Agar tak Disantap Rayap, Arsip Bakal Disimpan Pakai Perangkat Teknologi
Arsip Pengadilan

Agar tak Disantap Rayap, Arsip Bakal Disimpan Pakai Perangkat Teknologi

Sudah jadi keputusan Mahkamah Agung. Undang-undang Kearsipan perlu direvisi.

Oleh:
Her
Bacaan 2 Menit
Agar tak Disantap Rayap, Arsip Bakal Disimpan Pakai Perangkat Teknologi
Hukumonline

 

Paska banjir, kondisi ruang arsip PA Jaksel tak jua membaik. Ruang arsip di lantai dua memang rapi dan bersih. Sebaliknya, ruang arsip di lantai satu yang menyimpan berkas jadul tetap memprihatinkan. Berdasarkan pantauan hukumonline, berkas-berkas lapuk ditumpuk ala kadarnya. Debu menempel di sana-sini. Sebagian berkas bahkan telah disantap rayap.

 

Pengarsipan memang menjadi masalah serius bagi pengadilan, termasuk PA. Para petinggi PA bukannya tak menyadari kondisi itu. Pemecahannya tak segampang membalikkan telapak tangan, ujar Direktur Badan Peradilan Agama (Badilag) MA, Wahyu Widiana.

 

Sejak 1980-an, ketika MA baru memiliki Ketua Muda Perdata Agama—yang dijabat Prof Bustanul Arifin--, masalah pengarsipan sudah jadi keresahan kalangan petinggi PA. Masalahnya, menurut Wahyu, secara keseluruhan gedung PA masih kurang memadai. Ruang arsip pun di bawah standar. Jangankan ruang arsip, gedung saja masih kurang, keluh Wahyu.

 

Ada yang ganjil

Ketua Muda Perdata Agama MA, Andi Syamsu Alam, menyebut ada yang ganjil dari praktik pengarsipan di PA. Sekarang kewenangan PA makin banyak. Arsip juga makin banyak. Tapi kondisi gedung tak memadai, selorohnya.

 

Bertambahnya kewenangan PA lantaran UU No. 3 Tahun 2006 tentang PA --yang menggantikan UU No. 7 Tahun 1989—memberi 'lahan' baru berupa penanganan sengketa di bidang ekonomi syariah. Sebelumnya, PA hanya berkutat di wilayah kawin-cerai.

 

Walau kini perkara ekonomi syariah masih minim, bukan berarti PA tak 'kebanjiran' berkas. Di PA Indramayu, Jawa Barat, bahkan jumlah perkara pernah mencapai seribu per bulan. Jika tidak diatasi, lama-lama bukan gedung pengadilan, tapi gedung arsip, kata Andi.

 

Menyadari hal itu, MA telah berusaha memprioritaskan penanganan arsip di PA. Menurut Wahyu Widiana, Badilag dan Badan Urusan Administrasi MA berancang-ancang merelokasi dan merenovasi sebagian besar gedung PA. Ini menjadi tugas MA, karena sejak penyatuan atap di MA tahun 2004, PA tak lagi jadi anak asuh Departemen Agama.

 

Upaya lain berupa pemusnahan arsip juga ditempuh. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1979 tentang Penyusutan Arsip menjadi payung hukumnya. Namun, agaknya itu bukan jurus pamungkas. Arsip di PA memang ada yang dimusnahkan, tapi jumlahnya tak seberapa. Kita sering tidak tega, jelas Andi. Tentu, karena banyak pihak masih membutuhkan arsip-arsip lama untuk keperluan tertentu.

 

Keputusan MA

Walau pengarsipan masih jadi masalah, kalangan PA tak perlu murung. Sebab, kata Andi Syamsu Alam, melalui rapat kerja di Batam, September tahun lalu, MA telah memutuskan ke depan pengarsipan bisa menggunakan perangkat teknologi. Artinya, arsip tak melulu berbentuk kertas dan tak mesti bersemayam di rak-rak ruang arsip. Keputusan itu menyatakan, jika ada dana, PA dapat menyimpan arsip di microchip, papar Andi. Hanya, waktu pelaksanaannya masih belum pasti lantaran butuh dana yang tak kecil untuk merealisasikannya.

 

Keputusan itu diambil pimpinan MA setelah melakukan studi banding di California, Amerika Serikat. Andi bercerita, pengadilan-pengadilan di California hanya menyediakan ruang yang sempit untuk menyimpan arsip. Ruangannya cuma tiga kali tiga meter, tapi arsip puluhan tahun tersimpan di situ, kisah Andi. Rupanya, ribuan bundel berkas di sana telah ditampung di beberapa microchip. Dengan perangkat komputer, data di balik berkas itu dengan mudah dapat dibaca.

 

PA, lanjut Andi, bakal menerapkan sistem pengarsipan seperti itu. Hanya, dari segi legalitas, hal itu masih menjadi perdebatan. Undang-undang kita belum mengaturnya. Agar sesuai tuntutan zaman, pemerintah dan DPR harus memperbarui undang-undang itu, seru Andi. UU No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan Pokok Kearsipan dan ketentuan perundangan lainnya memang tidak mengenal arsip berbentuk microchip.

 

Jika perangkat hukum ini tak direvisi, mungkin para rayap akan terus berpesta. Sembari menyantap arsip, barangkali rayap-rayap itu bergumam, Mak Nyus Tenan....

 

Sejumlah pegawai Pengadilan Agama Jakarta Selatan tergopoh-gopoh menggotong bundelan kertas. Sementara itu, air telah menggenang hingga selutut. Jika para pegawai itu tak cepat bergerak, kertas-kertas itu bakal dilumat air. Meski usang bak koran bekas, kertas-kertas itu adalah berkas perkara, karena itu sangat berharga dan harus diselamatkan.

 

Di tengah upaya penyelamatan itu, seorang pegawai mengambil handycam. Ia abadikan momen itu. Rekaman handycam tersebut lantas disodorkan ke MA, disertai permohonan agar MA memberikan perhatian lebih untuk ruang arsip.

 

Peristiwa itu terjadi Februari lalu, saat banjir besar melanda Jakarta. PA Jaksel yang terletak di pinggir jalan sempit di Pejaten pun tak luput dari luberan air. Ruang arsip di lantai satu yang menyimpan berkas perkara tahun 1980-an disasar banjir hingga hampir semeter. Alhasil, jumlah arsip menyusut lantaran 'disobek-sobek' air. Kami sudah berusaha menyelamatkan berkas-berkas itu. Tapi mau gimana lagi. Namanya juga kertas. Kalau kena air ya rusak, tutur Heri, seorang pegawai PA Jaksel, pekan kemarin.

 

Hingga akhir Juli, jumlah perkara yang ditangani PA Jaksel selama 2007 sekitar seribu. Menurut Juru bicara PA Jaksel, Abduh Salam, setahun rata-rata PA Jaksel menangani lebih dari 1500 perkara. Jika PA ini berdiri di tahun 1960-an, berarti berkas perkara yang tersimpan telah mencapai puluhan hingga ratusan ribu.

Halaman Selanjutnya:
Tags: