Hakim Harus Kuasai Cyber Law
Berita

Hakim Harus Kuasai Cyber Law

Jakarta, hukumonline. Saling bertukar dan mengirim informasi dengan teknologi tinggi saat ini memang menjadi suatu kebutuhan. Seiring dengan itu, sengketa-sengketa hukum yang timbul beserta tuntutan terhadap penyelesaiannya ternyata semakin tinggi pula. Padahal, sistem hukum yang ada seringkali belum memadai.

Oleh:
Fat/Bam
Bacaan 2 Menit
Hakim Harus Kuasai <i>Cyber Law</i>
Hukumonline

Baru-baru ini diselenggarakan rapat dengar pendapat antara Dirjen Postel dengan Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang membahas Rancangan Undang-undang (RUU) tentang Teknologi Komunikasi. Rencananya, RUU tersebut akan mengatur permasalahan hak paten, royalti, pencemaran nama baik, privacy, serta pornografi. Dengan adanya RUU tersebut, bisa dibilang Indonesia telah berusaha menyediakan suatu materi hukum (legal substance) untuk bidang teknologi informasi.

Akan tetapi sebagaimana diketahui, untuk membangun sebuah sistem hukum, termasuk di dalam bidang hukum yang mengatur teknologi informasi, legal substance menjadi salah satu komponennya. Selain legal substance, masih didiperlukan lagi dua komponen lainnya, yaitu struktur hukum (legal structure), dan budaya hukum (legal culture).

Yang patut dipikirkan lebih lanjut adalah bagaimana komponen-komponen yang lain juga ikut mendukung sistem hukum yang diperlukan. Hingga saat ini, institusi kehakiman berserta segenap sumber dayanya masih berada di bawah lampu sorot kekecewaan masyarakat Indonesia. Sementara di sisi lain, demikian banyak dan cepat isu dan masalah hukum yang berkembang dalam berbagai bidang, termasuk bidang teknologi informasi.

Institusi kehakiman yang dibutuhkan untuk mendukung perkembangan-perkembangan baru teknologi informasi itu bukan saja harus "adil, jujur, bersih, berwibawa dan bertanggung jawab", tetapi harus juga kompeten dalam masalah hukum yang ditanganinya. Artinya, penguasaan hakim atas pengetahuan dan pengalaman dalam bidang teknologi informasi adalah tidak bisa tidak.

Kompetensi Hakim dan Kasus Microsoft

Persoalan mengenai kompetensi hakim dalam memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang menyangkut bidang teknologi informasi di Amerika Serikat (AS) pun tengah diributkan. Nytimes.com melaporkan, pihak yang paling cerewet dalam persoalan ini adalah Microsoft yang dikalahkan pada tingkat pengadilan wilayah federal di Washington.

Dalam kasus tersebut Microsoft mempertanyakan kompetensi dan kapabilitas hakim yang berwenang pada saat itu. Microsoft berpendapat, kasusnya sangat dipenuhi hal-hal yang bersifat teknis yang hanya dapat diketahui dan dipahami oleh kalangan tertentu.

Dalam suatu wawancara dengan The New York Times, Hakim Thomas Penfield Jackson yang memutus perkara Microsoft itu menyatakan, dirinya mendukung usulan Departemen Kehakiman dan Kejaksaan Agung AS untuk memecah Microsoft menjadi dua. "Karena saya sendiri tidak cukup berpendidikan untuk menyelesaikan hal itu sebaik mereka," ujar Jackson.

Halaman Selanjutnya:
Tags: