Matrikulasi Diharapkan Jadi Solusi Maraknya Pendidikan Calon Advokat
Utama

Matrikulasi Diharapkan Jadi Solusi Maraknya Pendidikan Calon Advokat

Penyelenggara pendidikan khusus bagi calon advokat belakangan ini kian menjamur. Ribuan sarjana hukum yang tersebar di seluruh Indonesia jadi pasar yang menjanjikan. Memanfaatkan kekosongan hukum yang diciptakan KKAI?

Oleh:
Amr
Bacaan 2 Menit
Matrikulasi Diharapkan Jadi Solusi Maraknya Pendidikan Calon Advokat
Hukumonline

Meski sama-sama digarap oleh Ikadin, namun dari penjelasan Teguh tersirat bahwa format maupun lamanya pendidikan tersebut berbeda-beda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Jika dilihat dari fakta ini, Ikadin memang yang paling "rajin" membuka "outlet" pendidikan khusus advokat di berbagai daerah.

Ikadin tentu saja bukan satu-satunya organisasi advokat yang melaksanakan pendidikan ataupun kursus advokat. Malah bisa dikatakan hampir seluruh organisasi advokat besar mempunyai program pendidikan advokat. Itu belum termasuk bermacam pendidikan advokat yang diselenggarakan oleh orang-perorangan. Bahkan, pendidikan advokat yang dilakukan oleh sebuah organisasi advokat yang baru dibentuk di Lampung, Persatuan Advokat Indonesia (Peradin), sudah memasuki angkatan kedua.

Matrikulasi

Lalu, bagaimana nasib lulusan pendidikan-pendidikan advokat semacam ini jika kurikulum pendidikan advokat telah dikeluarkan oleh Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI)? "Kita tingkatkan saja. Tidak mungkin dong pendidikan yang sudah berlangsung terus tidak kita akui. Tetap kita akui," ucap Teguh yang menjadi staf pengajar di beberapa pendidikan advokat Ikadin.

Pada prinsipnya, kata Teguh, penerapan UU Advokat tidak boleh menyulitkan para calon advokat. "Solusi paling (mungkin) nanti misalnya kalau pendidikan yang selama ini diikuti dianggap kurang memenuhi syarat kurikulumnya, kita bisa adakan matrikulasi. (Tetapi) kalau cukup dia bisa mengikuti," kata Teguh.

Salah seorang advokat yang terlibat di dalam tim yang dibentuk oleh KKAI Said Damanik mengatakan bahwa saat ini KKAI masih menunggu masukan dari berbagai organisasi advokat mengenai format dan kurikulum pendidikan serta magang bagi calon advokat. Said yang juga pengurus DPP AAI mengatakan bahwa masalah pendidikan dan magang calon advokat sedang didiskusikan secara intens di AAI.

Di sisi lain, Teguh berpendapat bahwa pendidikan advokat yang telah ada sekarang sebaiknya dibiarkan berjalan tanpa perlu menunggu kurikulum KKAI. "Karena kita tidak mau ada kevakuman menunggu KKAI. Proses pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai anggaran dasar," tandasnya.

Menurut pantauan hukumonline, DPP Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) adalah organisasi advokat yang lumayan banyak menyelenggarakan pendidikan advokat di berbagai daerah di Indonesia. Hal ini diakui oleh Sekretaris Jenderal DPP Ikadin Dr. Teguh Samudera. "Kita sudah bekerjasama dengan banyak universitas dan yayasan pendidikan yang selama ini ada baik di Jakarta maupun di luar Jakarta," katanya.

Perguruan tinggi yang sudah digandeng Ikadin antara lain Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, Universitas Slamet Riyadi Surakarta, dan Universitas Airlangga Surabaya. Menurut Teguh, sebagian pendidikan advokat yang diadakan Ikadin dengan sejumlah perguruan tinggi tersebut sudah ada sebelum UU No.18/2003 tentang Advokat hadir. Sedangkan sebagian lagi, tambah Teguh, baru mulai dirintis ketika lahirnya UU No.18/2003.

Maraknya pendidikan khusus advokat ditambah dengan belum lama ini DPC Ikadin Jawa Tengah juga merintis kerjasama dengan Universitas Pancasakti Tegal untuk menggelar pendidikan tersebut (Suara Merdeka, 16/9). Sebelumnya, DPC Ikadin Banyumas bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto menyelenggarakan pendidikan serupa (Suara Merdeka, 5/7).

Tags: