Memahami Aspek Hukum Program Televisi
Resensi

Memahami Aspek Hukum Program Televisi

Buku ini bisa menjadi pedoman bagi pengelola stasiun televisi dan rumah-rumah produksi.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Memahami Aspek Hukum Program Televisi
Hukumonline

 

Literatur pertelevisian di luar negeri mencatat banyak contoh pelanggaran hak atas FPT. Di Belanda misalnya ada kasus Castaway Television Prod. Ltd & Planet 24 Prod. Ltd melawan Endemol. Perseteruan atas FPT acara Survivor ini bergulir hingga ke Mahkamah Agung Belanda.

 

Di Amerika Serikat pernah tercatat gugatan Pelt atas kesamaan format acara talk show di CBS Ind. Pada banyak kasus sengketa peniruan ‘ide' di Amerika Serikat, pengadilan banyak menggunakan ukuran substantial similarity untuk menentukan apakah peniruan ide dianggap sebagai pelanggaran hak cipta atau bukan (hal. 11-12).

 

Di Indonesia, gugatan hukum terhadap format program tv memang masih jarang terjadi. Meskipun kesamaan format tidak sulit ditemukan. Lihatlah sinetron-sinetron di layar tv kita yang banyak meniru film atau telenovela asing. Penulis juga mengakui kurangnya case di dunia pertelevisian Indonesia sebagai bahan analisis, sehingga buku ini lebih banyak mengambil contoh di luar negeri. 

 

Membawa FPT ke ranah hukum sama saja membicarakan hak cipta. Doktrin dasar hak cipta adalah doktrin penggunaan yang pantas (fair use doctrine). Penerapan doktrin ini dimaksudkan untuk tidak membatasi dan melanggar kebebasan orang dalam mengeluarkan pendapat atau karya. Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Hak Cipta juga menganut doktrin dimaksud. Pasal 15 menyebutkan bahwa jika sumbernya disebutkan, seseorang tidak dianggap melanggar hak cipta demi kepentingan pendidikan dan kegiatan ilmiah .

 

Masalahnya, FPT adalah pertarungan antara doktrin ide dan doktrin ekspresi. Ketentuan-ketentuan hak cipta, termasuk di Indonesia, hanya melindungi ekspresi, tidak melindungi ide. Padahal, FPT umumnya merupakan ide. Inilah yang dikhawatirkan oleh penulis: FPT tidak termasuk salah satu jenis ciptaan yang dilindungi Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. Akibatnya, muncul dilemma manakala suatu FPT ditiru oleh stasiun tv lain (hal. 90).

 

Penulis berpendapat, di tengah maraknya persaingan antar stasiun televisi di Indonesia, sudah saatnya memberikan perlindungan hak cipta atas FPT. Hak cipta bisa diberikan apabila format tersebut dikombinasikan sehingga menjadi satu kesatuan ciptaan sebagai program televisi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memperluas tafsir atas daftar ciptaan yang dimuat dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. Dalam memperluas tafsir itu, penulis menggunakan komparasi dengan perwajahan (lay out) sebuah karya tulis dengan mencari kemungkinan kesamaan-kesamaannya.

 

Buku ini sebenarnya merupakan ringkasan dari tesis yang dipertahankan penulis di Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Indonesia. Kesan atas sistematika yang kaku sesuai metode penulisan sebuah tesis sulit dihindari. Tata letak juga masih kurang sempurna. Meskipun demikian, karya yang ditulis Dedy Kurniadi ini patut diacungi jempol. Paling tidak, ia bisa membuat peringatan dini kepada para pengola stasiun televisi atau pemilik rumah produksi untuk berupaya maksimal melindungi ciptaan yang mereka buat dan siarkan.

Anda masih ingat gugatan terhadap pengelola acara televisi Who Wants to be a Millionaire? Acara kuis itu hingga kini masih bisa Anda saksikan di layar televisi. Ditayangkan di setidaknya 80 negara, who wants to be a millionaire termasuk salah satu acara televisi yang mendunia. Meskipun pertanyaan dan pembawa acara berbeda, format acaranya nyaris sama.

 

 

Perlindungan Hak Cipta atas Format Program Televisi

 

Penulis: Dedy Kurniadi

Penerbit: Jurist Publishing Jakarta 2005

Halaman: 108 + ix, termasuk daftar pustaka

 

Kasus who wants to be a millionaire mengingatkan banyak orang pada aspek hukum format program televisi. Bicara tentang aspek legal bisnis televisi tidak bisa lepas dari lisensi format program. Itu pula yang mendorong Dedy Kurniadi, seorang advokat, menulis buku bertema perlindungan hak cipta atas format program televisi.

 

Format program televisi (FPT) merupakan hasil kreativitas dan keahlian seorang pencipta format. Jadi, ia dimulai dari sebuah ide. Program itu bisa berupa film, talk show, kuis, dan reality show. Pihak ketiga dapat menayangkan acara tersebut setelah mendapatkan lisensi. Jika tanpa lisensi, besar kemungkinan akan ada gugatan dari pemilik lisensi.

 

Tetapi, persaingan antar stasiun televise untuk menayangkan program-program yang menarik pemirsa --dan iklan tentu saja—secara sadar telah meningkatkan kebutuhan akan berbagai jenis FPT. Tingkat persaingan yang ketat dan kemiskinan ide membuat plagiasi acara televise sering terjadi. Malahan, pelanggaran atas FPT sudah melintasi batas-batas negara (hal. 70).

Tags: