Artis dan Sutradara Akan Mengajukan Uji Materi UU Perfilman
Berita

Artis dan Sutradara Akan Mengajukan Uji Materi UU Perfilman

MPI menilai UU Perfilman sudah tak relevan lagi. Ketua MK menyarankan beberapa nama advokat.

Oleh:
CRA
Bacaan 2 Menit
Artis dan Sutradara Akan Mengajukan Uji Materi UU Perfilman
Hukumonline

 

Terkait dua draft revisi UU Perfilman versi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta versi Badan Pertimbangan Perfilman Nasional (BP2N), Aziz dan Mira menyatakan penolakannya. Kedua draft ini tidak lebih baik dari UU yang ada, ungkap Abdul Aziz. Mira menambahkan Kedua-duanya masih memiliki spirit yang sama dengan UU yang ada saat ini.

 

Menurut MPI upaya legislative review melalui Dewan Perwakilan Rakyat yang telah dilakukan sejak 2001 akan diteruskan. Dian Sastro menganggap upaya legislative review akan memakan waktu yang panjang dan proses yang rumit. Karena kita harus meyakinkan banyak sekali anggota DPR. Maju ke MK hanya bisa dilakukan kalau ada UU yang benar-benar susah banget dilakukan legislative review, ucap Dian mengutip pendapat Jimly.     

 

Langkah MPI selanjutnya adalah mendata dan mengupas ketentuan dalam UU Perfilman yang menurut MPI benar-benar dapat diubah. Kita juga akan memikirkan untuk menggunakan kuasa hukum, tambah Dian.

 

Mira menyatakan hampir semua pasal yang ada dalam UU Perfilman. Salah satunya adalah upaya mengubah lembaga sensor film menjadi lembaga klasifikasi.

 

Tampaknya sosialisasi amandemen UUD 1945 masih belum menggapai insan seni, termasuk soal pengajuan uji materi UU di MK. Karenanya, Jimly menyarankan MPI untuk mempelajari kembali UUD 1945 hasil amandemen, sembari menyerahkan beberapa buku konstitusi dan UUD 1945.

 

Jimly juga menyarankan bila akan melakukan uji materi, MPI harus didampingi oleh pengacara-pengacara yang berkualitas. Lebih jauh,ia menyebut beberapa nama advokat, antara lain Todung Mulya Lubis dan Denny Kailimang.

 

Saran yang cukup unik, karena tidak ada ketentuan dalam UU MK maupun Peraturan MK yang mengharuskan pemohon didampingi advokat atau upaya hukum. Memang dalam beberapa pemeriksaan permohonan hakim konstitusi acap mencatat kurang baiknya kualitas dokumen dan argumen yang diajukan pihak yang kebetulan tidak diwakili penasehat hukum.

 

Dosen Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Mudzakkir, menilai pernyataan Jimly tersebut kurang etis. Menurutnya, Kalau namanya seorang hakim jangan sekali-kali menunjuk pengacara. Kecuali dalam perkara prodeo, itupun diserahkan sepenuhnya kepada tersangka. Jadi menurut saya tidak etis. Seharusnya Ketua MK cukup dengan menyarankan menggunakan penasehat hukum, tidak perlu menyebut nama.

Hari ini, Rabu (8/5) wajah Ketua MK Prof. Jimly Asshiddiqie tampak sumringah. Sejumlah artis serta sutradara yang tergabung dalam Masyarakat Perfilman Indonesia (MPI) beraudiensi di kantornya, lantai 2 Gedung MK di Jakarta.

 

Di antara ombongan MPI tampak wajah-wajah kondang seperti Dian Sastrowardoyo, Riri Riza, Mira Lesmana, dan Nia Dinata.  Riri Riza menjelaskan kepada Jimly tujuan MPI beraudiensi dengan MK adalah untuk berdiskusi seputar amandemen UUD 1945 dan kemungkinan pengajuan uji materi terhadap Undang-undang Nomor 8 Tahun 1992 tentang Perfilman (UU Perfilman). Mira Lesmana menegaskan tujuan MPI kali ini adalah untuk meminta legal opinion (pendapat hukum, red) dari Ketua MK.

 

Mira menjelaskan bahwa UU Perfilman yang berlaku pada masa Orde Baru sudah tidak relevan lagi. Cara UU Perfilman melihat film dengan cara kami melihat film sudah berbeda. Kami melihat film sebagai sarana untuk berekspresi, ujarnya.

 

Salah seorang Presidium MPI, M. Abdul Aziz, menyatakan UU Perfilman harus dikaji kembali struktur bepikirnya. Kita melihat film sebagai apa; sebagai media yang harus dikontrol atau sebagai bagian pengembangan budaya indonesia.

Halaman Selanjutnya:
Tags: