Muladi Akan Mundur Bila Tidak Jadi Ketua MA
Berita

Muladi Akan Mundur Bila Tidak Jadi Ketua MA

Jakarta, Hukumonline. Belum lagi menjadi hakim agung, Muladi ingin menjadi Ketua Mahkamah Agung (MA). Bahkan, mantan Menteri Kehakiman ini menyatakan akan mundur sebagai hakim agung jika tidak dapat menjadi Ketua MA.

Oleh:
Inay/APr
Bacaan 2 Menit
Muladi Akan Mundur Bila Tidak Jadi Ketua MA
Hukumonline
Muladi mengungkapkan hasratnya itu ketika mengikuti fit and proper test calon hakim agung pada 17 Juli 2000 pukul 14.00. Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini menjawab pertanyaan anggota Panja Pencalonan hakim Agung Komisi II DPR, Sayuti R. Wasin: Apabila dipilih menjadi hakim agung, apakah bersedia tidak menjadi Ketua MA?' Muladi menjawab: Akan saya pertimbangkan masalah itu.

Namun akhirnya Muladi menyatakan: Kalau tidak menjadi Ketua MA, lebih baik saya mengundurkan diri dari hakim agung. Kalau tidak menjadi Ketua, saya tidak bisa berbuat apa-apa. Inilah calon hakim agung pertama yang begitu percaya diri dan tidak malu-malu menyembunyikan hasratnya.

Pada fit and proper test itu, Muladi membantah pertanyaan bernada miring yang diajukan kepadanya. Berdasarkan surat yang masuk dari masyarakat, anggota Panja Mutammimul Ula menanyakan laporan yang menyebutkan ia melakukan
perselingkuhan. Padahal syarat menjadi hakim agung adalah tidak melakukan tindak tercela.

Muladi menjawab soal perselingkuhan dengan tegas. Itu tidak benar. Demi Allah, potongan seperti saya apa pantas berselingkuh. ujarnya. ketika ditanya wartawan setelah menjalani fit and proper test Muladi menambahkan: Saya sudah tidak berniat selingkuh. Kalau mau selingkuh kenapa tidak dari dulu. Itu fitnah,fitnah lebih kejam dari pelacuran.

Prof J.E Sahetapy, anggota Panja yang lain, ikut menimpali: soal pergi ke Milan membawa istri tentara. Muladi menjelaskan, bahwa saat itu ada seminar internasional dan dari Indonesia yang ikut banyak. Silakan cek ke mereka. Itu fitnah dan merupakan character assassination, cetus Muladi.

Soal keterlibatan dalam rezim Soeharto yang menggunakan hukum untuk kekuasaan, Muladi menyatakan ada tiga hal yang dilakukan oleh rezim otoriter: Pelanggaran HAM, korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), dan abuse of power. Saya tidak pernah melakukan hal-hal tersebut, kata Muladi.

Kepada Muladi, juga ditanyakan mengapa membacakan surat Rudy Ramli, mantan Dirut Bank Bali, saat menjabat Mensesneg . Siapa yang tidak percaya surat Ketua DPA (Baramuli, Red) yang dibawa ke sidang kabinet, kata Muladi. Pada kesempatan itu, Muladi juga menegaskan bila Presiden tidak menyetujui pencalonannya, ia akan mundur dari jabatan hakim agung.

Masyarakat akan melihat apakah seandainya Muladi terpilih menjadi hakim agung dan tidak menjadi Ketua MA, ia akan mundur dari jabatan hakim agung. Gedung DPR tentu akan menjadi saksi dari ucapan dan pernyataannya itu.

Tidak fokus
Pengacara Todung Mulya Lubis menyatakan bahwa secara umum fit and proprer test ini sangat mengecewakan karena ia tidak mendapat kesan bahwa pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh Panja menggali visi dari calon-calon hakim agung.Pada tanya jawab terhadap Muladi yang ditanyakan justru apakah ia tetap bersedia menjadi hakim agung jika yang menjadi ketua MA adalah Benyamin. "Menurut saya ini pertanyaan yang sangat menyesatkan".kata Todung. Seseorang yang telah menyatakan bersedia untuk jadi hakim agung dan mengikuti fit and proper test, komitmennya adalah untuk memperbaiki MA dan untuk menegakkan hukum.Yang bisa timbul dari jawaban Muladi adalah ia ingin megejar jabatan ketua MA, bukan melakukan pekerjaan-pekerjaan perbaikan MA. Seolah-olah jabatan lebih penting dari kerja menegakkan hukum dan keadilan, kata Todung yang ikut melihat proses fit and proper test.

Menurut Todung, etika pemilihan hakim agung dimanapun juga di dunia ini, tidak seperti ini. Etika pemilihan hakim agung adalah menjadi hakim agung, bukan ketua. MA.

Todung juga mempertanyakan, apakah anggota Panja sudah melakukan riset. Saya khawatir belum cukup riset, sehingga tidak fair membuat keputusan, katanya. Pada fit and proper test itu pertanyaan yang diajukan mestinya yang esensial, menyangkut missi, visi, dan integritas calon hakim agung.

Bahwa Panja sudah menampung laporan-laporan dari masyarakat, Todung menyarankan, kalau berbicara masalah transparansi lebih baik kalau laporan yang diterima diumumkan. Kalau di laporan ada hal-hal yang prinsipil, seharusnya pelapor diundang,

Dengan proses fit and proper test seperti itu, Todung melihat secara umum proses penyaringan calon hakim agung mengecewakan. Saya merasa kita tidak bisa menilai jawaban-jawaban yang diberikan secara sangat tidak siap dan tidak cukup waktu, kata Todung. Oleh karena itu ia mengusulkan fit and proper test diundur agar Panja lebih siap dalam mempersiapkan pertanyaan.
Tags: