Sampai Kapan Pintu Rekonsiliasi MA dan KY Tertutup?
Fokus

Sampai Kapan Pintu Rekonsiliasi MA dan KY Tertutup?

Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial terus berseteru lewat berbagai upaya hukum. Terlalu pagi mengatakan kedua legal action itu ditempatkan seperti apa dalam kerangka rekonsiliasi.

Oleh:
Aru
Bacaan 2 Menit
Sampai Kapan Pintu Rekonsiliasi MA dan KY Tertutup?
Hukumonline

 

Bibit perseteruan semakin bersemai ketika Bagir pun menolak memenuhi panggilan Komisi Yudisial terkait kasus Probosutedjo. Dua hakim agung lain dalam majelis perkara Probo itu secara sukarela mendatangi ke KY. Tetapi Bagir emoh. Ia mengatakan sudah memberikan keterangan kepada KPK terkait masalah itu. Kalau KY masih membutuhkan keterangan tambahan, ya silahkan datang ke Mahkamah Agung atau ajukan pertanyaan tertulis. Begitu kira-kira alasan penolakan.

 

Di tengah kontroversi pemanggilan Bagir, eh KY mendatangi Istana ditemani Menhukham Hamid Awaluddin. Usai bertemu Presiden SBY, dilansir sebuah kabar yang (akhirnya) memantik perang terbuka. KY mengeluarkan gagasan seleksi ulang hakim agung dengan instrumen Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Ide itu langsung menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat awam, akademisi, LSM, dan Dewan Perwakilan Rakyat. Komisi III sampai turun tangan memanggil kedua lembaga dalam waktu berbeda.

 

"Curhat" kedua lembaga di Senayan rupanya tak juga menghentikan perseteruan. Malah kian meruncing kala beberapa media memberitakan 13 hakim agung yang dianggap bermasalah. Meski tak menyebut satu persatu nama hakim agung bermasalah tersebut, KY menjadi sasaran. Maklum, berita tentang 13 hakim agung bermasalah itu bertiup dari kantor KY di Jalan Abdul Muis.

 

Pemberitaan itu menyulut kemarahan MA, ujungnya, beberapa hakim agung melaporkan Ketua KY Busyro Muqoddas ke Kepolisian dengan tuduhan pencemaran nama baik. Laporan itu ditanggapi oleh anggota KY, Irawady Joenoes yang kala itu menyatakan siap melapor balik.

 

Tensi perseteruan tersebut agak mengendur saat hakim agung Artidjo Alkostar yang difasilitasi Todung Mulya Lubis, Advokat, melakukan perdamaian dengan Busyro. Suhu perseteruan juga nampak semakin turun ketika terbentuk tim fasilitator sebagai juru perdamaian MA-KY. Angin perdamaian terasa semakin sejuk melihat beberapa nama beken dalam tim. Ada Abdul Rahman Saleh, Jaksa Agung, Adnan Buyung Nasution, Advokat senior dan Mas Achmad Santosa dari Partnership dalam tim fasilitator.

 

Namun demikian periode manis dalam upaya perdamaian terasa getir kala hukumonline mendengar kabar gugatan 40 hakim agung usai mengikuti sidang MK. Dari pihak KY, Soekotjo Soeparto anggota KY yang menjadi Koordinator Hubungan Antar Lembaga mempertanyakan proses rekonsiliasi usai mendengar kabar 40 hakim agung mengajukan uji materiil UU KY ke MK.

 

Tanya saja ke tim fasilitator, bagaimana prosesnya, tukasnya saat ditanya masa depan rekonsiliasi MA-KY. Namun demikian, dirinya berharap rekonsiliasi segera terwujud.

 

Sementara, Djoko Sarwoko, Juru bicara MA yang juga menjadi salah satu pemohon uji materiil menyatakan pintu perdamaian MA-KY belum tertutup meski beberapa hakim mengajukan uji materiil.

 

Kendati demikian, Djoko mengungkapkan kekecewaannya atas sikap KY dalam proses perdamaian tersebut. Kita kan mematuhi permintaan agar cooling down, tidak mengeluarkan statement. Tapi mereka tidak. Padahal mereka yang mengusulkan. Bukannya ini pembalasan, bahwa setelah cooling down mereka masih kasak-kusuk, terus mengapa kita tidak, ujarnya, Senin (13/3).

 

Dalam kesempatan itu, Djoko memberitahukan jika KY sebenarnya kurang setuju dengan pembentukan tim fasilitator dalam upaya perdamaian. Bahkan, kata Djoko, salah satu anggota KY menganggap cara itu sebagai cara lama. 

 

Legal Action

Sementara itu, salah satu motor tim rekonsiliasi, Mas Achmad Santosa, mengaku tidak terlalu kaget atas langkah yang ditempuh beberapa hakim agung tersebut. Pasalnya, meski mengaku tidak mengetahui rencana itu, pria yang akrab dipanggil Mas Ota ini pernah mendengar rumor tentang itu.

 

Yang pasti, ia menyayangkan langkah yang diambil beberapa hakim agung tersebut. Pasalnya, hal itu akan mengakibatkan konflik MA-KY semakin terbuka. Ia khawatir, tujuan akhir dari penyelesaian perbedaan atau konflik ini, yaitu percepatan terhadap agenda pembaharuan peradilan sedikit terhambat. Meski demikian, Mas Ota, tidak mau meyalahkan langkah yang diambil beberapa hakim agung tersebut.

 

Saat ditanya apakah upaya uji materiil tersebut mempengaruhi kerja tim, Mas Ota mengiyakan. Awalnya, sebelum pengajuan uji materiil, tim kata Mas Ota sebenarnya sudah bekerja dengan KY dan MA untuk persiapan penandatanganan sebuah nota kesepahaman.

 

 Semacam agreement in principal, yang pokok dulu. Sebenarnya sudah bolak-balik, tapi akhirnya ada itu (uji materiil, red). Saya gak tahu apakah dengan adanya itu, nota ini direvisi atau dihentikan untuk sementara, kata Mas Ota.

 

Tentang keterlibatan tim negosiator MA dalam uji materiil, Mas Ota menyatakan hal itu tidak menjadi masalah. Menurutnya wajar jika anggota tim terlibat, karena mereka adalah pihak yang berkepentingan. Seperti diketahui, tim negosiator MA terdiri dari empat hakim agung yang termasuk dalam daftar 40 hakim agung yang mengajukan uji materiil. Yakni, Abdul Kadir Mappong, Harifin A. Tumpa, Djoko Sarwoko dan Imron Anwari.

 

Selain itu, Mas Ota juga menyatakan, upaya hukum atau legal action bisa menjadi salah satu cara menyelesaikan konflik MA-KY. Legal action tersebut katanya telah dilakukan baik oleh MA, maupun KY. Jika MA mengajukan uji materiil, KY telah lebih dahulu mengajukan Perppu revisi UU KY.

 

Tapi terlalu pagi untuk mengatakan kedua legal action itu ditempatkan seperti apa dalam kerangka untuk rekonsiliasi, tutur Mas Ota menyikapi langkah MA-KY. Langkah awal yang bisa diambil, kata Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia itu adalah menemui pucuk pimpinan kedua lembaga sesegera mungkin.

Bagaikan petir di siang bolong, informasi yang disiarkan oleh pegawai Mahkamah Konstitusi (MK), Senin (13/3) terasa mengagetkan. 40 hakim agung pada Jumat (10/3) secara resmi telah mengajukan permohonan uji materiil UU 22/2004 tentang Komisi Yudisial. Kepaniteraan MK sudah meregister permohonan itu.

 

LBH Jakarta, ICW dan MaPPI, tiga lembaga swadaya masyarakat yang selama ini banyak memantau dunia peradilan, menuding permohonan judicial review itu sebagai upaya MA mereduksi kewenangan KY. Kata kasarnya, Komisi yang baru berusia seumur jagung itu ingin dibunuh pelan-pelan. Tidak mengherankan kalau banyak orang yang kaget melihat langkah 40 orang hakim agung.

 

Mengagetkan, karena sebelumnya, babak kelam perseteruan dua lembaga sepertinya bakal terlewati. Boleh dikatakan selama dua minggu terakhir kedua lembaga memilih cooling down. Tetapi rupanya, waktu 'jeda' itu dipakai untuk menyusun amunisi baru.

 

Jika dirunut, perseteruan MA-KY ini dimulai dari penolakan Bagir Manan, Ketua MA, atas permintaan KY yang hendak memeriksa Harifin A. Tumpa, hakim agung berkaitan dengan kasus Arthaloka. Eksekusi gedung itu bermasalah, salah satunya karena menyangkut Harifin Tumpa sewaktu dirinya menjabat Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta.

Tags: