Menyikapi Priority Watch List USTR
Fokus

Menyikapi Priority Watch List USTR

Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual segera membahas penempatan Indonesia pada posisi priority watch list oleh United State Trade Representative (USTR).

Oleh:
Lut
Bacaan 2 Menit
Menyikapi <i>Priority Watch List</i> USTR
Hukumonline

 

Untuk isu-isu terkait dengan masalah HKI, lanjut Bari pihak Indonesia telah menjelaskan kepada USTR mengenai upaya-upaya yang secara kongkrit telah dilakukan dalam rangka perlindungan HKI, terutama aspek penindakan dan penegakan hukum. Dalam kaitan tersebut, Indonesia meminta agar AS dapat mempertimbangkan upaya-upaya serius Pemerintah tersebut untuk dijadikan pertimbangan guna memperbaiki peringkat Indonesia dari priority watch list (PWL) menjadi watch list (WL).

 

Sementara itu, Achmad Hossan, Direktur Hak Cipta, Desain Industri, mengemukakan bahwa Timnas HaKI memiliki target antara lain mengeluarkan Indonesia dari priority watch list. Posisi priority watch list itu merupakan lampu kuning bagi Indonesia. Bila posisi itu naik jadi foreign priority country maka AS bisa mengenakan sanksi dagang terhadap Indonesia, ujarnya.

 

Pembentukan Timnas HaKI, katanya, juga bertujuan untuk mengurangi tingkat pembajakan karya cipta dan meningkatkan peranan HaKI di sektor swasta. Selama ini, lanjut Hossan, pemerintah telah melakukan penegakan hukum dengan cara antara lain melakukan razia terhadap pusat-pusat perdagangan produk VCD, DVD bajakan.

 

Sebanyak 140 ribu keeping barang bajakan dalam aksi razia selama dua tahun (2003 dan 2004) telah dimusnahkan. Selan itu, penegak hukum juga telah menggrebek pabrik pengganda optical disc bajakan di Jakarta. Dalam razia ke pabrik itu sebanyak 33.000 keping DVD bajakan dan 20 ton bahan baku pembuatan DVD,VCD disita.

 

Timnas HKI juga telah mengagendakan rekomendasi Business Software Alliance (BSA) mengenai razia pemakaian piranti lunak bajakan di seluruh perusahaan maupun instansi pemerintah. Selain itu, agenda lainnya berkaitan dengan peringatan BSA tentang pembajakan piranti lunak melalui Internet yang mulai berkembang di Indonesia.

 

Pengawasan terhadap jaringan korporasi ini selayaknya dilakukan untuk mencegah penyaluran konten ilegal seperti piranti lunak bajakan. Memang penetrasi Internet berkecepatan tinggi di Indonesia diperkirakan masih di bawah 10% walaupun sejumlah kalangan memproyeksikan pertumbuhan broadband bisa mencapai 20% setiap tahunnya. Koneksi broadband umumnya digunakan kalangan bisnis dan perkantoran.

 

Beberapa perusahaan di Indonesia sebenarnya sudah memasang sistem untuk mencegah pengguna men-download data-data dari situs yang dikenal menyediakan piranti lunak bajakan – disebut juga crack program. Piranti lunak bajakan juga bisa menyebar melalui jaringan Peer-to-Peer (P2P), yakni jaringan tertutup yang langsung menghubungkan satu komputer dengan komputer lainnya hingga membentuk komunitas tersendiri. Selain piranti lunak, musik dan film bajakan juga beredar di Internet memanfaatkan broadband yang mampu menyediakan kapasitas penyaluran data di atas 256 kbps (kilo-bite per detik).

 

Kadin Eropa Membantu Penegakan HKI Indonesia

Dalam kesempatan jumpa pers itu, Kepala Bagian Perdagangan dan Ekonomi Kadin Eropa Andreas Julin menyampaikan apresiasinya terhadap upaya pemerintah Indonesia dalam menegakkan HKI ini. Memang tidak mudah karena sangat beragamnya karakter masyarakat Indonesia. Tapi, kami yakin semua ini bisa dilakukan, ujarnya.

 

Andreas menambahkan, penegakan HKI merupakan permasalahan yang luas yang umumnya melibatkan kompetensi dari banyak instansi pemerintah. Karena itu, lanjutnya, kondisi ini adalah tantangan tersendiri untuk meningkatkan kerjasama nasional dan internasional bagi Indonesia.

 

Melalui lokakarya selama dua ini, Andreas berharap Kadin Eropa dapat membantu mewujudkan peningkatan koordinasi dan efisiensi di antara berbagai instansi Indonesia yang terlibat dalam penegakan HKI sekaligus memberikan informasi tentang upaya hukum perdata versus pidana.

 

Harapan Andreas ini dipicu dengan kondisi yang ada saat ini dimana banyaknya otoritas lokal yang terlibat dalam penegakan HKI seperti Ditjen HKI, Ditjen Bea Cukai, berbagai cabang Polri, Jaksa Umum, Pengadilan Negeri, Pengadilan Dagang, Mahkamah Agung dan Penyelidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS). Akibatnya, terjadi tumpang tindih kewenangan di antara otoritas tersebut ketika menangani pelanggaran HKI. Kerjasama di antara mereka adalah kunci keberhasilannya, tegasnya.

 

Kerjasama ini yang menjadi fokus dari program kerjasama HKI Europe Chamber-ASEAN (ECAP) yang saat ini telah memasuki program kedua. Kerjasama ini merupakan prakarsa yang didukung oleh Komisi Eropa. Program ECAP II melibatkan kantor kekayaan intelektula yang ada di Brunei, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. Program ini bertujuan untuk memperkuat perlindungan hak-hak kekayaan intelektual yang akan berdampak pada meningkatnya perdagangan dan investasi EU-ASEAN. Total dana program ECAP II ini sebesar 9 juta Euro, jelas Andreas.

 

Target ke depan nanti, melalui program ECAP ini diharapkan di Indonesia akan memiliki Pengadilan Khusus yang menyidangkan kasus-kasus yang berkaitan dengan pelanggaran hak-hak kekayaan intelektual. Sampai hari ini, di kawasan Asean hanya Thailand yang telah memiliki pengadilan khusus di bidang HKI. Pengadilan ini biasa disebut Pengadilan Perdagangan Intelektual dan Internasional Pusat atau CIPITC.

Dua bulan setelah dibentuk pada 27 Maret 2006 melalui Keppres No. 4 Tahun 2006, Tim Nasional Penanggulangan Pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (Timnas HaKI) memulai aksinya pada akhir Mei lalu. Timnas HKI ini dipimpin oleh Menko Polkam. Sedang Menhukham sebagai Wakil Ketua, Menteri Perdagangan sebagai Ketua Harian dan Dirjen HKI sebagai sekretaris.

 

Aksi pertama yang telah diagendakan adalah membahas posisi Indonesia yang masih berada dalam priority watch list. Posisi ini berdampak pada adanya potensi ancaman sanksi internasional bagi Indonesia. Posisi itu juga mengindikasikan bahwa penegakan hukum di Indonesia yang berkaitan dengan HaKI, khususnya hak cipta masih buruk, sehingga berdampak kepada citra Indonesia di dunia internasional.

 

Sekretaris Timnas HaKI Abdul Bari Azed mengungkapkan bahwa pihaknya masih menunggu informasi dari Kedubes Indonesia di Washington DC berkaitan rencana aksi (action plan) yang disusun USTR untuk Indonesia. Pemerintah belum mendapat informasi soal action plan itu. Action plan ini nanti akan dibahas bersama untuk diimplementasikan di dalam negeri, sehingga Indonesia bisa keluar dari posisi priority watch list, kata Bari saat jumpa pers dalam acara lokakarya ECAP II bertema Civil versus Criminal Remedies, di Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Penempatan Indonesia dalam kategori priority watch list dilakukan USTR pada akhir April. USTR menilai bahwa penegakan hukum hak cipta di dalam negeri masih buruk. Posisi itu sudah ditempati Indonesia sejak 2001. Namun USTR akan melakukan out-of-cycle review (OCR) atau pengkajian di luar jadwal biasa karena pemerintah AS menilai ada kemajuan yang dicapai Indonesia. USTR belum memberi tahu kapan pengkajian itu dilakukan, kata Bari, yang juga Dirjen Hak Kekayaan Intelektual.

Tags: