Officium Nobille atau Duite?
Resensi

Officium Nobille atau Duite?

UU Advokat dan RPP pemberian bantuan hukum cuma-cuma justru menempatkan peran organisasi advokat sebagai administratif belaka.

Oleh:
ISA
Bacaan 2 Menit
Officium Nobille atau Duite?
Hukumonline

Minggu ini saya beruntung sempat nonton serial the Practice. Seperti banyak episode lainnya, episode malam itu kental nuansa pertentangan etika advokat dalam satu firma. Satu plot menggambarkan seorang advokat yang ngotot membela kliennya secara cuma-cuma alias pro bono untuk menghindari hukuman mati karena membunuh dua orang gadis cilik.

Argumen advokat ini, terlepas dari pengakuannya di dalam sidang bahwa ia idealis, moralis penentang hukuman mati, adalah si klien saat dijatuhi hukuman mati tidak dibela selayaknya (inadequate representation). Padahal, si terpidana jelas-jelas menderita kelainan jiwa dan setelah diobati menjadi ‘narapidana terbaik'.

Kontrasnya, di plot lainnya menggambarkan sang partner di firma yang sama bergulat dengan kesulitan keuangan firma itu. Ia mendesak (kalau bukan memaksa) kliennya sebagai penggugat melawan industri alkohol untuk menerima tawaran perdamaian jutaan dolar dari lawannya itu.

Alasannya, jumlah yang ditawarkan cukup besar dan firma itu mewakili si klien dengan janji success fee. Artinya, sang partner berharap walau tidak dibayar jam-jam-an alias tidak dapat uang di muka, ada iktikad baik klien untuk terima tawaran perdamaian yang wajar. Pasalnya, jika tidak, mereka harus teruskan perkara, entah akan dapat uang atau tidak. Alhasil kantong makin kempes.

Tak usah saya teruskan cerita ini karena cuma ilustrasi dan tulisan ini juga bukansebuah artikel resensi. Tapi percayalah, nukilan episode The Practice di atas mencerminkan sari pati edisi khusus hukumonline kali ini.

Selama ini topik bantuan hukum cuma-cuma selalu penuh dengan kembangan romantis; membela keadilan dan HAM, profesi mulia dan seterusnya. Terus terang kuping saya sudah cukup pengang mendengarnya; bukan tidak setuju karena dasarnya saya cukup romantis. Padahal semua orang tahu (dan mungkin juga sedikit rela) seseorang menjadi advokat untuk mencari uang, seperti halnya pekerjaan lain. Tapi jarang sekali kalau bukan tidak pernah saya dengar penjelasan yang lebih rasional. Izinkan saya mencobanya dengan keterbatasan ruang yang tersedia.

Baiknya saya mulai dari membahas profesi advokat itu sendiri. Meminjam penjelasan Dan Lev (Pengantar, PSHK: 2001), dari dulu selalu ada ambivalensi terhadap advokat. Mereka dianggap suka mempermainkan hukum dan bikin perkara–ingat ‘ajakan'Shakespeare untuk membasmi advokat. Memang ini tidak lepas dari fakta dimana-mana selalu ada yg baik dan buruk, juga dalam profesi advokat; juga ada nuansa kecemburuan masyarakat pada monopoli advokat.

Tags: