Perjanjian Pra Nikah: Solusi Untuk Semua?
Berita

Perjanjian Pra Nikah: Solusi Untuk Semua?

Tidak banyak orang yang bersedia menandatangani perjanjian pra nikah. Selama ini perjanjian pra nikah dianggap hanya untuk memisahkan atau mencampurkan harta suami istri. Akibatnya pihak yang mengusulkan dinilai masyarakat sebagai orang yang ‘pelit'.

Oleh:
CR-2
Bacaan 2 Menit
Perjanjian Pra Nikah: Solusi Untuk Semua?
Hukumonline

 

Menurut Tahir, beberapa hal yang bisa dimasukkan antara lain kalau suami memukul dengan cara tidak sayang dan istri keberatan, maka istri berhak mengadu ke pengadilan untuk minta cerai, atau kalau suami meninggalkan istri selama waktu tertentu beberapa bulan berturut-turut tanpa ada kabar, maka istri berhak mengadu ke pengadilan agama untuk minta cerai.

 

Perjanjian itu harus dibuat sebelum pernikahan dan didaftarkan di KUA, ditandatangani sebelum ijab kabul. Kompilasi Hukum Islam juga mengatur  mekanisme semacam itu, kata Tahir saat dihubungi hukumonline pekan lalu.

 

Program Officer lembaga pengkaji masalah-masalah perempuan dan perkawinan Rahima, Leli Nurrohmah, mengakui bahwa dasar hukum perjanjian pra nikah secara aspek teks memang tidak tersirat. Namun dilihat dari hukum Islam, Imam Syafii membolehkan perempuan menentukan persyaratan perjanjian pra nikah.

 

Bahkan bisa memasukkan persyaratan bahwa suami tidak akan menikah lagi. Itu dalam fiqih sebenarnya sudah pernah dibicarakan, walaupun dalam prakteknya kita masih lebih banyak melihat realitas pandangan itu, kata Leli.

 

Menurut Leli, hakikat dari perjanjian pra nikah dalam fiqih masih terbatas dalam pembolehan perempuan mengajukan persyaratan sebelum melakukan pernikahan. Hal ini sebagai upaya untuk melindungi perempuan selama dalam pernikahan.

 

Leli menambahkan bahwa pada zaman dulu perempuan tidak memiliki banyak hak, seperti aktualisasi diri sebagai manusia. Berbeda dengan saat ini, dimana sebagian besar perempuan bekerja di luar rumah. Akibatnya, banyak persoalan yang muncul. Ketika menikah hak-hak perempuan sering dibatasi. Nah, melalui perjanjian pra nikah, persyaratan dari pihak perempuan bisa dibicarakan, termasuk tentang pembagian harta jika terjadi perceraian.

 

Di Indonesia pernah ada kasus menimpa aktris Desy Ratnasari. Kita langsung berpikiran negatif, kok belum apa-apa sudah membicarakan harta gono-gini. Kadang itu menjadi negatif di mata masyarakat, kata Leli.

 

Padahal, lanjut ia, perjanjian pra nikah menjadi hak kedua belah pihak. Dengan demikian, bukan hanya perempuan saja yang menentukan persyaratan tapi laki-laki juga bisa menentukan. Jika dibicarakan dan disetujui kedua belah pihak, maka itu menjadi sah-sah saja untuk dilakukan, kata Leli.

 

Kewarganegaraan

Anggota Komisi I DPR Slamet Effendi Yusuf menilai sebaiknya wanita Indonesia meneken perjanjian pra nikah sebelum melakukan pernikahan dengan pria WNA. Isi dari perjanjian pra nikah itu antara lain bisa berisi perjanjian bahwa anak yang nantinya dilahirkan akan mengikuti kewarganegaraan ibu.

 

Ini bisa dilakukan dengan pertimbangan pekerjaan ibu di Indonesia, sehingga akan lebih memudahkan jika anak ikut kewarganegaraan ibu. Konsekuensinya adalah anak tidak bisa menikmati keuntungan menjadi warganegara negara asal ayahnya. Tapi semua ada risiko, kata Slamet dalam diskusi yang diadakan Alida Centre bertema Hubungan Hukum yang Bermartabat bagi Pasangan Nikah WNI-WNA di Hotel Gran Melia, Jakarta, Sabtu (22/10).

 

Jika pernikahan sudah terjadi dan tidak ada perjanjian pra nikah, Slamet menyarankan agar pasangan tersebut mengajukan permohonan ke pengadilan agar anaknya ditetapkan sebagai WNI. Namun, lanjut Slamet, perjanjian ini tidak akan berarti jika anak lahir di negara yang menganut ius soli seperti Amerika Serikat.

 

Selama ini berlaku ketentuan: anak yang lahir dari hasil perkawinan campuran mengikuti kewarganegaraan pihak ayah. Akibatnya, karena status anak adalah WNA, kelahiran anak harus dilaporkan ke kantor imigrasi untuk memperoleh surat lapor lahir (SLL) yang harus dilakukan dalam waktu 14 hari setelah kelahiran. Apabila terlambat akan dikenakan denda sebesar AS$20 per hari.

 

Setelah itu, anak harus didaftarkan ke kedutaan besar negara ayahnya untuk memperoleh paspor. Kemudian anak harus kembali dilaporkan ke imigrasi untuk mengajukan izin tinggal terbatas (Itas) dalam jangka waktu 60 hari sejak anak lahir. Jika terlambat, akan dikenakan denda sebesar AS$20 per hari. Anak juga harus dilaporkan untuk memperoleh Surat Tanda Melapor Diri (STMD).

 

Total proses tersebut (akte lahir, SLL, paspor, Itas dan STMD) membutuhkan biaya yang cukup besar, sekitar Rp5,5 juta per anak. Peraturan ini dinilai tidak mempertimbangkan bahwa perkawinan campuran juga terjadi di kota kecil yang penduduknya miskin dan pendidikan rendah.

 

Namun pendapat ini ditentang oleh Ketua Muda Urusan Lingkungan Peradilan Agama Mahkamah Agung Andi Syamsu Alam. Andi menegaskan bahwa kewarganegaraan tidak bisa diputuskan oleh perjanjian pra nikah. Tidak boleh menyangkut itu. Yang bisa dalam perjanjian pra nikah itu hanya yang menyangkut harta, itu yang selama ini kita lakukan, kata Andi.

 

Andi menjelaskan poin lain yang masuk dalam perjanjian pra nikah antara lain tidak boleh saling menghalangi dalam karir masing-masing. Meskipun demikian, lanjut ia, sebenarnya tidak perlu seperti itu. Kalau memang suami menghalangi istri, UU yang akan bicara, tegasnya.

Pasal 29 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa sebelum melakukan perkawinan, kedua pihak dapat membuat perjanjian tertulis yang disahkan pegawai pencatat perkawinan selama tidak melanggar batas hukum, agama dan kemanusiaan.

 

Guru Besar Hukum Agama Islam Universitas Indonesia Prof. Dr. H. M. Tahir Azhary menjelaskan bahwa selain tentang percampuran harta, perjanjian pra nikah juga bisa berisi semacam talak ta'lik yang diucapkan sesudah ijab kabul. Hal ini berarti suami melimpahkan hak talak pada istri dalam kondisi tertentu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: