Pasal Santet dalam RUU KUHP Masih Sering Disalahpahami
Utama

Pasal Santet dalam RUU KUHP Masih Sering Disalahpahami

Kekeliruan penafsiran diperparah oleh ulah advokat yang mendorong kliennya untuk masuk lebih jauh ke dalam perdebatan isu santet.

Oleh:
M-1
Bacaan 2 Menit
Pasal Santet dalam RUU KUHP Masih Sering Disalahpahami
Hukumonline

 

Huda menegaskan yang terjadi selama ini adalah kekeliruan pemahaman masyarakat berkaitan dengan substansi pasal santet. Perdebatan lebih banyak mengarah ke soal pembuktian. Padahal santet tidak perlu dibuktikan karena masih sukar diterima secara logis. Hal yang perlu dibuktikan adalah penyebarluasan kemampuan santet yang dimiliki seseorang, baik bertujuan mencari keuntungan maupun tidak. Ranah hukum bukanlah tempat untuk membuktikan ada tidaknya santet.

 

Menurut Huda, tindak pidana santet yang dimaksud pasal 292 RUU KUHAP lebih mendekati pada delik penipuan, yaitu mengaku memiliki kemampuan santet dan menyebarluaskannya. Ayat (1) dari pasal ini dikenakan bagi pelaku delik yang melakukan tindakannya secara sporadis dan tidak berkelanjutan. Sementara ayat (2) melingkupi segala tindakan santet yang dilakukan dengan kontinuitas dan bertujuan mencari keuntungan (mata pencaharian).

 

Huda berharap, para ahli hukum tidak terjebak dalam pembahasan yang keliru mengenai pasal santet seiring mencuatnya dugaan santet terhadap Jampidsus Hendarman Supandji atau kisruh hubungan aktris Cut Memey dengan Jackson Perangin-angin. Ia justeru menyayangkan sejumlah advokat yang justeru mendorong kliennya untuk terlibat lebih jauh dalam perdebatan mengenai isu santet.

 

Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta ini mengingatkan bahwa pencantuman pasal santet justeru bermaksud mengajak masyarakat untuk meninggalkan pemikiran-pemikiran yang tidak maju ditinjau dari watak bangsa. Dasar pembentukan KUHP bukan hanya dari perbuatan yang dianggap tercela di dalam masyarakat, tetapi juga bertujuan membentuk watak bangsa, ujarnya.

Di tengah masih munculonya pro dan kontra, tim penyusun RUU KUHP justeru memasukkan masalah santet ke dalam bagian tersendiri yang disebut tindak pidana penawaran jasa penggunaan kekuatan gaib. Bagian ini hanya berisi satu pasal, yakni pasal 292.

 

Ayat (1) menyebutkan bahwa Setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, menimbulkan harapan, menawarkan atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak kategori IV. Ayat berikutnya menyebutkan jika pelaku tindak pidana tadi melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagai mata pencaharian atau kebiasaan, maka pidananya ditambah sepertiga.

 

Meskipun banyak kritik, tim revisi KUHP tetap berpendirian bahwa pasal 292 layak dipertahankan. Chairul Huda, salah seorang anggota tim, memastikan hingga saat ini pasal santet tersebut masih dipertahankan. Tidak ada perubahan lagi, ujarnya kepada hukumonline.

Tags: