Rujuk Antar Dua Kubu di Ikadin, Mungkinkah?
Utama

Rujuk Antar Dua Kubu di Ikadin, Mungkinkah?

Perpecahan ditubuh Ikadin dinilai mencoreng maksud dan tujuan organisasi profesi. Rekonsiliasinya pun terancam gagal karena kedua kubu bersikukuh.

Oleh:
IHW/ISA
Bacaan 2 Menit
Rujuk Antar Dua Kubu di Ikadin, Mungkinkah?
Hukumonline

Disinggung mengenai keabsahan hasil Munas, Otto secara serta merta membeberkan bahwa Munas yang mengangkat dirinya adalah yang paling sah. Karena dihadiri oleh undangan peserta Munas yang sah, kemudian pada saat dibuka juga dihadiri oleh perwakilan dari Peradi, Kapolri. Setelah itu, Munas ditutup oleh perwakilan Mahkamah Agung, tandas Otto.

Tidak hanya itu, Otto juga mengaku kepengurusannya yang lebih representatif. Saya mendapatkan 71 suara dari 75 suara DPC (Dewan Pimpinan Cabang, red) Ikadin, ungkapnya. 

Roberto tidak mau kalah. Ia mengklaim, Munas lanjutan yang mengangkat Teguh Samudera diikuti 150 orang peserta yang bareng-bareng walk out dari Munas versi Otto. Bahkan ia juga menyatakan, Munasnya lebih demokratis dan partisipatif.

Karena formatur kepengurusan

Terpecahnya kepengurusan Ikadin ini berawal dari ditinggalkannya arena Munas Ikadin oleh sebagian pesertanya. Mereka lantas menggelar Munas tandingan di Hotel Bahtera yang kemudian mengangkat  Teguh Samudera sebagai Ketua Umum Ikadin Periode 2007-2011. Tak jauh dari tempat itu, tepatnya  di Hotel Novotel, peserta Munas yang lain memilih Otto Hasibuan sebagai pemimpin tertinggi Ikadin.

Roberto Hutagalung, Sekjen Ikadin dari kubu Teguh Samudera mengungkapkan, aksi walk out dilakukan ketika Munas memasuki agenda sidang pleno untuk membahas mengenai formatur kepengurusan. Disinilah bom itu meledak. Sebagian peserta yang walk out, menganggap Leonard Simorangkir telah secara otoriter memimpin persidangan. Leonard dinilai secara sepihak telah menetapkan bahwa kepengurusan ditentukan oleh formatur tunggal. Sementara, menurut Roberto, sebagian besar peserta sidang menghendaki formatur harus berkomposisi tiga orang.

Tindakan pemimpin sidang sangatlah otoriter dan bertentangan dengan tatib (tata tertib, red) sidang yang sudah disepakati, cetus Roberto. Padahal, lanjut Roberto, dalam tatib sidang sudah jelas disebutkan, jika ada perbedaan pendapat di persidangan, maka harus diupayakan untuk musyawarah. Jika musyawarah tidak tercapai, maka mekanisme yang bisa dilakukan adalah pemungutan suara (voting).

 

Nyatanya, pemimpin sidang sama sekali tidak memberikan mekanisme itu. Malah pemimpin sidang langsung mengetuk palu sebagai tanda pengesahan atas usulan formatur tunggal. Apa itu yang namanya demokrasi? ujar Roberto kesal.

 

Otto Hasibuan kontan membantahnya. Menurutnya, pemimpin sidang saat itu bersedia untuk melakukan voting, namun mereka terburu walk out. Saya menyesalkan sikap mereka yang saat itu melakukan walk out. Tapi saya berharap itu cuma ekspresi emosi mereka saja, tandasnya.

 

Pandangan lain datang dari perwakilan DPC Ikadin Jakarta Pusat (Jakpus), yang meski tidak ikut boyongan ke Munas 'tandingan', tapi kemudian bersama-sama dengan DPC Medan dan Surakarta, juga walk out pada saat sidang pemilihan ketua umum. Aksi walk out ketiga DPC ini dilakukan karena mereka mengaku tidak puas atas kepimpinan pemimpin sidang.

 

Soleh Amin, Ketua DPC Ikadin Jakpus, menilai sikap pemimpin sidang yang secara sepihak menetapkan formatur tunggal tanpa mau mendengarkan keberatan dari kubu Teguh, sangatlah tidak demokratis. Pemimpin sidang cenderung bersikap otoriter.

 

Selain itu, sejak awal Soleh mengaku sudah mencium ada gelagat tidak baik dalam Munas. Sepertinya sudah ada skenario dari pihak tertentu untuk menggolkan kepentingannya, urai Soleh. Indikasinya, proses pemilihan pimpinan sidang sudah diatur sedemikian rupa sehingga dalam setiap agenda sidang yang strategis, seperti pertanggungjawaban pengurus, selalu dipegang oleh pihak tertentu.

 

Secara logika, seharusnya orang yang menjabat sebagai pengurus, tidak boleh menjadi pimpinan sidang yang agendanya meminta pertanggungjawaban pengurus kan? kata Soleh. Tidak hanya itu. Contoh keanehan yang lain adalah ketika ada peserta yang memiliki perbedaan pendapat dengan pemimpin sidang, langsung diinterupsi atau disoraki oleh peserta lainnya, sambungnya.

 

Meski demikian, Soleh mengaku tidak bergabung dengan kubu Teguh Samudera. Sekali lagi saya tegaskan walk out kami lakukan, karena situasi di dalam Munas sudah tidak lagi kondusif. Kami juga tidak membuat Munas tandingan yang lain lagi. Karenanya kami tidak mau ikut bertanggung jawab atas segala keputusan yang diambil dalam Munas di Novotel. Tapi kami tetap loyal ke organisasi.

 

Ciderai maksud dan tujuan organisasi profesi

Advokat senior, Adnan Buyung Nasution, mengaku kecewa dengan perpecahan di tubuh Ikadin. Ia berpendapat, peristiwa itu malah mencederai maksud dan tujuan dibentuknya organisasi profesi. Buyung yang juga salah satu konseptor dibentuknya UU Advokat, menceritakan tujuan dibentuknya organisasi profesi advokat adalah untuk mengakselerasi proses demokratisasi dan penghormatan terhadap hak asasi manusia agar ide negara hukum mampu diwujudkan.

Peristiwa ini justru telah mencoreng nama organisasi profesi advokat, tegasnya. Lebih jauh ia menyatakan, Bagaimana organisasi mau berkontribusi mewujudkan cita-cita  negara hukum, jika organisasinya dipimpin oleh orang yang memiliki kepentingan sempit tertentu?

 

Khusus dalam perkara ini, Buyung menilai banyaknya kepentingan yang bermain. Terlihat dari proses persidangan itu sendiri, khususnya tentang mekanisme formatur persidangan. Abang melihat orang-orang yang memiliki vested interest ingin sekali mengusai Ikadin, untuk terus melanggengkan kekuasaan dan kedudukan. Buyung mencontohkan ketika pemimpin sidang Munas tidak mengindahkan adanya perbedaan pendapat di antara peserta di dalam persidangan.

 

Karenanya, Buyung pun mewajarkan sikap sebagian peserta yang memilih meninggalkan arena Munas dan kemudian membentuk Munas tandingan. Buyung pun berpesan, Jalan terus bagi pengurus baru yang tandingan itu. Buktikanlah kalau mereka benar-benar tulen, bukan loyang dan akan terus melanjutkan cita-cita dan perjuangan luhur organisasi profesi advokat.

 

Di sisi lain, Soleh Amin berpendapat, seharusnya tokoh advokat senior mampu menjadi juru damai agar kedua kubu dapat didamaikan. Tugasnya untuk mempersatukan kembali Ikadin sebagai organisasi advokat yang tertua. Jangan malah memihak ke salah satu pihak, pungkasnya.

Perpecahan internal di suatu organisasi ternyata tidak hanya terjadi di partai politik. Organisasi profesi advokat pun bisa saja mengalaminya. Organisasi advokat Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) salah satu contohnya.

Musyawarah Nasional Ikadin IV yang berlangsung di Balikpapan, Kalimantan Timur, akhir pekan lalu  berujung pada terbentuknya dua versi kepengurusan, yaitu versi  Otto Hasibuan dan versi Teguh Samudera. Keduanya saling mengklaim diri sebagai pengurus yang sah.

Saat dihubungi, Otto Hasibuan, menyesalkan tindakan kubu Teguh Samudera. Menurut Otto, sikap kubu Teguh dengan menggelar Munas tandingan sangat tidak demokratis dan tidak menghargai perbedaan pendapat. Meski demikian, Otto, yang juga menjabat sebagai ketua Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI), mengaku bisa saja menyelesaikan konflik ini secara damai. Prinsipnya kan, tidak ada yang tidak mungkin, jawab Otto. Namun saat ditanya bentuk perdamaian seperti apa yang ditawarkan, Otto tidak mau berkomentar lebih jauh.

Di pihak lain, Roberto Hutagalung, Sekjen Ikadin dari kubu Teguh Samudera, menyambut baik ajakan rekonsiliasi Otto Hasibuan. Sikap kami jelas, kami menyambut baik ajakan rekonsiliasi. Namun pihak Otto harus melebur ke kami, karena kepengurusan kami adalah kepengurusan yang sah Roberto berujar.

Tags: