Tanpa bermaksud buruk, Dadang sendiri mengakui pemerintahan SBY-Kalla yang berasal dari kalangan eks militer dan pengusaha dapat mengulangi praktik yang sama dalam mengesampingkan pengelolaan tanah dan SDA yang sarat dengan eksploitasi.
Untuk itulah konferensi ini diharapkan dapat memberi masukan yang akan dibahas dalam panel-panel terpisah yang akan mendiskusikan masalah pertanahan dan sumber daya alam selama dua hari ke depan.
Menurut Dadang, konferensi ini diharapkan untuk mencari solusi terbaik dari berbagai elemen yang berhubungan dengan pertanahan dan SDA walaupun tidak dimaksudkan untuk memberikan solusi yang tuntas dan menyeluruh.
Revisi UU Agraria
Pada kesempatan yang sama, dipersoalkan pula rencana untuk merevisi Undang-Undang No.5/1960 tentang Pokok-Pokok Agraria. Hal ini dimungkinkan karena keberadaan TAP MPR No.IX/2001 tentang Reformasi Agraria telah membuka peluang untuk mengadakan sejumlah perubahan peraturan yang berhubungan dengan pertanahan.
Revisi Undang-undang No. 5 Tahun 1960 yang sedang berjalan mengundang pertanyaan dan kritikan. Sujana Royat dari Bappenas menjelaskan revisi UUPA memang berjalan tertutup.
Jangankan bagi kalangan LSM, kita saja (Bappenas-red) sulit untuk mendapatkan drafnya, ujar Sujana. Sehingga revisi UUPA yang diharapkan tetap menjadi payung hukum justru terkesan ditutup-tutupi.
Padahal sejumlah pasal yang terkandung dalam UUPA dinilai mempunyai nilai-nilai yang patut diperjuangkan, seperti pengakuan terhadap hak-hak adat. Sujana berharap revisi tersebut tidak akan mengurangi adanya hak adat.
Direktur Eksekutif Yayasan Kemala, Dadang Trisasongko, menjelaskan kepada hukumonline konflik kepemilikan tanah dan kekayaan alam saat ini belum menjadi agenda prioritas dari pihak pemerintah. Memang presiden terpilih tidak memprioritaskan masalah agraria dan Sumber Daya Alam (SDA, red) dalam agenda 100 harinya, ujar Dadang.
Padahal konflik tenurial atas tanah dan kekayaan alam sampai saat ini belum mengarah pada proses untuk penemuan solusi bagi masyarakat. Malah, pemerintah sendiri berperan dalam membiarkan hak-hak masyarakat terhadap tanah dan SDA tersingkirkan.