Anggota Dewan Nilai RUU SJSN Sudah Tercemar
Utama

Anggota Dewan Nilai RUU SJSN Sudah Tercemar

Wakil Ketua Komisi VII DPR Ahmad Sanusi Tambunan menyatakan bahwa substansi RUU tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang saat ini sedang dibahas oleh Komisi VII sudah tercemar oleh kepentingan pemerintah. Meski demikian, Komisi VII tetap akan membahas RUU SJSN semaksimal mungkin.

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Anggota Dewan Nilai RUU SJSN Sudah Tercemar
Hukumonline

 

Namun, dalam perjalanannya RUU Askesosnas harus mengalah dengan RUU SJSN hanya karena terhadap RUU yang disebut terakhir Presiden telah menunjuk wakil pemerintah untuk membahasnya bersama DPR. Di luar kedua RUU tersebut, di DPR juga masih tersimpan RUU tentang Perubahan UU No.3/1992 tentang Jamsostek, yang isinya senafas dengan RUU SJSN dan Askesosnas.

 

Minta ditunda

Perlu dicatat, Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar meminta pembahasan RUU SJSN ditunda dulu. Seperti dilansir dpr.go.id, Muhaimin memandang bahwa terlalu prematur untuk membahas RUU ini sebab masih banyak faktor yang harus dipertimbangkan terutama penggalian sumber daya bagi pelaksanaan sistem jaminan sosial nasional tersebut.

 

Hal itu dikatakan Muhaimin ketika menerima Delegasi Forum Komunikasi dan Konsultasi Bipartit Nasional (FKKBN) dipimpin Ketuanya Djimanto (21/05) di gedung DPR. FKKBN beranggotakan sekitar 80 serikat buruh termasuk dari Apindo dan SBSI menyampaikan pernyataan sikap menolak RUU SJSN.

 

Dalam kesempatan itu, FKKBN mendesak DPR dan pemerintah menghentikan pembahasannya. Pengesahan RUU SJSN menjadi UU berpotensi menimbulkan masalah, merugikan dan memberatkan pekerja/buruh dan pengusaha di masa mendatang, tegas Djimanto yang juga Sekjen DPN Apindo.

 

Sebaliknya, FKKBN mendesak DPR dan pemerintah untuk segera mengamandemen UU No.3/1992 agar lebih menjamin kesejahteraan buruh beserta keluarganya. Kami berharap UU Jamsostek diamandemen sehingga  iuran pekerja 2% bisa dikurangi. Bila UU SJSN diberlakukan iuran pekerja menjadi 50%, ini yang akan sangat memberatkan pekerja dan pengusaha, ujar Juanda dari SBSI

 

Meski demikian, Sanusi mengatakan bahwa Komisi VII akan tetap melakukan pembahasan RUU SJSN semaksimal mungkin. Namun, dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) yang akan diserahkan kepada pemerintah, ujarnya, fraksi-fraksi di DPR akan memberikan catatan bahwa undang-undang yang dipesankan Pasal 34 UUD 1945 itu hanyalah suatu sistem jaminan sosial, bukan hal yang lain.

"Sesudah kita berdialog dengan panitia yang membentuk sejak awal, ini sudah banyak yang tercemar. Draf yang sekarang itu di pengaruhi oleh, katakanlah, suara pemerintah. Saya dengar itu dari Setneg (Sekretariat Negara, red)," tegas Sanusi saat ditemui hukumonline di gedung DPR (25/05).

 

Sanusi juga mengatakan bahwa RUU SJSN yang diajukan oleh pemerintah itu mendapat tentangan keras dari kalangan buruh. Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar Komisi VII dengan kalangan serikat pekerja dan serikat buruh (24/05), jelasnya, terungkap adanya kekhawatiran bahwa pemerintah ingin memonopoli penyelenggaraan jaminan sosial.

 

"Jadi, ada kecurigaan dari masyarakat tenaga kerja maupun pengusaha atau juga dari asosiasi asuransi yang lain bahwa itu dana yang dipunyai oleh Jamsostek, Askes, Taspen, dan Asabri nanti dipool. Nah, itukan bukan uangnya negara," tutur politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tersebut.

 

Sanusi pribadi menyatakan dapat memahami kecemasan dari kalangan pekerja maupun pengelola asuransi. Pasalnya, ia juga tidak setuju jika RUU SJSN mengatur pula mengenai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang akan memonopoli penyelenggaraan jaminan sosial.

 

Padahal, kata Sanusi, Komisi VII menginginkan agar RUU SJSN hanya mengatur mengenai sistem jaminan sosial bukan dicampuradukan dengan badan penyelenggaranya. Pengaturan sistem jaminan sosial yang dinilai Sanusi jauh lebih fair adalah seperti yang tertuang dalam RUU tentang Asuransi Kesehatan Sosial Nasional (Askesosnas) yang digagas DPR.

Tags: