Penahanan Haryogi Maulani Akan Diperpanjang Dua Bulan
Berita

Penahanan Haryogi Maulani Akan Diperpanjang Dua Bulan

Jakarta, Hukumonline. Majelis hakim yang memimpin sidang kasus Haryogi Maulani menyatakan bahwa masa penahanan Haryogi diperperpanjang. Setelah mendekam dalam tahanan Sejak bulan April 2000, putra mantan Kabakin, Letjen Purn. ZA Maulani, kemungkinan akan mendekam 60 hari lagi.

Oleh:
Ari/Apr
Bacaan 2 Menit
Penahanan Haryogi Maulani Akan Diperpanjang Dua Bulan
Hukumonline
Sidang perkara lanjutan kasus Haryogi ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat pada 17 Juli 2000. Pada sidang kali ini majelis hakim diketuai oleh Sri Handoyo, SH dengan anggota Nurganti, SH dan Surtoni Mochdali, SH. Bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum, Maju Ambaritno, SH dan Andi Herman, SH. Pada persidangan kali ini, Haryogi tidak didampingi kuasa hukumnya, Henry Josodiningrat dan digantikan asistennya, Subiakto Saruddin.

Menurut Sri Handoyo, Pengadilan Negeri dapat mengajukan permohonan perpanjangan hukuman Haryogi ke Pengadilan Tinggi (PT). PN dapat mengajukan permohonan ke PT dan PT mempunyai wewenang untuk memperpanjang masa penahanan maksimal dua bulan.

Masa penahanan Haryogi diperpanjang karena masa penahanannya yang sekarang akan berakhir pada 22 Juli 2000. Jika merujuk ke Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), hitungan masa penahanan Haryogi sebagai berikut: 60 hari dalam proses penyidikan di kepolisian, 50 hari di dalam proses penuntutan di kejaksaan, dan 90 hari dalam proses pemeriksaan di pengadilan. Nah, Haryogi baru menjalani penahanan dalam proses di pengadilan selama 30 hari. Cuma karena pemeriksaan belum selesai, penahanannya diperpanjang lagi 60 hari seperti dikatakan oleh Ketua Majelis Hakim.

Haryogi mulai ditahan pada bulan April 2000. Berdasar KUHAP Pasal 24 Ayat 1 penahanan oleh penyidik hanya berlaku paling lama 20 hari (Ayat 1) dan jika belum selesai dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 40 hari (Ayat 2). Setelah waktu 60 hari, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan (Ayat 4).

Berdasarkan KUHAP Pasal 25, perintah penahanan oleh Penuntut Umum hanya berlaku paling lama 20 hari (Ayat 1) dan dapat diperpanjang oleh Ketua PN untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai paling lama 30 hari (Ayat 2). Setelah waktu 50 hari, Penuntut Umum harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan (Ayat 4).

Menurut KUHAP Pasal 26, untuk mengadili perkara guna kepentingan pemeriksaan, hakim yang mengadili perkara berwenang mengeluarkan surat perintah penahanan paling lama 30 hari (Ayat 1). Bila pemeriksaan belum selesai, Ketua Pengadilan Negeri bersangkutan dapat memperpanjangnya paling lama 60 hari (Ayat 2). Setelah 90 hari, walaupun perkara belum diputus, terdakwa harus sudah dikeluarkan dari tahanan demi hukum.

Saksi a de charge
Sidang lanjutan kasus Haryogi ini juga menghadirkan saksi a de Charge bagi Haryogi, yaitu Suhatmaja dari Kopassus. Dalam keterangannya, Suhatmaja menyatakan bahwa dia tidak mengetahui Undang-Undang yang mengatur bahwa senjata itu harus didaftarkan di Bakin. Belakangan, ia baru tahu jenis senjata itu harus terdaftar di Bakin dan harus ada suratnya.

Suhatmadja menyatakan, senjata itu tidak terdaftar di Bakin. Saya tidak bisa menggunakan senjata itu!" ketika Jaksa menanyakan, apakah ia bisa menggunakan jenis senjata yang dimaksud.

Pada persidangan ini, Ketua Majelis Hakim berkali-kali mengingatkan kuasa hukum terdakwa. Pasalnya, kuasa hukum terdakwa mengajukan pertanyaan kepada saksi, yang seolah-olah meminta pendapat dari saksi, bukan mengenai apa yang diketahuinya.

Menurut Ketua Majelis Hakim, sidang ini seharusnya menghadirkan saksi a de charge yang terakhir. Namun kuasa hukum terdakwa menginginkan satu kesempatan lagi satu orang saksi a de charge. Permintaan ini dikabulkan oleh majelis hakim yang rencananya akan diajukan pada sidang tanggal 19 Juli 2000 mendatang.

Usai sidang, Subiakto Saruddin menjelaskan bahwa pihaknya akan menghadirkan saksi ahli yang mengetahui tentang persenjataan. Kemungkinan dari TNI/AD. Tapi belum tahu siapa, katanya

Kuasa hukum Haryogi memang harus bekerja keras. Pasalnya, jika Haryogi tidak dapat membuktikan surat izin kepemilikan senjatanya, Bos Grup Balisani ini diancam dengan UU No. 12/Prp/1951 tentang darurat sipil, yang dalam Pasal 1-nya diancam dengan hukuman penjara seumur hidup.

Dari persidangan sebelumnya diketahui bahwa dua surat dari Bakin yang diberikan kapada Haryogi Maulani ternyata bukan untuk kepemilikan senjata, melainkan pengangkatan pejabat baru di Bakin. Pada persidangan pada 5 Juli 2000 juga diketahui surat kepemilikan senjata Haryogi diduga palsu.

Muhammad Nur, Kepala Subag Administrasi Bakin, menerangkan bahwa lazimnya surat perintah yang keluar pada akhir tahun (bulan November) itu biasanya nomornya sudah ribuan, sedangkan surat perintah untuk Haryogi pada November 1998 itu nomornya baru ratusan.

Pendapat M. Nur ini menguatkan keterangan Sutopo, Deputi IV Bakin, pada keterangan sebelumnya yang menyatakan S Print No. 170/IX/1998 tentang izin yang diberikan Bakin a/n Haryogi Maulani untuk jenis Baretta. Surat izin kepemilikan Baretta yang diberikan pada 26 November 1998 ini telah berakhir pada 31 Desember 2000. Namun Haryogi mengakui senjata yang dimilikinya AK-47 dan FN Kolwoser 32 dilengkapi dengan surat kepemilikan, masing-masing S Print No. 171/IX/1999 dan S Print No. 172/IX/1999.

Saksi a de charge yang diajukan kembali oleh kuasa hukum diharapkan dapat meringankan Haryogi Maulani. Jika ternyata kesaksiannya tidak menguatkan, bisa-bisa Haryogi mendekam lebih lama di hotel prodeo yang gelap dan pengap
Tags: