan, hingga akhirnya datanglah surat paksa untuk membayar pajak terhutang. Kemudian, Manager Keuangan PT AWP mengajukan banding ke Pengadilan Pajak yang berlokasi di Gedung Keuangan kompleks Departemen Keuangan di Lapangan Banteng.

Malah dicekal

Namun, saat di Pengadilan Pajak pihak PT AWP lebih dikejutkan lagi dengan persyaratan pengajuan banding yang mengharuskan pihak pemohon membayar 50 persen dari jumlah pajak terhutang. Buat PT AWP, berarti mereka harus menyetor Rp438,5 juta terlebih dulu supaya permohonan bandingnya bisa diperiksa.

Karena tidak bisa membayar utang pajak Rp438,5 juta tersebut, akhirnya Pengadilan Pajak menyatakan permohonan banding PT AWP tidak diterima. Tidak puas dengan putusan itu, sesuai hukum acara yang diatur dalam UU No.14/2002, PT AWP kemudian mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Saat permohonan PK di MA masih berjalan, tiba-tiba keluar Surat Pencegahan Bepergian ke Luar Negeri terhadap Vega selaku Direktur PT AWP. Vega merasa pencekalan atas dirinya itu tidak masuk akal karena belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan ia bersalah. Tak puas dengan proses yang berjalan, akhirnya pengacara Vega melayangkan permohonan judicial review atas UU No.14/2002 ke MK pada 9 Maret 2004.

Modus operandi

Dalam permohonannya, Denny menyatakan bahwa Kepala Kantor Pajak Mampang telah merekayasa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) karena tidak didukung dengan data-data yang otentik. Ia juga menganggap SKPKB tersebut dikeluarkan sebagai modus operandi untuk menggiring PT AWP mengajukan banding ke Pengadilan Pajak dan membayar 50 persen utang pajak perusahaan.

Denny juga menegaskan bahwa secara logika hukum, pemohon atau wajib pajak mustahil mendapatkan keadilan di Pengadilan Pajak karena persidangannya bertempat di Gedung Keuangan (eksekutif) dan hakim-hakimnya digaji/tunjangan oleh eksekutif (Menteri Keuangan) berarti cenderung tidak independen. Hal demikian, bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1).

Selain itu, Denny menilai Pengadilan Pajak yang merupakan Badan Peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi wajib pajak atau penanggung pajak yang mencari keadilan terhadap sengketa pajak, sesuai bunyi pasal 2 UU No.14/2002, bertentangan dengan Pasal 24 ayat (2) UUD 1945.

Dalam pasal 24 ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa "Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Denny menganggap, Pengadilan Pajak tidak termasuk dalam kekuasaan kehakiman di salah satu lingkungan peradilan di Negara RI.

Berdasarkan informasi yang hukumonline peroleh dari Mahkamah Konstitusi, belum ditentukan jadwal persidangan judicial review terhadap UU No.14/2002 ini. Mahkamah Konstitusi kabarnya sedang disibukkan dengan langkah-langkah mengantisipasi sengketa hasil Pemilu yang akan mereka tangani.

Adalah Ir. Cornelio Moningka Vega selaku Direktur PT Apota Wibawa Pratama (PT AWP) yang mengajukan permohonan hak uji terhadap UU No.14/2002 tentang Pengadilan Pajak ke Mahkamah Konstitusi (MK). Permohonan Vega, yang diwakili pengacaranya Denny Palilingan, terdaftar dengan register No.004/PUU-II/2004.

Dalam permohonan yang salinannya diperoleh hukumonline, Denny menilai bahwa UU No.14/2002 bertentangan dengan UUD RI 1945. Oleh karena itu, ia meminta agar MK menyatakan UU No.14/2002 tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat dan tidak berlaku umum. Demikian salah satu butir permohonan yang dibacakan pada pemeriksaan persidangan pada 1 April 2004.

Selain itu, ia juga menilai bahwa sejumlah pasal dan ayat dalam UU No.14/2002, terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia, bertentangan dengan pasal 1, 24, 27 dan 28A sampai dengan 28J UUD 1945.

Halaman Selanjutnya:
Tags: