Mendesak
Insan kemudian mencontohkan PP tentang lisensi sebagai salah satu PP yang mendesak untuk segera disahkan. Dalam penerapannya sehari-hari, PP lisensi ini sangat diperlukan bagi pelaksanaan aturan, misalnya yang berkaitan dengan hak paten di bidang farmasi.
Jika PP tentang Lisensi ini tidak segera disahkan, maka akan menjadi masalah bagi rakyat Indonesia. Misalnya jika terjadi suatu epidemi, perlu aturan lisensi yang tegas terhadap obat-obatan yang selama ini dikuasai oleh pabrik farmasi asing. Sementara sementara rakyat Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh obat yang murah.
Selain PP soal lisensi masih banyak PP yang diamanatkan oleh UU yang berkaitan dengan HKI. Dari tiga UU yang ditelusuri hukumonline (UU Hak Cipta, UU Paten dan UU Merek) saja, ada sekitar 25 pasal yang mengamanatkan dibentuknya PP.
No. | Pasal | Amanat Pembentukan PP |
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta | ||
1 | Pasal 10 ayat (4) | Hak Cipta yang dipegang oleh negara |
2 | Pasal 25 ayat (1), | Informasi elektronik tentang informasi manajemen hak Pencipta |
3 | Pasal 28 ayat (2) | sarana produksi berteknologi tinggi yang memproduksi cakram optik |
4 | Pasal 37 ayat (5) | syarat-syarat dan tata cara untuk dapat diangkat dan terdaftar sebagai konsultan |
5 | Pasal 48 ayat (3) | tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta |
6 | Pasal 54 ayat (1) | besarnya biaya untuk pengajuan permohonan, permintaan petikan daftar umum ciptaan dan seterusnya. |
UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten | ||
7 | Pasal 15 ayat (5) | Tata cara untuk memperoleh pengakuan pemakai terdahulu |
8 | Pasal 17 ayat (4) | Syarat-syarat mengenai pengecualian dan tata cara pengajuan permohonan tertulis |
9 | Pasal 25 ayat (4) | Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual |
10 | Pasal 59 | Pemberian Sertifikat Paten, bentuk dan isinya dan seterusnya |
11 | Pasal 65 | Susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Paten |
12 | Pasal 73 | Perjanjian Lisensi |
13 | Pasal 87 | Lisensi wajib |
14 | Pasal 103 | Tata Cara pelaksanaan Paten oleh Pemerintah |
15 | Pasal 108 | Ketentuan lebih lanjut mengenai Paten Sederhana |
16 | Pasal 109 | Permohonan dapat diajukan melalui Patent Cooperation Treaty |
17 | Pasal 113 ayat (1) | Semua biaya yang wajib dibayar dalam Undang-undang Paten |
UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek | ||
18 | Pasal 6 ayat (1) | Permohonan yang harus ditolak oleh Direktorat Jenderal |
19 | Pasal 7 ayat (9) | Syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Konsultan Hak Kekayaan Intelektual |
20 | Pasal 8 | Kelas barang atau jasa |
21 | Pasal 9 | Syarat dan tata cara Permohonan |
22 | Pasal 34 | Susunan organisasi, tugas dan fungsi Komisi Banding Merek |
23 | Pasal 56 ayat (9) | Tata-cara pendaftaran indikasi-geografis |
24 | Pasal 61 ayat (3) c | Larangan serupa lainnya |
25 | Pasal 75 ayat (1) | Biaya pengajuan Permohonan atau permohonan perpanjangan Merek dan seterusnya |
Sumber : Pusat Data hukumonline
Insan mengatakan, sejak tiga tahun terakhir masa pemerintahan Megawati ini, belum ada satu pun PP di bidang HKI yang disahkan oleh pemerintah. Kebanyakan naskah PP tersebut terhenti prosesnya di Sekretariat Negara. Hal ini sangat disayangkan, mengingat lengkapnya peraturan perundangan tidak dibarengi dengan kelengkapan peraturan pelaksanaannya.
"Perundang-undangannya sudah memadai tapi PP-nya belum. Ini bisa menjadi bumerang bagi pemerintah. Seharusnya pemerintah cepat mensahkan PP yang diamanatkan oleh UU di bidang HKI itu," tambahnya.
Padahal, untuk menyusun PP sebagai peraturan pelaksanaan suatu undang-undang sudah ada pengaturannya. Menurut Insan, Dalam Kepres No. 188 Tahun 1998 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan bahwa PP seharusnya sudah disahkan dalam waktu satu tahun setelah undang-undangnya disahkan.
"Keadaan yang tidak menentu ini mungkin juga menjadi salah satu faktor penyebab penegakan hukum bidang HKI di Indonesia belum bisa secara baik dilaksanakan," ujar Insan.