Teten: Kepmenaker No.150/Men/2000 Jangan Direvisi
Berita

Teten: Kepmenaker No.150/Men/2000 Jangan Direvisi

Jakarta, hukumonline. Teten Masduki, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), mengemukakan bahwa sebaiknya pemerintah tidak merevisi Keputusan Menteri Tenaga Kerja No 150/Men/2000. Kepmenaker ini dinilai membela kepentingan pekerja.

Oleh:
Muk/APr
Bacaan 2 Menit
Teten: Kepmenaker No.150/Men/2000 Jangan Direvisi
Hukumonline

Teten menilai, Kepmen mengenai penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan ganti kerugian di perusahaan itu merupakan produk hukum dari masa Presiden Abdurrahman Wahid yang memihak rakyat banyak, khususnya pekerja. Pandangan Teten ini dikemukakan pada seminar yang mengupas Peraturan perburuhan pada Rabu (8/11).

Gus Dur sendiri telah meminta kepada Menaker dan Transmigrasi Al Hilal Hamdi agar merevisi Kepmenaker No.150/Men/2000. "Saya meminta Pak Al Hilal agar merevisi ketentuan itu sebab pengusaha Jepang dan Korea ribut. Setiap ketemu, yang ditanya itu," kata Gus Dur di depan Munaslub Asosiasi Pengusaha Jasa TKI (Apjati) di Jakarta pada 7 November 2000.

Reaksi keras pengusaha

Kepmen yang baru berlaku efektif  hari ini (Rabu, 8/11), memang telah mendapatkan reaksi yang keras dari kalangan pengusaha. Bahkan, para pengusaha itu kemudian menekan pemerintah untuk merevisi Kepmen tersebut.

Kalangan pengusaha itu berargurmen bahwa Kepmen tersebut akan membuat investor enggan menanamkan modalnya di Indonesia. Selain itu, kalangan pengusaha mengkhawatirkan akan adanya praktek "kutu loncat"  yang dilakukan oleh pekerja.

Teten melihat, ketentuan pasal 26 Kepmenaker yang memberikan kepada pekerja yang mengundurkan diri, berhak atas uang penghargaan dan ganti kerugian, selain uang pesangon, merupakan ketentuan yang memihak pekerja. "Tampaknya kalangan pengusaha shock dengan keluarnya Kepmen ini karena selama ini peraturan yang dibuat pemerintah selalu memihak pada kepentingan mereka," tukas Teten.

Menurut Teten, argumen yang diajukan  oleh pengusaha tidaklah beralasan. Pasalnya, justru kondisi politik dan keamanan lah yang selama ini menjadi faktor utama bagi investor untuk masuk ke Indonesia. "Buat  apa mereka berinvestasi pabrik dan sebagainya kalau kemudian dibakar," ujar Teten.

Selain itu menurut Teten, kekhawatiran mengenai "kutu loncat" itu juga sulit terjadi karena ketentuan uang ganti rugi dan uang penghargaan masa kerja ini dibuat dengan persyaratan cukup ketat, di antaranya masa kerja minimal tiga tahun.

Tags: