Pasca Tragedi Sidoarjo, Bagir Minta Masyarakat Hormati Penegakkan Hukum
Utama

Pasca Tragedi Sidoarjo, Bagir Minta Masyarakat Hormati Penegakkan Hukum

‘Kalau ada pihak yang tidak puas, seharusnya kan masih ada upaya banding dan kasasi.'

Oleh:
CR-1/CR-3
Bacaan 2 Menit
Pasca Tragedi Sidoarjo, Bagir Minta Masyarakat Hormati Penegakkan Hukum
Hukumonline

 

Menyikapi masalah ini, Bagir berencana menyurati seluruh pengadilan di Indonesia tentang perlunya pengamanan-pengamanan di ruang pengadilan. Dia juga memandang pengadilan perlu dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pengamanan seperti detektor logam maupun aparat keamanan.

 

Di Jakarta, hampir semua pengadilan ada detektor logam. Kita juga akan segera melengkapi untuk pengadilan-pengadilan di daerah, ujarnya.

 

Dihubungi terpisah, koordinator Indonesian Court Monitoring (ICM) Denny Indrayana menganggap respon Bagir terhadap kejadian di Sidoarjo terlambat. Kalau Pak Bagir baru sadar bahwa masyarakat tidak menghormati penegakan hukum itu terlambat.  

 

Denny menambahkan, ada dua bentuk aksi yang dilakukan masyarakat akibat ketidakpercayaannya terhadap institusi pengadilan. Pertama, ketidakpercayaan karena maraknya praktik mafia peradilan yang lahir akibat kinerja aparat yang tidak bisa dipercaya. Kedua, ketidakpercayaan yang hadir dalam bentuk kerjasama. Artinya, masyarakat ikut sebagai pelaku dalam praktik mafia peradilan. Jika yang pertama, tidak percaya terus melawan. Yang kedua tidak percaya tapi ikut bermain, tegasnya (22/9).

 

Ikut bermain ini, menurut pengajar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, dikategorikan menjadi tiga. Kategori pertama adalah penguasa. Ia berpandangan, jika itu kelompok penguasa, maka dia akan melakukan intervensi. Kedua, kelompok penguasaha, yang menitikberatkan pada komersialisasi. Sementara kategori ketiga, kelompok aparat, yang kerap menggunakan senjata dan kekerasan. Dan menurut Denny, yang terjadi di Sidoarjo adalah sesuai dengan kategori ketiga, dimana ada arogansi kekuasaan dan senjata yang kental ada dalam diri aparat.

 

Selain itu, ia menambahkan, terjadinya peristiwa pelecehan hukum, ketidakpercayaan, ketidakpatuhan dan terjadinya pembunuhan di pengadilan, lebih diakibatkan masyarakat sudah melihat produk hukum itu adalah produk yang bisa diinjak-injak dan tidak dihormati.

 

Wibawa merosot

Senada dengan Denny, Trimoelja D. Soerjadi, advokat dari Surabaya menyatakan jika kasus yang terjadi di Sidoarjo merupakan cermin bahwa wibawa pengadilan jatuh merosot. Kalau pengadilan mempunyai wibawa, peristiwa seperti ini nggak akan pernah bisa terjadi, tegasnya (22/9).

 

Hal itu,  di mata penerima penghargaan Yap Thiam Hien, ini dapat dilihat dari maraknya kasus penyerbuan dan pengrusakan terhadap pengadilan. Dan terbunuhnya hakim Pengadilan Agama A. Taufik itu sekedar menegaskan ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga yudikatif.

 

Mengenai rencana Bagir  untuk melengkapi pengadilan di Indonesia dengan alat deteksi logam dan aparat keamanan untuk mencegah agar kejadian di Sidoarjo tidak terulang, Trimoelja menyatakan jika peristiwa tersebut tidak dapat dicegah hanya melalui pendekatan yang bersifat teknis semata.

 

Justru, Trimoelja berpandangan, pengadilan melalui para hakimnya harus mawas diri dan berintrospeksi atas apa yang telah dilakukan selama ini. Ia meminta agar para hakim mengangkat citra pengadilan dengan memberikan putusan yang adil dan jujur. Sebab, kata dia, kalau institusi pengadilan dihormati tragis peristiwa seperti itu tidak terjadi.

 

Jadi ini adalah kesempatan untuk mawas diri, instrospeksi. Tolonglah hakim-hakim pengadilan mengangkat citra pengadilan dengan memberikan putusan yang adil, ucap Trimoelja. Jadi pencegahannya bukan persoalan teknis semata, tetapi perilaku hakim yang harus diperbaiki.

 

Denny juga berharap agar MA lebih arif menyikapi peristiwa ini. Meskipun pelengkapan alat pengamanan penting, namun yang lebih penting adalah perbaikan internal institusi pengadilan dulu.

 

Saya lebih cenderung dana yang besar itu dipergunakan untuk meningkatkan kapasitas intelektual para hakim, kata Denny. Misalnya dengan menyekolahkan mereka. Selain meningkatkan kapasitas intelektual, para hakim harus memperbaiki integritas moralitas mereka. Menurut Denny, itu dapat dilakukan dengan mengikuti kursus anti mafia peradilan.

 

Ia menambahkan, daripada menyediakan alat yang tidak terlalu mendesak, lebih baik dana dikucurkan ke pos yang lebih strategis. Yaitu peningkatan intelektual dan integritas hakim, bukan pada wilayah yang bersifat teknis pengamanan.

Dunia peradilan kembali dirudung duka dengan tewasnya Hakim Pengadilan Agama di Sidoarjo, Jawa Timur (21/9). Hakim yang bernama Ahmad Taufik (52) ini tewas setelah secara brutal dibunuh Kolonel Muhammad Irfan yang juga secara bersamaan membunuh mantan istrinya Eka Suhartini. Ironisnya, tragedi berdarah ini terjadi di ruang sidang ketika Taufik menyidangkan perkara pembagian harta gono-gini antara Irfan dan Eka.

 

Menanggapi peritiwa ini, Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan ketika ditemui seusai acara Rakernas MA di Hotel Sahid, Bali menyatakan keprihatinannya. Menurutnya, peristiwa ini menunjukkan rendahnya pemahaman masyarakat terhadap hukum. Untuk itu, lanjut Bagir, masyarakat perlu menghormati proses penegakkan hukum dengan cara menggunakan saluran-saluran hukum yang tersedia.

 

Kalau ada pihak yang tidak puas, seharusnya kan masih ada upaya banding dan kasasi, ujar Bagir.

 

Bagir menambahkan bahwa sebenarnya sudah ada aturan yang melarang siapapun membawa senjata ke ruang sidang. Namun, menurutnya, dalam kasus ini sepertinya pengamanannya cukup longgar. Mungkin, ucap Bagir, karena tempat kejadian adalah pengadilan agama yang umumnya menyidangkan perkara-perkara yang bersifat kekeluargaan.

Tags: