Pemimpin Panggilan Zaman
Tajuk

Pemimpin Panggilan Zaman

Berabad-abad yang lalu, Gajah Mada menerima perintah penguasa Majapahit untuk mengubah negeri Jawa menjadi bumi nusantara.

Oleh:
ATS
Bacaan 2 Menit
Pemimpin Panggilan Zaman
Hukumonline

Indonesia sekarang ini mungkin sama dengan kondisi Majapahit sebelum terbentuknya nusantara, penuh dengan intrik politik dan pemberontakan. Atau seperti nusantara di awal kemerdekaan dengan kelemahan dan kebodohan yang nyaris merata, dan ancaman dunia luar yang nyata. Semua diawali dengan keterbatasan. Pada saat ini perekonomian Indonesia masih sulit dengan utang negara dan swasta jangka panjang yang tak kunjung selesai, dan karenanya membatasi geliat bangun ekonomi nasional. Korupsi merajalela. Hukum masih tidak pasti dan tidak adil. Institusi penegak hukum masih sengaja atau tidak sengaja dilemahkan dan tidak mampu memperlihatkan sosok kredibel. Mutu pendidikan masih terendah di Asia. Kondisi kesehatan dan fasilitas kesehatan masih sangat tidak memadai. Sumber daya manusia tidak mampu bersaing di pasar regional, apalagi global. Infrastruktur tidak terbangun, dan yang tersisa atau terbangun dengan lambat tidak mampu dijadikan tumpuan pertumbuhan kegiatan ekonomi dan bisnis. Etos kerja dan etika di segala bidang sangat memprihatinkan. Pengangguran masih meluas, dan upah minimum tidak mampu mengangkat derajat manusia Indonesia. Frustasi dan keluhan masyarakat merata di mana-mana. Globalisasi melanda seluruh pojok dunia, dan raksaksa ekonomi baru seperti Uni Eropa dan China mengubah tatanan ekonomi dan hubungan antar bangsa di dunia.  

***

Apakah kondisi kita begitu buruknya? Ya, kalau kita selalu melihat ke belakang dan melihat kondisi kini. Tidak, kalau yang kita inginkan adalah untuk mulai membangun kembali Indonesia yang baru. Dengan partisipasi masyarakat, kita sudah membangun suatu proses demokratisasi yang luar biasa jauh lompatannya. Jauh lebih cepat dari bangsa-bangsa lainnya. Konstitusi sudah kita perbaiki, Pemilihan umum langsung bisa dilangsungkan. Dewan Perwakilan Daerah sudah dibentuk. Kondisi makro ekonomi--yang sebenarnya banyak ditunjang oleh ekonomi rakyat--sudah bisa dijadikan dasar kebangkitan ekonomi. Hukum dan institusi hukum mulai dibangun dan diperbaiki walaupun sangat jauh dari memadai. Sistem pencegahan dan pemberantasan korupsi dan institusi penunjangnya sudah mulai dibangun. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sistem, pengawasan dan penyebaran kesadaran berkehidupan demokratis telah mulai terbangun. Peran militer sudah sangat dikurangi. Masyarakat penuh dengan inisiatif. Media massa bebas dan sangat bisa menjadi corong rakyat dan sumber informasi untuk semua masalah kita.

Jadi apa kurangnya bagi kita untuk mulai bangun? Yang kita butuhkan kini adalah pemimpin yang baik dengan ikrar yang inspiratif dan menggugah. Rakyat tidak terlalu peduli apakah yang kita butuhkan adalah pemimpin yang kuat (keras melaksanakan hukum) atau lemah (mudah diawasi dalam sistem checks and balances). Yang penting mereka mampu, terbuka, mengerti kondisi Indonesia dan dunia, dan akuntabel. Rakyat juga tidak perduli apakah pemimpin kita adalah tipe yang karismatik atau tipe pekerja. Yang penting mereka mampu mengerti kehendak rakyat banyak. Rakyat juga kurang perduli apakah pemimpin mereka adalah pemimpin modern seperti chief executive officer suatu perusahaan raksasa atau negarawan dengan wawasan kebangsaan.

Yang penting kita tidak bisa lagi punya pemimpin yang korup dan otoriter. Kita tidak bisa lagi punya pemimpin yang berpikir dalam tatanan lokal. Kita tidak bisa lagi punya pemimpin yang memikirkan kepentingan sendiri, keluarga dan golongan sendiri. Kita juga tidak membutuhkan pemimpin yang berpikir militeristis. Kita butuh pemimpin yang bisa menciptakan lapangan kerja riil. Kita butuh pemimpin yang bisa melaksanakan sistem birokrasi dengan prinsip zero corruption. Kita butuh pemimpin yang berpikir bahwa memajukan pendidikan adalah jalan keluar kita dari persoalan-persoalan jangka panjang kita. Kita butuh pemimpin yang menerima pluralisme adalah masa depan kita. Kita butuh pemimpin yang bisa menyelesaikan persoalan kita hari ini dan memimpin kita ke masa depan. Itu membutuhkan visi besar, ikrar menggugah, kerja keras, pengorbanan, dan pengabdian yang luar biasa. Sayangnya, kita tidak punya calon-calon presiden dengan karakter itu.

Dengan pilihan-pilihan yang ada sekarang, pemimpin yang bisa kita pilih nanti hanyalah mereka yang mampu mendukung gerakan-gerakan rakyat dan masyarakat yang membangun sendiri kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan untuk tumbuh dari bawah. Bukan pemimpin yang mengganggu dan merugikan, bahkan memalukan buat rakyat. Sedikitnya, pemimpin yang terpilih nanti haruslah ia yang mampu mengawal proses itu dengan baik. Pemimpin itu bukan hanya presiden dan wakil presiden. Mereka adalah juga kepala desa, kepala sekolah, kepala koperasi, pimpinan birokrasi, pimpinan LSM, kepala polisi, jaksa dan pengadilan, kepala puskesmas, pimpinan pesantren dan sebagainya dalam berbagai tingkatan. Kita bangsa yang besar, kita membutuhkan pemimpin-pemimpin dalam jumlah besar. Hanya masyarakat yang merdeka, demokratis, dan penuh kesetaraan mampu melahirkan pemimpin-pemimpin seperti itu.

Jakarta-Guangzhou, Agustus 2004

Mahapatih Gajah Mada, semula seorang bhayangkara karir yang meniti ke puncak jabatannya melalui jalan yang terjal sebagai rakyat jelata, pasti membayangkan suatu kesulitan yang luar biasa, bahkan mungkin merasakan itu sebagai diluar akal sehat untuk ukuran waktu itu. Gajah Mada tentu harus membangun bala tentara yang kuat, menciptakan armada laut yang mampu mengarungi samudera, melengkapi persenjataan, menguasai teknologi perang dan navigasi, memacu semangat invasi para panglima dan tentaranya, mempelajari aspek sosial budaya masyarakat yang akan mereka taklukkan, membangun sistem dan jaringan pemerintahan, perpajakan dan administrasi tanah jajahan, mengangkat penguasa baru, dan sebagainya.

Terbayang resources yang harus dibangun dan dikerahkan oleh Gajah Mada dalam konteks ruang dan waktu itu, dengan keterbatasan pengetahuan, informasi dan teknologi. Pasti juga begitu banyak konflik internal dan eksternal yang harus dihadapi oleh Gajah Mada. Entah bagaimana Gajah Mada memulai usaha luar biasa dahsyat itu. Tetapi sejarah mencatat, ia memulai semua itu dengan tekad membaja, dengan mengikrarkan Sumpah Palapa, seperti yang kita kenal.

Kita juga tidak tahu, apakah Gajah Mada melakukannya dengan cara-cara otoriter, menindas rakyat, atau memungut pajak berlebihan, menyingkirkan para pihak yang tidak setuju, dan sebagainya. Yang kita tahu, sejarah mencatat peristiwa besar itu dengan suatu kebanggaan, bahwa merah putih untuk pertama kalinya dikibarkan di bumi nusantara. Gajah Mada sebagaimana kita tahu, tercatat dalam sejarah sebagai pemimpin agung yang mempunyai visi besar, dan mampu mewujudkannya untuk Majapahit yang diabdinya, bukan untuk dirinya sendiri.

Soekarno, berabad kemudian, bersama-sama dengan kawan-kawannya--yang di awal abad 20 mendapatkan ide-ide kemerdekaan, kebangsaan, persamaan, nasionalisme, persatuan, hak menentukan nasib sendiri, dan keadilan sosial dari barat dan dunia yang berubah pada saat itu--mempunyai visi untuk melahirkan bangsa Indonesia. Dalam suasana bangsa dijajah, kalah pengetahuan, kalah sistem, teknologi, manajemen dan kalah segalanya, para pendiri negara ini mengikrarkan sumpah pemuda pada tahun 1928: Satu Nusa, Satu Bangsa, Satu Bahasa, Indonesia. Pada 17 Agustus 1945, Soekarno dan kawan-kawannya mewujudkan Indonesia yang merdeka. Soekarno dan kawan-kawannya adalah para pemimpin besar, karena mereka punya visi besar, dan mampu mewujudkannya, untuk bangsa ini, bukan untuk kepentingan orang demi orang atau segolongan mereka.

Setelah itu, Indonesia dirusak, termasuk oleh Soekarno sendiri di akhir-akhir pemerintahannya. Ide-ide tentang kemerdekaan, kebangsaan, persamaan, keadilan sosial dan lain-lain menjadi sekadar ide-ide dasar yang indah ditatahkan pada konstitusi dan hukum positif kita. Sejak itu, tidak ada lagi satupun pemimpin formal kita yang mampu mewujudkannya.

Sebentar lagi pemilihan umum presiden putaran kedua akan dilaksanakan. Kita untuk pertama kalinya bisa memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Sedihnya, kita tidak punya calon presiden yang punya kaliber dan ditempa seperti Gajah Mada atau Soekarno. Kita tidak bisa membuat ikrar atau sumpah yang menjadikan kita militan untuk membangun Indonesia baru, Indonesia yang bersih dan bebas korupsi, demokratis, penuh dengan semangat kesetaraan, dan dibangun diatas hukum dan keadilan untuk kesejahteraan rakyat banyak. Kita juga tidak punya ideologi politik yang kuat. Partai-partai politik, hampir semua, adalah gerombolan orang-orang yang ingin berkuasa untuk kepentingan diri dan golongan sendiri.

Tags: