IDI Tolak Peradilan Profesi Kedokteran
Utama

IDI Tolak Peradilan Profesi Kedokteran

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyatakan menolak konsep peradilan profesi kedokteran dalam RUU tentang Praktek Kedokteran. IDI khawatir akan timbul stigmatisasi di tengah masyarakat jika dokter sampai diseret ke pengadilan.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
IDI Tolak Peradilan Profesi Kedokteran
Hukumonline

 

Menurut Broto, Majelis Kehormatan Disiplin yang diinginkan IDI adalah komite yang otonom dan independen di luar Konsil Kedokteran maupun peradilan umum. Majelis tersebut, lanjutnya, bertugas memeriksa dan memutus kasus pelanggaran disiplin dokter.

 

Selain itu, Majelis Kehormatan Disiplin juga bertugas menyusun pedoman dan tata cara penangagan kasus pelanggaran disiplin serta melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penerapan disiplin dokter.

 

Apakah dengan konsep Majelis Kehormatan Disiplin ini IDI hendak membuat korps dokter kebal hukum? "Tidak begitu. Kalau dia menyalahi hukum oke masukan peradilan yang berkaitan dengan hukum. Tapi, kalau dia kesalahannya adalah kesalahan masalah etik maka masuk ke majelis etik," kata Broto kepada pers.

 

Minta dituntaskan

Pada rapat yang dipimpin Ketua Komisi VII Iping Soemantri serta turut dihadiri oleh Menteri Kesehatan Ahmad Sujudi itu, IDI dan PDGI meminta agar RUU Praktek Kedokteran dapat diselesaikan oleh DPR periode sekarang. Mereka mengkhawatirkan jika pembahasan RUU Praktek Kedokteran tidak berhasil dituntaskan oleh DPR sekarang, maka penyelesaiannya akan menunggu 4 sampai 5 tahun lagi.

 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Reformasi Ahmad Sanoesi Tambunan mengatakan bahwa hal yang disampaikan oleh IDI dan PDGI mengenai Komite Kehormatan Disiplin pada dasarnya sama dengan yang diusulkan DPR. "Jangan sampai kecurigaan masyarakat bahwa profesi ini hanya membela (rekan) seprofesinya saja," ucapnya kepada hukumonline.

 

Soal cepat-lambatnya pembahasan RUU Praktek Kedokteran, Sanoesi mengatakan bahwa hal tersebut sangat bergantung pada pemerintah. Menurutnya, jika pemerintah tetap mempertahankan konsep komite disiplin di bawah Konsil kedokteran, maka ia sulit untuk menyelesaikan pembahasan RUU itu sesuai waktu yang diharapkan.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh IDI dan Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) saat memberikan masukan terhadap pembahasan RUU Praktek Kedokteran di Komisi VII DPR, pada Selasa (25/05).

 

Ketua Majelis Kehormatan Etik Kedokteran IDI Dr. Broto Wasisto menyatakan bahwa substansi RUU Praktek Kedokteran berkaitan dengan peradilan khusus kedokteran tidak sesuai dengan visi IDI. "Kami mengingini tidak menggunakan kata pengadilan, tapi menggunakan kata majelis kehormatan. Majelis yang sifatnya independen berada di luar pengadilan," jelasnya.

 

Sekadar tahu, peradilan khusus kedokteran yang diatur dalam RUU Praktek Kedokteran yang diajukan DPR berada di bawah lingkungan peradilan umum. Di luar itu, Broto mengatakan bahwa IDI menolak peradilan khusus kedokteran karena khawatir masalah tindakan pelanggaran disiplin oleh dokter akan dikriminalisasi.

 

"Kalau seorang dokter atau pegawai kesehatan masuk ke pengadilan itu bisa ada stigmatisasi, artinya bisa menimbulkan perasaan yang tidak baik pada orang itu. Jadi, seorang dokter itu sampai timbul masalah disiplin diselesaikan oleh majelis disiplin yang khusus bukan pada peradilan," tegas Broto.

 

Meski berpendapat demikian, IDI juga menyatakan tidak setuju dengan konsep komite disiplin yang dimuat dalam RUU Praktek Kedokteran yang diusulkan oleh pemerintah. Pasalnya, komite disiplin yang diusulkan RUU versi pemerintah berada di bawah koordinasi Konsil Kedokteran sehingga dikhawatirkan akan timbul conflict of interest.

Tags: