Masih Banyak Tekanan, Peringkat Kebebasan Pers Indonesia Masih Di Bawah 100
Berita

Masih Banyak Tekanan, Peringkat Kebebasan Pers Indonesia Masih Di Bawah 100

Meski Presiden dan Ketua MA menjamin kebebasan pers, masih banyak tekanan dari publik, aparat birokrasi sipil dan militer terhadap pers.

Oleh:
CR-1/CR-2
Bacaan 2 Menit
Masih Banyak Tekanan, Peringkat Kebebasan Pers Indonesia Masih Di Bawah 100
Hukumonline

 

Atmakusumah memandang wajar Indonesia ada di posisi sekarang. Pasalnya, ia melihat begitu banyak tekanan yang dialami oleh insan pers, baik yang dilakukan publik, pemerintah maupun hukum positif yang ada.

 

Senada dengan Atmakusumah, Misbahudin Gasma, Direktur LBH Pers menyatakan ada beberapa kasus kekerasan pers di daerah yang tidak terekspos, yang kemungkinan sampai ke RSF. Selain itu, ia mencontohkan kasus hilangnya wartawan harian Berita Sore di Nias, Elly Telaumbanua, dan kasus gugatan Bupati Kupang terhadap beberapa jurnalis berkaitan dengan pemberitaan, yang mungkin menjadi penilaian negatif bagi Indonesia.

 

Indonesia pernah mengalami indeks yang bagus di awal era reformasi. Namun sekarang cenderung menurun karena banyak gugatan, terutama kasus yang mencemarkan nama baik, kata Misbahudin.

 

Disamping itu, baik Atmakusumah dan Misbahudin juga sepakat bahwa RUU KUHP merupakan faktor yang mempengaruhi peringkat Indonesia. Sebab, keduanya memandang sejumlah pasal di RUU tersebut berpotensi mengancam kebebasan pers.

 

Atmakusumah menambahkan, substansi RUU KUHP lebih mengancam profesi wartawan dibandingkan dengan KUHP warisan pemerintah kolonial Belanda yang masih berlaku hingga detik ini. Kata dia, jika dalam KUHP terdapat 35 pasal yang dapat memenjarakan insan pers, maka dalam RUU  tak kurang dari 49 pasal yang mengancam kebebasan pers.

 

Atas kenyataan ini, Atmakusumah mengaku heran. Padahal, ia memandang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan dalam beberapa kesempatan menyatakan akan menjamin kebebasan pers. Bahkan, menurutnya presiden beberapa kali  mencontohkan penggunaan hak jawab terhadap pemberitaan suatu media. Namun entah mengapa pembuat UU masih ketakutan, keluhnya.

 

Advokasi

Untuk memperbaiki peringkat kebebasan pers di Indonesia, Misbahudin menyatakan media harus terus melakukan penyadaran masyarakat dan melakukan advokasi, agar pasal-pasal di RUU KUHP yang mengancam kebebasan pers dihapuskan.

 

Selain itu, hal lain yang mungkin bisa meningkatkan peringkat Indonesia adalah jika RUU Kebebasan Memperoleh Informasi Publik (KMIP) dan RUU Perlindungan Saksi sudah disahkan.

 

Bukan itu saja, insan pers juga sudah waktunya merefleksikan apa yang telah dikerjakan saat ini. Menurut Atmakusumah saat ini banyak media dan wartawan yang tidak mematuhi kaedah dan kode etik jurnalistik dalam pemberitaannya. Banyak media yang tidak mematuhi kaedah jurnalistik yang paling minim, begitu juga wartawan, kritik Atmakusumah.

Indonesia berada pada peringkat 103 dari 167 negara terkait dengan indeks kebebasan pers dunia tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Reporters Sans Frontiers (RSF) pada akhir Oktober lalu. RSF sendiri adalah sebuah lembaga yang berkedudukan di Prancis, yang secara berkala mengeluarkan hasil penelitian tentang kebebasan pers sejak 2002.

 

Peringkat untuk Indonesia tahun ini masih lebih baik dibandingkan tahun lalu yang ada di peringkat 117 dari 167 negara. Tapi, bila dibandingkan peringkat 57 di tahun 2002, yang dicapai tahun ini jelas kalah jauh.

 

Mengomentari hal ini, mantan Ketua Dewan Pers Atmakusumah Astraatmadja, menyatakan ada beberapa hal yang menjadi patokan RSF untuk menentukan peringkat kebebasan pers sebuah negara. Ia sendiri mengaku selalu mengikuti perkembangan laporan penelitian RSF dari tahun ke tahun.

 

Komponen penilaian terbesar RSF, menurut Atmakusumah, adalah kebebasan untuk menyiarkan informasi. Diikuti kemudian dengan ada tidaknya tekanan oleh aparat birokrasi sipil maupun militer. Selanjutnya, dinilai pula hukum suatu negara--apakah melindungi atau justru mengancam kebebasan pers. Yang terakhir adalah kekerasan terhadap insan pers, misalnya kematian seorang wartawan akibat suatu pemberitaan.

Tags: