PETI Marak di Sawahlunto, Produksi Batu Bara Bukit Asam Terancam
Berita

PETI Marak di Sawahlunto, Produksi Batu Bara Bukit Asam Terancam

Produksi batu bara PT. Bukit Asam terancam oleh pertambangan tanpa izin (PETI) di sekitar daerah pertambangan. Total kerugian negara akibat maraknya PETI mencapai angka Rp28,7 miliar.

Oleh:
Tri
Bacaan 2 Menit
PETI Marak di Sawahlunto, Produksi Batu Bara Bukit Asam Terancam
Hukumonline
Hal ini dikemukakan Direktur PT. Bukit Asam Ismeth Hermaini dalam rapat kerja dengan komisi VIII DPR beberapa waktu lalu. "Total kerugian itu merupakan kehilangan royalti yang seharusnya didapat negara," papar Ismeth.

Ismeth mengungkapkan, PETI di wilayah pertambangan PT. Bukit Asam, berlangsung di 12 titik. Total daerah pertambangan di 12 titik itu mencapai 396 PETI, yang hampir semua merupakan pertambangan liar yang terorganisir, dan memiliki alat-alat berat.

"Bayangkan saja, untuk PETI yang memiliki satu alat berat excator dan satu buldoser, mereka mampu mengeruk batubara sebanyak 1000 ton perbulan. Itu belum termasuk PETI-PETI tradisional yang rata-rata mampu mengeruk batubara sebanyak 1 ton per orang," ucapnya.

Untuk mengatasi maraknya PETI di sekitar PT. Bukit Asam, menurut Ismeth, sebenarnya sudah dilakukan berbagai upaya penyelesaian. Bahkan, menurut Ismeth, pihaknya telah menggandeng kabupaten Sawahlunto/Sijunjung, melakukan berbagai langkah hukum.

Misalnya saja dengan mengeluarkan berbagai regulasi dari tingkat pusat sampai dengan keputusan bupati yang melarang berbagai tindakan yang dilakukan PETI. Regulasi yang telah dikeluarkan itu antara lain, Instruksi Presiden tertanggal 3 April 2000 berisi tentang koordinasi penanggulangan PETI, Surat Mentamben tertanggal 3 Mei 2000 yang berisi penanggulangan PETI di Sumatera Barat. Dan terakhir telah keluar surat keputusan Bupati Sawahlunto yang melarang pembelian batubara ilegal.

Aparat penegak hukum

Menanggapi berbagai keluhan yang keluar dari mulut Direktur PT. Bukit Asam, para anggota Komisi VIII menyatakan keanehannya. Didik Supriyanto, anggota Komisi VIII DPR, mempertanyakan mengapa meski PETI makin marak, namun tidak ditindaklanjuti dengan tindakan dari aparat desa maupun penegak hukum, seperti kepolisian.

"Tidak mungkin PETI, yang mempergunakan alat berat seperti excavator dan buldoser enak saja beroperasi tanpa ada orang yang tahu. Dimana pihak kepolisian?, apakah mereka tidak menindak para PETI-PETI tersebut," ujar Didik mempertanyakan.

Mengenai lambannya penanganan oleh aparat Kepolisian, Didik menegaskan bahwa Komisi VIII akan meminta pihak Kapolri melalui komisi II untuk menegur langsung aparat-aparatnya yang ada di Sawahlunto yang tidak berbuat apa-apa terhadap pertambangan ilegal.    

Selain itu, Didik dan beberapa anggota Komisi VIII yang lain juga menyatakan keprihatinan mengingat maraknya pertambangan PETI justru terjadi di daerah-daerah yang telah direklamasi. "Saya kira selain aparat kepolisian aparat desa juga tidak tegas menghadapi para PETI-PETI ini," papar politisi dari partai Demokrasi Perjuangan ini.  

Tags: