Banyak Putusan Ganjil, Pengawasan Hakim Perlu Diperjelas
Berita

Banyak Putusan Ganjil, Pengawasan Hakim Perlu Diperjelas

Jakarta, hukumonline Hakim-hakim nakal yang memutus perkara dengan seenaknya, kiranya memang perlu diberi pelajaran. Dari berbagai kasus yang digelar di pengadilan, betapa banyak keganjilan yang ada. Perlu pengawasan hakim yang lebih jelas?

Oleh:
Muk/Bam
Bacaan 2 Menit
Banyak Putusan Ganjil, Pengawasan Hakim Perlu Diperjelas
Hukumonline

Setidaknya melihat berbagai keganjilan dalam putusan hakim di pengadilan, ide pengawasan terhadap hakim perlu mendapat perhatian. Hakim agung Bagir Manan sependapat dengan ide itu. Guru besar Fakultas Hukum Universitas Pajajaran ini mengungkapkan persetujuannya itu di depan acara penyampaian visi dan misi para calon Ketua Mahkamah Agung (MA).

Bagir melihat banyak keluhan terhadap beberapa putusan MA yang tidak dapat ditinjau kembali, meskipun secara sosial ditemukan bukti-bukti kuat putusan tersebut dicapai dengan cara-cara yang tidak benar. Dalam kesempatan itu, Bagir menyatakan perlu dipikirkan sistem apa yang tepat untuk mengoreksi hal seperti itu.

Ketua PT ujung tombak

Mengenai ide pengawasan hakim itu, Kepala Sub Bagian Humas MA, Djudjuk A Rozzaq, menyatakan sejak hakim agung pengawas daerah "dihapuskan" , untuk sementara waktu fungsi pengawasan terhadap hakim peradilan di bawah MA dipegang oleh Pejabat Ketua MA, Th Ketut Suraputra yang bulan depan ini akan memasuki masa pensiun.

Namun lebih lanjut Djudjuk mengatakan, telah ada konsep di MA bahwa nantinya kewenangan pengawasan itu akan diberikan kepada para Ketua Muda MA. Masing-masing Ketua Muda MA itu, papar Djudjuk, akan membawahkan sampai lima wilayah hukum tingkat propinsi. Mereka itu adalah German Hoediarto, Suharto, Taufiq, MS Kartasasmita, Toton Suprapto, dan Paulus E. Lotulung.

"Hal ini mungkin akan dilakukan setelah Ketua MA yang baru telah dipilih," ujar Djudjuk. Jadi menurut Djudjuk,  nanti yang betul-betul menjadi ujung tombak  pengawasan hakim adalah Ketua Pengadilan Tinggi (PT) yang kemudian bertanggung jawab kepada Ketua Muda MA yang membawahi wilayah tersebut.

Semboyan belaka

Tampaknya memang reformasi hukum dan lembaga peradilan hanya semboyan belaka di beberapa kalangan penegak hukum, terutama hakim. Banyak putusan pengadilan pada berbagai kasus kelas kakap telah diputus secara timpang, tidak sebanding dengan perbuatan dan pelanggaran hukum yang dilakukan.

Lihat saja kasus Baligate dengan terdakwa Joko S Tjandra. Hakim yang memeriksa memutus lepas Joko dari tuntutan hukum. Contoh lain kasus penggelapan pajak senilai Rp37 miliar lebih. Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang dipimpin Sultan Mangun menjatuhkan pidana kepada terdakwa penggelapan pajak itu hanya dengan 3 bulan penjara. Terdakwa pun berhak mendapatkan kembali rumah yang telah disita sebelumnya.

Menghadapi berbagai putusan ganjil, majelis hakim itu tentu tidak cukup dengan mengurut dada. Betapa mencoloknya ketidakadilan di negeri ini. Tampaknya,  memang diperlukan suatu mekanisme pengawasan hakim yang lebih jelas.

Setidaknya, perlu dilakukan pendefinisian ulang mengenai konsep hakim yang independen dalam memutuskan perkara. Bagaimana terhadap usulan Ketua PT yang menjadi ujung tombak pengawasan terhadap para hakim? Tentunya perlu dilakukan kajian-kajian mendalam untuk menjawab itu semua.

 

Tags: