Kim Johanes Tersandung Pailit
Berita

Kim Johanes Tersandung Pailit

Jakarta, Hukumonline. Pengusaha Kim Johanes Mulia dikenal sebagai pengusaha yang licin seperti belut. Namun, ternyata tidak selamanya hoki bos Grup Detta Marina ini mulus. Kim dan Adi Gunawan digugat pailit oleh Pengadilan Niaga

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Kim Johanes Tersandung Pailit
Hukumonline
Kim (selaku termohon I ) bersama koleganya Adi Gunawan (selaku termohon II) digugat oleh Irie Lumber Pte Ltd berkedudukan di Jepang (selaku pemohon I ) dan Century Wood Product Pte Ltd yang berkedudukan di Singapura (selaku pemohon II ). Pada sidang di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 24 Juli 2000, Kim dan Adi didampingi kuasa hukumnya Salomo R. Damanik, SH; Rahmaihut Damanik, SH; Darwis DM, SH: Mulatua Situmorang.

Pemohon I dan II mengajukan permohonan pailit terhadap termohon karena berdasarkan akte pernyatan no 248 tanggal 29 Nov 1999, telah mengambil alih seluruh utang dari PT Polwood Forest Industry (PFI) dan PT Polyub Swadaya Utama (PSU) yang berkedudukan di Jakarta Pusat kepada pemohon sebesar AS$1,2 juta dengan kurs saat itu Rp 7.000 per AS$1. Total jendral seluruh utang yang diambil alin itu senilai Rp8,4 miliar.

PFI dan PSU adalah dua perusahaan kayu nasional yang beroperasi di Pulau Ohe, maluku. Kabarnya, dua perusahaan ini milik mantan Ketua DPA, A.A. Baramuli. Fakta ini membuktikan bahwa Kim memiliki kedekatan dengan Baramuli. Hubungan Kim dan Baramuli terkuak pada saat Skandal Bank Bali meledak.

Sebuah sumber menceritakan, Kim dan Adi tergiur masuk kedua perusahaan itu karena melihat prospek industri kayu yang cerah. Walaupun investasi Irie Lumber di kedua perusahaan itu babak belur, Kim tetap masuk. Ketika Maluku bergolak, produksi kayu keII perusahaan itu terganggu. Kim dan Adi pun harus menanggung akibatnya.

Personal guarantee

Adi mengambil alih seluruh utang PFI dan PSU. Sebelumnya, Kim Johanes memberikan jaminan pribadi (). Jaminan pribadi ini untuk membayar tanpa syarat apapun dengan seketika dan sekaligus lunas kepada pemohon. Semua dan setiap dari jumlah utang yang ada dan di kemudian akan ada dan wajib dibayar oleh temohon I dengan jaminan pribadi yang dibuat di bawah tangan pada 23 November 1999.

Berdasarkan personal guarantee, pemohon telah memberitahukan surat pemberitahuan kepada termohon II sehubungan dengan kewajiban yang harus dibayar oleh termohon I yang merupakan kewajiban dari termohon II. Atas hal tersebut, pemohon mengajukan pailit kepada Adi Gunawan dan Johanes selaku pemberi jaminan.

Berdasarkan kesepakatan, seluruh utang akan dibayar secara angsuran sebanyak 24 kali angsuran dengan masing-masing angsuran Rp350 juta sebulan. Angsuran terakhir akan jatuh tempo pada 28 September 2001. Termohon sampai dengan angsuran kelima yang jatuh pada 29 Februari 2000 telah membayar sesuai dengan jadwal pembayaran angsuran yang ditetapkan.

Namun kemudian ternyata pembayaran angsuran keenam sampai kesembilan yang telah jatuh tempo pada 30 Juni 2000 sampai permohonan pailit didaftarkan pada 5 Juli 2000 tidak dibayar. Dan terhadap seluruh angsuran keenam hingga 24 tersebut termohon I dan II dikenakan bunga.

Novasi

Sidang pada 24 Juli ini telah memasuki tanggapan atas permohonan pailit tersebut. Pihak termohon I dan II telah memberikan kuasa kepada kantor pengacara Adnan Buyung and Partner yang diwakili oleh Panji Prasetyo, SH, Nugraha Ningrum SH, dan Ratna Desianti, SH.

Dalam tanggapannya, kuasa termohon mengajukan beberapa tanggapan. Pertama, jumlah hutang yang disebutkan tidak pasti dan belum jatuh tempo. Hal ini berarti permohonan pernyataan pailit yang diajukan para pemohon tidak memenuhi persyaratan hukum sebagaimana diatur dalam UU No 4/ 1998 tentang Kepailitan.

Kedua, para pemohon tidak dapat menagih utangnya kepada termohon karena telah terjadi peristiwa hukum novasi yang gagal. Pasalnya, tidak terpenuhinya syarat hukum untuk terjadinya novasi subyektif pasif, yaitu adanya pernyataan tegas dari para pemohon selaku kreditur untuk membebaskan PSU dan selaku debitur-debiturnya dari segala perikatannya untuk memenuhi prestasi lebih lanjut kepada para pemohon. Akibatnya hubungan hukum yang terjadi kembali kepada keadaan semula, sehingga para pemohon harus menagih hutangnya kepada PSI dan PSU, kata Panji.

Hal tersebut dikemukakan kuasa hukum termohon berdasarkan fakta yang didapat kuasa hukum termohon bahwa secara hukum novasi subyektif pasif yaitu penggantian subyek debitur dari PSI dan PSU tersebut tidak pernah terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak terpenuhinya syarat utama terjadinya novasi, yaitu adanya pernyataan tegas dari para pemohon selaku kreditur untuk membebaskan PSI dan PSU dari segala perikatannya dengan pemohon.

Konsekuensinya, sebagai penjamin yang secara tanggung menanggung mengikatkan diri untuk menjamin segala perikatan yang dibuat oleh PFI dan PSU.

Berdasar Pasal 1832 ayat 2 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, apabila ia (termohon) telah mengikatkan dirinya bersama-sama dengan si berutang utama secara tanggung menanggung; dalam hal mana akibat-akibat perikatannya diatur menurut azas-azas yang ditetapkan untuk utang-utang tanggung menanggung. Oleh karena itu menurut Pasal 1832 dinyatakan bahwa si penaggung (termohon) tidak dapat menuntut supaya benda-benda si berutang lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya.

Sidang hakim menunda persidangan sampai 26 Juli 2000 dengan acara sidang jawaban dari dari pemohon dan penyerahkan bukti dari masing-masing pihak sesuai dengan ketentuan UU No 4/1998 tentang kepailitan.

Sesuai dengan Pasal 6 ayat 4 UU No.4 Tahun 1998 bahwa putusan atas permohonan pernyaatn pailit harus ditetapkan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal permohonan pernyaatn pailit didaftarkan. Dengan ketentuan ini, hakim menjadwalkan pada 3 Agustus nanti kasus ini sudah akan diputus.

Pelajaran dari kasus ini adalah jangan sembarang memberikan jaminan pribadi. Salah perhitungan dan ambisi bisnis Kim agaknya telah menyeretnya ke sidang pailit.
Tags: