Suwoto mengemukakan, ada beberapa hal dari segi hukum yang menjadi persoalan dalam draft RUU Pemilu yang diajukan Depdagri. Pertama, siapa yang diberi kewenangan untuk menguji produk-produk Komisi Pemlihan Umum (KPU).
Suwoto sepakat bahwa KPU independen dan non-partisan serta tidak boleh berpolitik. "Tetapi jika dilihat dari tugas KPU, jelas ada ruang bagi KPU untuk bermain politik, khususnya dalam hal pemetaan daerah," kata Suwoto dalam sebuah diskusi mengeni RUU Pemilu di Jakarta.
Jika KPU ikut bermain politik di mana dihasilkan produk, misalnya penetapan, yang merugikan partai tertentu, Suwoto mempertanyakan apakan penetapan semacam ini dapat diuji. Oleh karena itu, Suwoto mengusulkan peradilan ad hoc pemilu.
Suwoto berpendapat, peradilan ad hoc Pemilu sebaiknya terdiri dari dua divisi. Divisi pertama bertugas menguji produk KPU dan divisi kedua menguji pelanggaran pemilu yang bersifat pidana.
Selain itu, Suwoto menilai masih perlu adanya Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang menurut rancangan dari Depdagri dihilangkan dan fungsinya dimasukkan ke dalam KPU. Ia berpendapat, sebaiknya KPU mempunyai wewenang untuk mengawasi pelaksanaan secara administratif, tetapi sifatnya internal.
Menurut Suwoto, Panwas merupakan pengawas yang bersifat eksternal yang memberikan sanksi administratif ataupun teguran. Sedangkan untuk pelanggaran yang bersifat pidana pemilu, yang menangani adalah pengadilan ad hoc.
Politik uang
Sementara itu, pengamat politik Andi Malarangeng juga mempertanyakan tidak adanya pengaturan untuk mencegah praktek politik uang (money politics) yang lebih kompleks. Memang, sudah ada beberapa pasal yang mengatur dana kampanye dan hal lainnya. Namun, tidak ada pengaturan mengenai orang yang memberikan sumbangan karena keinginan sendiri.