Fred BG Tumbuan: Terobosan Besar Undang-Undang Kepailitan Ada di PKPU
Utama

Fred BG Tumbuan: Terobosan Besar Undang-Undang Kepailitan Ada di PKPU

22 September lalu, DPR dan pemerintah seia dan sekata untuk mengesahkan RUU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Entah mengapa, undang-undang yang dimanatkan untuk dibahas sejak 2002 lalu, barulah di akhir-akhir masa jabatan DPR periode 1999-2004, dibahas habis-habisan.

Oleh:
Leo
Bacaan 2 Menit
Fred BG Tumbuan: Terobosan Besar Undang-Undang Kepailitan Ada di PKPU
Hukumonline

 

Ada hal-hal substansial lain dalam revisi undang-undang ini?

Itu yang paling penting yang paling unik dan yang merupakan terobosan besar. Juga PKPU tetap ditentukan juga oleh kreditor separatis, mereka terikat tanpa kehilangan kedudukan mereka sebagai separatis.

 

Pada pasal 281 ayat (1) RUU Kepailitan dan PKPU disebutkan bahwa rencana perdamaian yang diajukan oleh debitor dalam proses PKPU dapat diterima berdasarkan (a) persetujuan lebih dari � jumlah kreditor konkuren yang haknya diakui atau sementara diakui yang hadir pada rapat kreditor sebagaimana dimaksud pasal 268, termasuk kreditor sebagaimana dimaksud pasal 280, yang bersama-sama mewakili paling sedikit 2/3 (dua pertiga) bagian dari seluruh tagihan yang diakui atau sementara diakui dari kreditor konkuren atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut, dan (b) persetujuan lebih dari � jumlah kreditor yang piutangnya dijamin dengan gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek atau hak agunan atas kebendaan lainnya yang hadir dan mewakili paling sedikit 2/3 bagian dari seluruh tagihan dari kreditor tersebut atau kuasanya yang hadir dalam rapat tersebut.

 

Sementara pada pasal 281 ayat(2) ditekankan bahwa kreditor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang tidak menyetujui rencana perdamaian diberikan kompensasi sebesar nilai terendah diantara nilai jaminan atau nilai aktual pinjaman yang secara langsung dijamin dengan hak agunan atas kebendaan.

 

Pasal inilah yang dalam sebuah Seminar di Universitas Atmajaya, menurut Fred, layak disebut sebagai terobosan dalam RUU Kepailitan dan PKPU. Kalau dalam Undang-undang Kepailitan sebelumnya kreditor separatis yang menolak rencana perdamaian bisa �menyabot' proses PKPU, maka di RUU ini tagihan mereka akan di-�buy-out'.

 

Di Belanda (di balik sebuah permohonan pailit, red) ada perlindungan yang layak bagi debitor, apakah di Indonesia hal ini juga menjadi perhatian?

Itu bukan dalam Undang-Undang Kepailitan tapi di dalam KUH Perdata mereka. Ada khusus dua pasal, yaitu harus ada kepentingan baru mempunyai hak menggugat. Tapi asas itu juga sudah kita kenal. Kedua, dan itu penting sekali, yaitu tidak boleh menyalahgunakan kewenangan. Itu sebetulnya dalam hukum kita merupakan asas atau suatu kaedah hukum. Itu terungkap misalnya bahwa suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik, pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Lalu konsep force majeure atau keadaan memaksa saja saja sudah menunjukkan kalau ada suatu alasan bagi deboitor untuk tidak berprestasi karena dia terhalang, jangan dia itu dipaksakan, karena ada pemaaf. Itu kan semua terpulang pada yang kewenangan tidak boleh disalahgunakan oleh kreditor.

 

Dalam Undang-Undang Kepailitan ada �keistimewaan' untuk melindungi perusahaan asuransi, efek, bank dan BUMN. Itu jadi bagian untuk melindungi kepentingan debitor?

Karena ada kepentingan umum disitu. Karena debitor yang bersangkutan begitu terkait dengan publik. Kalau itu dengan mudah dapat dipailitkan, kita ambil contoh Perum Peruri. Bayangkan kalau Perum Peruri itu dipailitkan. Lalu bagaimana dengan percetkan uang kita. Kacau kan. Atau begitu saja dengan begitu mudah bank bisa dipailitkan. Bagaimana dengan nasib deposan dan nasabah. Jadi dimana debitor sangat erat berkaitan dengan kepetingan publik tidak lagi dengan mudah dia bisa dipailitkan. Mengapa? Bukan karena dia kebal, kepentingan publik yang harus kita lindungi.

 

Untuk BUMN juga ada unsur kepentingan publiknya?

Itu ada rambunya. Dalam penjelasan disebutkan yang modal seluruhnya dimiliki oleh negara republik Indonesia dan tidak terbagi atas saham. Jadi tidak mungkin Perseroan Terbatas, (keistimewaan, red) hanya bisa untuk Perum atau Perjan.

 

Ada satu hal yang menarik di Undang-Undang Kepailitan dimana Panitera Pengadilan Niaga berwenang untuk menolak permohonan pailit, apakah ini tidak menyalahi asas bahwa hakim tidak boleh menolak perkara?

 

Bukan..bukan...Ini kan diatur dalam undang-undang. Undang-undang yang memberi mandat kepada panitera. Tidak melanggar dong karena lex specialis. Undang-undang mengamanatkan demikian karena memang hanya boleh diajukan oleh pihak tertentu. Lalu untuk mengamankannya kepada penitera ditugaskan diamanatkan untuk tolak (seandainya ada yang mengajukan permohonan pailit selain dari pihak yang ditentukan dalam pasal 2 Undang-Undang Kepailitan, red). Jadi nggak ada yang salah, taat asas malah.

Praktis, undang-Undang yang dinilai berperan strategis dalam proses restrukturisasi utang di Indonesia hanya dibahas dalam tempo tak sampai dua bulan. Pembahasan yang terlalu cepat untuk ukuran undang-undang yang terdiri dari 308 pasal itu?Mungkin. Apalagi, kalangan pengacara sudah berteriak jauh-jauh hari kalau secara substansial banyak hal krusial dalam pembahasan RUU tersebut. Tapi pihak legislatif, khususnya Komisi IX mengisyaratkan bahwa pembahasan undang-undang ini sudah semestinya dan menampik adanya isu politik uang.

 

Sekarang, RUU Kepailitan dan PKPU tinggal diteken oleh Presiden Megawati sebelum berlaku secara sah dan mengikat. Fred BG Tumbuan, anggota tim penyusun RUU ini mengungkapkan, banyak terobosan yang diintroduksi pasal demi pasal. Salah satu terobosan yang penting adalah yang berkaitan dengan PKPU. Menurut pengacara senior yang fasih berbahasa Belanda ini, hak-hak kreditor separatis, terutama di PKPU semakin diperjelas. Senior partner di kantor konsultan hukum Tumbuan Pane ini juga mengungkapkan rasio dibalik �keistimewaan' beberapa perusahaan dalam RUU Kepailitan. Bukan artinya kebal kepailitan, cetus Fred dalam wawancara dengan hukumonline 30 September lalu. Berikut petikannya...

 

Dalam pengamatan anda, apakah Undang-Undang Kepailitan (UUK) dipakai sebagai sarana penekan (pressie midal) atau sebagai upaya memulihkan ekonomi Indonesia secara keseluruhan?

 

Terus terang kalau dikatakan mau memulihkan ekonomi Indonesia tidak terbukti. Malah tidak jarang digunakan lebih-lebih untuk memaksa debitur itu membayar  utangnya. Terus terang saya belum pernah melakukan suatu penelitian. Kalau kesannya, tidak dapat kita katakan itu ditujukan sebagai sarana untuk memulihkan ekonomi kita. Tetapi sedikit banyak memang diharapkan dengan adanya tertib hukum dimana debitor tidak ngemplang diharapkan ada insentif untuk mau melakukan restrukturisasi. Sejauh mana keberhasilannya saya tidak tahu. Itu juga yang mendorong kita dalam menyusun undang-undang yang baru dimana khusus dalam PKPU kita membuat terobosan yang memungkinkan restrukturisasi dengan mengizinkan kreditor separatis yang mempunyai agunan ikut menentukan perdamaian tapi lalu terikat. Sehingga ia (kreditor separatis, red) tidak bisa nanti membuyarkan meniadakan perdamaian dalam rangka restrukturisasi. Itu justru terobosan dalam PKPU berdasarkan undang-undang atau katakanlah revisi undang-undang kepailitan.

Tags: