Meniti Takdir
Tajuk

Meniti Takdir

Sri Krishna adalah manusia setengah dewa atau mungkin dewa setengah manusia. Mahabharata menceritakan bahwa dia titisan Sang Wisnu. Dan ceritanya, paling tidak yang digambarkan dalam komik wayang karangan R. Kosasih, kurang lebih dia ditugasi turun dari surga untuk mengatur agar kehidupan umat manusia di bumi berjalan sesuai dengan takdir yang telah digarisi oleh para dewata.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
Meniti Takdir
Hukumonline

Jadi takdir sudah digariskan bagi umat manusia untuk menjalani kehidupannya. Menurut ceritanya juga, Sri Krishna menjadi semacam law enforcer yang bijak, dengan menjaga kepentingan kaum Pendawa yang tersingkir dan ditindas bala Kurawa. Akan tetapi dalam banyak kesempatan, penulis Mahabharata pandai meliuk-liukkan garis takdir, dan memunculkan Sri Krishna sebagai tokoh yang bisa juga kejam dan keras semata-mata untuk mempertahankan garis takdir tersebut.

Jadi waktu Sri  Krishna diutus dan melakoni perannya sebagai Krishna Duta untuk memperingatkan Suyudana dan bala Kurawanya bahwa kerajaaan Astina adalah milik Pandawa dan sebaiknya diserahkan saja ke Pandawa untuk mencegah perang saudara Bharatayuda, sebenarnya Krishna sudah tahu bahwa menurut garis takdir perang itu harus terjadi.  Tapi sisi manusia dari Krishna mungkin mengatakan bahwa usaha ini layak coba. Siapa tahu Kurawa melunak. Sisi manusia Krishna juga yang menjadikannya marah besar waktu Kurawa menolak imbauannya, sehingga Krishna bertiwikrama menjadi raksasa menakutkan. Padahal dari sisi dewanya, dia pun sudah tahu bahwa usulan tadi pasti ditolak Kurawa.   

Terjadilah perang Bharatayuda. Ini perang saudara rebutan kerajaan dan teritorial. Kurawa diplot sebagai kaum yang curang, rakus dan jahat, dan Pandawa yang selama ini terhina dan tersingkir dianggap pahlawan yang dipuja rakyat dan perlu dibela. Tidak ada cerita penderitaan rakyat di sana. Tidak ada tokoh prajurit rakyat yang menjadi pahlawan (kecuali selingan bahwa di pihak Kurawa, ada anak kusir kerajaan bernama Karna, yang sebenarnya saudara tiri Pandawa, adalah tokoh sakti yang baik tetapi mengabdi yang jahat karena urusan hutang budi kepada Kurawa).

Semua tokoh baik dan jahat dengan segala karakterisasinya yang unik adalah bangsawan. Tidak ada soal rakyat, tidak ada soal kepentingan umum. Ini perang antar golongan atas yang rakyat tidak perlu tahu. Pokoknya majulah perang bela junjunganmu, serahkan semua hartamu. Kalau perlu matilah kamu untuk juraganmu, karena itulah takdirmu.

Menarik bagaimana pilihan panglima perang dan strategi perang dilakukan baik di pihak Pandawa maupun Kurawa, yang semata-mata merupakan rapat keluarga masing-masing yang tidak melibatkan rakyat. Bahkan, Krishna lah yang menentukan di pihak Pandawa karena ia harus menjaga agar garis takdir terjadi. Gatotkaca harus keluar memancing kemarahan Karna agar Karna melepaskan senjata pamungkas Kunta kepadanya supaya senjata itu tidak dipakai untuk membunuh Arjuna yang sudah digariskan menentukan kemenangan Pandawa.

Sementara itu, Srikandi harus menjadi panglima Pandawa pada waktu Bisma menjadi panglima Kurawa supaya roh kekasihnya, Dewi Amba, bisa segera menjemput Bisma. Kepiawaian Krisnha menjaga takdir memang luar biasa, dan dengan sedikit lika liku, Bharatayudha berakhir untuk kemenangan Pandawa. Pandawa berkuasa di Astina. Tidak ada gambaran biaya peperangan, jiwa dan harta, penderitaan para janda dan anak yatim. Pembaca dan penonton memang tidak menuntut itu.

Menarik moral cerita Mahabharata, suasana politik di Indonesia sekarang juga tidak jauh berbeda. Bedanya, musuh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pasti tidak mau di bilang Kurawa, dan Gus Dur sendiri juga belum tentu mewakili "kebaikan" Pandawa. Baik dan buruk di dunia pewayangan memang mitos, direka-reka oleh pengarangnya untuk tujuan tertentu, kebanyakan untuk kepentingan propaganda penguasa melalui cerita-cerita rakyat. Karenanya, "baik" belum tentu pro-rakyat, dan "jahat" belum tentu menindas rakyat. 

Halaman Selanjutnya:
Tags: