Usulan Advokat Beracara di Mahkamah Konstitusi Masih Terus Digodok
Utama

Usulan Advokat Beracara di Mahkamah Konstitusi Masih Terus Digodok

Undang-undang Mahkamah Konstitusi tidak menegaskan bahwa pemohon yang mengajukan judicial review harus diwakili advokat. Organisasi advokat tengah memperjuangkan agar ditentukan hanya advokat yang dapat beracara di Mahkamah Konstitusi.

Oleh:
CR-1
Bacaan 2 Menit
Usulan Advokat Beracara di Mahkamah Konstitusi Masih Terus Digodok
Hukumonline
Permintaan agar profesi advokat dikukuhkan dan dilindungi dalam undang-undang advokat memang telah menjadi kenyataan dengan adanya Undang-undang No.18/2003 tentang Advokat. Tapi, permintaan agar advokat dikukuhkan menjadi satu-satunya profesi yang dibenarkan memberi jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, masih belum terealisasi sepenuhnya.

Denny yang ikut langsung dalam pertemuan seputar MoU tersebut mengatakan, saat ini masih diusahakan agar segera dilakukan penandatangan MoU dengan pihak Mahkamah Konstitusi. Ini kan untuk meningkatkan wibawa pengadilan, cetus advokat dari kantor Lontoh Kailimang ini.

Ia menambahkan, kejadian ketika salah serang advokat beradu mulut dengan hakim konstitusi dalam sebuah proses persidangan di Mahkamah Konstitusi, seharusnya menjadi pelajaran pentingnya kode etik. Jika yang beracara tidak tunduk kepada kode etik, tindakannya akan bertendensi merendahkan wibawa pengadilan.

Belum sepakat

Natabaya sendiri ketika dikonfirmasi oleh hukumonline, membenarkan adanya pertemuan dengan organisasi advokat tersebut. Memang pihak kami sudah melakukan pertemuan, namun belum ada kesepakatan, ujarnya kepada hukumonline.

Menurut Natabaya, usul dari organisasi advokat memang baik. Apalagi hal tersebut ditujukan untuk meningkatkan profesionalisme (kuasa hukum) di hadapan Mahkamah Konstitusi. Namun, ia belum dapat memastikan apakah akan dicapai kesepakatan mengenai persoalan kuasa hukum ini.

Apalagi, Natabaya menyebut, dalam Undang-undang No.24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi kuasa beracara di sana dapat dilakukan oleh siapa saja. Kan bisa saja orang yang mengajukan judicial review lebih ahli daripada seorang advokat, tukasnya.

Buktinya, di Mahkamah Konstitusi  dan Pengadilan Pajak, tak perlu menjadi advokat untuk dapat beracara disana. Pengadilan pajak mensyaratkan seseorang harus memiliki keahlian di bidang perpajakan untuk dapat menjadi kuasa hukum disana. Sementara, di Mahkamah Konstitusi, siapapun bisa menjadi kuasa hukum.

Persoalan kuasa hukum di beberapa pengadilan yang tak perlu diwakili oleh advokat ini, mendapat perhatian khusus dari pihak-pihak organisasi advokat. Menurut Ketua Umum Asosiasi Advokat Indonesia (AAI), Denny Kailimang, badan-badan peradilan yang tertulis di UUD 1945, seyogianya harus mengikuti aturan dalam UU Advokat.

Mereka yang beracara ya seharusnya yang sesuai dengan UU Advokat, ujar Denny kepada hukumonline.  Untuk mengatasi masalah perlunya izin berpraktek, organisasi-organisasi advokat, menurut Denny, sudah membicarakan kepada Mahkamah Konstitusi maupun pengadilan pajak. Namun, sampai saat ini pembicaraan paling efektif adalah dengan Mahkamah Konstitusi.

Saat ini kita sedang sosialisasi ke Mahkamah Konstitusi dan akan membuat Memorandum of Understanding (MoU), ujar Denny. Ia mengungkapkan, sudah dua kali diadakan pertemuan dengan pihak Mahkamah Konstitusi untuk membicarakan masalah MoU tersebut.

Wibawa pengadilan

Kabarnya, dalam pertemuan dengan organisasi advokat ini, pihak Mahkamah Konstitusi diwakili oleh Prof. HAS Natabaya, satu dari sembilan hakim konstitusi. Menurut Denny pihak Mahkamah Konstitusi merespon positif pembicaraan mengenai MoU tersebut.

Halaman Selanjutnya:
Tags: