Intervensi Penerima Beasiswa Supersemar Kandas
Kasus Supersemar

Intervensi Penerima Beasiswa Supersemar Kandas

Majelis hakim sependapat dengan argumentasi Kejagung yang menolak intervensi penerima beasiswa karena permohonan intervensi dinilai tidak memenuhi syarat yuridis.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Intervensi Penerima Beasiswa Supersemar Kandas
Hukumonline

Muhammad Yuntri tidak bisa menyembunyikan ekspresi kekecewaannya, setelah majelis hakim menolak i

ntervensi yang diajukan oleh penerima beasiswa.
Yuntri, kuasa hukum pemohon intervensi langsung menyatakan sikapnya di persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (4/10).

"Kami menilai putusan sela yang menolak permohonan intervensi ini, telah melukai rasa keadilan dari satu juta orang penerima dan alumni penerima beasiswa Supersemar," kata Yuntri di persidangan. Karena itu, lanjut Yuntri, pihaknya akan mengajukan upaya hukum banding atas putusan hakim.

Di dalam amar putusannya, Wahjono, hakim yang memimpin persidangan memutuskan menolak permohonan yang diajukan oleh

Keluarga Mahasiswa dan Alumni Penerima Beasiswa Supersemar (KMA-PBS) untuk terlibat di dalam perkara gugatan antara Kejaksaan Agung (Kejagung) melawan Soeharto dan Yayasan Supersemar. Karena itu, hakim memerintahkan kepada para pihak yang berperkara untuk melanjutkan persidangan. Selain itu, hakim juga membebankan KMA-PBS untuk membayarkan biaya perkara sebesar Rp9 ribu.

Pada bagian pertimbangan hukumnya, Wahjono menandaskan tidak adanya kesesuaian kepentingan hukum KMA-PBS dalam pokok perkara gugatan yang diajukan Kejagung. Gugatan itu lebih menekankan pada dugaan adanya penyelewengan dana Yayasan Supersemar. Materi gugatan sama sekali tidak menyinggung mengenai aliran dana dari Yayasan ke penerima Beasiswa, jelasnya.

Padahal, masih menurut Wahjono, meskipun Pasal 279 RV (Reglement op de Rechtvoerdering) tidak menjelaskan lebih jauh mengenai pengertian 'adanya kepentingan' yang menjadi syarat untuk mengajukan intervensi. Namun, ada beberapa pendapat yang mencoba untuk menerangkannya. Salah satunya, seperti yang dikutip majelis hakim, adalah Sudikno Mertokusumo yang menyatakan 'kepentingan' dimaksud adalah kepentingan hukum dan ada hubungannya dengan pokok sengketa.

Selain itu, hakim berpendapat, KMA-PBS di dalam permohonan intervensinya tidak menjelaskan secara jelas mengenai posisinya dengan para pihak yang berperkara. "Apakah akan berdiri sendiri (tussenkomst) atau akan bergabung ke dalam salah satu pihak (voeging)?" kata Wahjono. Penegasan status posisi di dalam perkara ini, lanjut Wahjono, adalah penting dan lazim disebutkan dalam setiap pengajuan gugatan intervensi.

Melihat uraian di atas, majelis hakim sependapat dengan tanggapan Penggugat yang menyatakan

permohonan intervensi tidak memenuhi syarat yuridis. Karena itu, "Majelis hakim berpendapat, permohonan intervensi yang diajukan oleh pemohon tidak beralasan dan harus ditolak," tegas Wahjono.

Saat menyatakan tanggapan atas putusan, Yuntri malah menuding majelis hakim tidak cermat ketika memeriksa permohonan intervensi. Pasalnya, kata Yuntri, dalam surat permohonannya sudah dijelaskan bahwa KMA-PBS akan berpihak (voeging) kepada Yayasan Supesemar.

Entah khilaf atau tidak. Pada saat Hukumonline menanyakan masalah posisi KMA-PBS dalam pokok perkara kepada Yuntri selepas membacakan permohonan di persidangan sebelumnya, Yuntri malah menyatakan belum memutuskan sikap. "Nanti kita baru tetapkan sikap setelah para pihak menyampaikan tanggapan atas permohonan intervensi kami," ujarnya saat itu.

Sementara, Dachamaer Munthe, koordinator Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejagung menyambut baik putusan sela majelis hakim. "Putusan sela majelis hakim sudah tepat, karena permohonan intervensi yang diajukan para penerima dan alumni penerima beasiswa tidak memenuhi syarat yuridis," ujarnya singkat. Sedangkan kuasa hukum para tergugat, Juan Felix Tampubolon, memilih untuk tidak berkomentar.

Seperti diwartakan sebelumnya, Soeharto dan Yayasan Supersemar digugat oleh pemerintah karena dianggap secara melawan hukum menyalahgunakan dana yang dihimpun dari sejumlah bank milik pemerintah, yang sedianya disalurkan dalam bentuk beasiswa kepada mahasiswa dan pelajar yang dinilai berprestasi tapi tidak cukup beruntung dalam masalah finansial.

Kejaksaan mencatat, dalam kurun waktu 1982 hingga 2003, paling tidak terdapat 7 aliran dana yang tidak semestinya. Total dana beasiswa yang diselewengkan mencapai AS$420 juta dan Rp185,9 miliar. Persidangan akan dilanjutkan pada Senin (22/10) mendatang, dengan agenda pembacaan jawaban para tergugat atas gugatan penggugat.

Tags: