Buruk lagi Borok lagi
Audit BPK Semester I 2007

Buruk lagi Borok lagi

Banyak instansi daerah belum merampungkan laporan keuangannya. Tingkat penyelesaian pun rendah.

Oleh:
Ycb
Bacaan 2 Menit
Buruk lagi Borok lagi
Hukumonline

Sumber: BPK, 10 Oktober 2007

 

Dana Perimbangan

Sebelumnya, BPK menegaskan bakal mengaudit seluruh dana perimbangan dari pusat ke daerah. Anggota BPK I Gusti Agung Rai menjelaskan, BPK sudah bergerak dua bulan lalu. Agung mengerahkan pasukannya untuk memeriksa Rp450 triliun dana perimbangan selama tiga semester (tahun 2006 dan semester I 2007). Kami melibatkan 600 auditor yang tersebar menjadi 122 tim di 240 entitas daerah, terangnya.

 

BPK akan memeriksa kewajaran penggunaan dana ini, mulai dari tepat jumlah, tepat waktu, serta  tepat rekening. Akan kita lihat apakah besarannya sesuai dan memang tepat terkirim sesuai jadwal atau diendapkan dulu di rekening lain, tutur Agung Rai. Menurut Agung Rai, hasil audit baru bisa terlihat akhir tahun nanti. Pada akhir November atau awal Desember baru bisa kita lihat gambarannya, imbuhnya.

 

Anggota BPK lainnya, Hasan Basri, menandaskan, audit dana perimbangan hanya sebatas penyaluran dari pusat ke daerah. Artinya, BPK tak perlu memeriksa penggunaannya. Pengelolaan dana perimbangan sama saja dengan penggunaan APBD. Dan audit APBD sudah kita lakukan dengan memeriksa laporan keuangan daerah. Alasan Hasan, masih banyak daerah yang menggantungkan lebih dari 80% anggarannya dari dana perimbangan. Meskipun, sudah ada daerah yang surplus dan tak butuh dana perimbangan.

 

Laporan Keuangan Pemda

Anggota BPK Sapto Amal Damandari menandaskan, jika laporan keuangan daerah menunjukkan pola penyimpangan yang sama, hal ini bisa menjadi temuan nasional. Masih kita lihat. Jika hasilnya lebih dari 60% dari semua keuangan daerah, akan menjadi temuan nasional.

 

Menimpali Sapto, Hasan menjelaskan masih banyak pemda yang belum menyelesaikan laporan keuangan daerahnya. Ada empat jenis laporan keuangan daerah: laporan realisasi anggaran (LRA), neraca daerah, laporan aliran kas, serta penjelasan tiap pos. Namun, banyak daerah yang kesulitan menyusun keempatnya. Terutama daerah baru hasil pemekaran. Mereka baru merampungkan LRA, tukas Hasan gemas. Akibatnya, BPK belum rampung mengaudit 105 laporan keuangan daerah.

 

Sayang, menurut Hasan, BPK tak punya kewenangan menjatuhkan sanksi kepada pemda yang lemot melaporkan keuangannya. Tidak ada sanksi yang tegas bagi mereka dan memang BPK tidak punya kapasitas memberi sanksi.

 

Karena itulah, Hasan juga tak mampu menyalahkan dana pemda yang parkir ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Bukan pemda yang menempatkannya. Pemda menyimpan di rekening Bank Pembangunan Daerah (BPD), dan BPD itulah yang menempatkan dananya ke SBI.

 

Piutang Bank BUMN

Ini masalah lama: apakah piutang perbankan plat merah termasuk keuangan negara atau tidak? Tak jarang para bankir bank negara ini ragu menghapus buku atau setidaknya haircut kredit macetnya, lantaran takut dituding merugikan negara.

 

Anwar merasa kebijakan restrukturisasi piutang ini bukan porsinya. Terserah pemerintah mengambil kebijakan apa, tandasnya. Meski demikian, menurut Anwar, penyelesaian kredit macet sebaiknya cukup oleh level direksi saja. Ini arahnya kan pengalihan tanggung jawab pejabat negara kepada mekanisme pasar, sambungnya.

 

Maksudnya, daripada pejabat Direktorat Jenderal Piutang dan Lelang Negara repot-repot mengeksekusi settlement kredit macet, lebih baik diserahkan saja kepada direksi bank BUMN. Jalan keluarnya? Bisa saja birokrat pemerintah melimpahkan kewenangannya kepada direksi itu, timpal Anwar.

 

Uji Materi UU KUP

Meski sempat merajut 'tali islah' dengan Direktorat Jenderal Pajak, BPK tak surut juga berniat menguji materi UU Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP). Dengan audit, justru kita hendak membantu kinerja Ditjen Pajak. Lihat itu, Sukanto Tanoto menggelapkan pajak berkali-kali. Tax ratio kita rendah, setaraf Laos, timpal Anwar.

 

Anwar berujar bakal mengirim materi judicial review tersebut seusai Lebaran. Target kita seperti UU Perbankan. Lihat, kita bisa periksa bank BUMN tanpa khawatir rahasia nasabah bocor. BPK tak pernah melanggar kerahasiaan perbankan tuh, sambungnya.

 

Agung Rai menambahkan, BPK bersama Ditjen Pajak terus mencari langkah konkret. Kita ingin win-win solution, tukasnya. Solusi tersebut meliputi rambu dokumen, cara penyerahan dokumen, serta kerahasiaan dokumen yang boleh dijamah BPK.

 

Selain dengan Dirjen Pajak, BPK juga sempat berseteru dengan Mahkamah Agung soal pengelolaan uang panjar perkara. Namun atas inisiatif presiden, keduanya sudah berdamai.

 

Rapor tahun lalu

Berkali-kali Anwar berkoar, lantaran tersandung meja pajak itulah, BPK tak leluasa mengaudit. Akibatnya, laporan keuangan pemerintah disclaimer. Hal ini juga menimpa laporan keuangan pemerintah pusat 2006. Dari 82 organisasi kementerian negara atau lembaga, hanya 6 instansi yang memperoleh wajar tanpa perkecualian (unqualified), 39 wajar dengan perkecualian (qualified), serta 37 disclaimer. Sedangkan BP Migas memperoleh opini terburuk, tidak wajar (adverse). BP Migas ketiban duri itu lantaran pengelolaan cost recovery yang amburadul.

 

Keuangan daerah juga masih meninggalkan borok -dari total 362 laporan. Hanya tiga instansi daerah yang beroleh opini unqualified (Kabupaten Pontianak, Sambas, dan Kota Surabaya). Lalu ada 284 lembaga yang beroleh pendapat wajar dengan perkecualian. Lantas pendapat tak wajar untuk 19 instansi, dan 56 lembaga tak beroleh pendapat (disclaimer).

 

Ada beberapa contoh unik di berbagai daerah. Di Kabupaten Aceh Timur, terdapat ketekoran kas daerah Rp106,62 miliar. Di Kabupaten Purwakarta, terdapat kuitansi fiktif biaya makan-minum harian Sekda senilai Rp11,86 miliar. DI Kabupaten Cilacap, terdapat pengalihan hak guna bangunan kepada pihak ketiga yang merugikan keuangan daerah Rp33,02 miliar.

 

Di BUMN, tahun lalu BPK mengaudit 9 perusahaan plat merah. Empat di antaranya, PT Inti, PT Jasindo, PT Indofarma, PT Bank Ekspor Indonesia, mengantongi opini unqualified. Setengah strip di bawahnya, ada PT Peruri dan PT Merpati Nusantara Airlines (MNA) yang mendapat opini wajar tanpa perkecualian dengan paragraf penjelasan. Ranking dua ditempati PT PAL dan PT PNRI yang mmperoleh pendapat wajar. Sedangkan Perusahaan Jawatan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo berkali-kali memperoleh disclaimer.

 

Meski tergolong bagus, BPK punya dua catatan tersendiri buat MNA. Pertama, soal sewa guna (leasing) armada dari perusahaan Paman Sam, AF Aerospace yang tidak sesuai perjanjian sewa. Akibatnya, si burung besi terbebani biaya sewa yang tak efisien karena tidak dioperasikan, senilai AS$3,01 juta (setara Rp27,16 miliar). Kedua, MNA disuntik penyertaan modal negara (PMN atau divestasi negatif) sebesar Rp75 miliar. Namun 63,83% dari dana tersebut digunakan melenceng dari tujuan semula.

 

Selama 2004 hingga kini, BPK sudah memeriksa 36.009 temuan. Sayang, baru 24% atau 13.182 temuan yang baru ditindaklanjuti. Sisanya, 22.818 temuan, belum selesai ditindaklanjuti oleh auditee (entitas yang diperiksa).

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sekali lagi mengungkapkan, tingkat tindak lanjut atas temuan mereka rendah. Hal itu disampaikan oleh Ketua BPK Anwar Nasution dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (10/10). Kala itu, Anwar menyampaikan ikhtisar hasil pemeriksaan laporan keuangan negara Semester I 2007.

 

Pada periode itu, BPK telah memeriksa laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2006. BPK telah memeriksa 82 laporan keuangan kementerian negara/lembaga, 362 laporan keuangan pemda, serta 9 laporan keuangan BUMN dan 3 laporan keuangan BUMD.

 

Selain audit laporan keuangan, BPK juga mengenal pemeriksaan kinerja (performance audit) dan audit investigatif (special purpose audit). Sayang, BPK tak banyak memeriksa kinerja pemerintah (efektivitas, efisiensi, ekonomis). Hal ini lantaran pemerintah sendiri belum menetapkan indikator kinerja setiap unit kegiatannya. Untuk audit performance, BPK baru menjamah Departemen Kesehatan dan Departemen Pertanian untuk program penanggulangan flu burung. Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias (BRR) juga tak luput diperiksa pengadaan barang dan jasanya (procurement). BPK menemukan berbagai program tersebut belum efektif dan ada yang merugikan negara.

 

Untuk audit investigatif (tujuan tertentu), BPK menyorot 24 lembaga pusat, 217 pemda, serta 6 BUMN. Salah satu BUMN, PT Bahana Pembina Usaha Indonesia, ditemukan melanggar anggaran dasarnya dan merugikan perusahaan setidaknya AS$34,81 juta dan Rp212,80 miliar. Hal ini karena perusahaan tersebut memberikan fasilitas kredit kepada Asia Finance Ltd.

 

Perkembangan penyelesaian kerugian negara sampai dengan Semester I 2007

Dari 424 kasus kerugian atas tanggung jawab bendahara, baru selesai 24 kasus (1,2%).

Dari 3.750 kasus kerugian akibat ulah pegawai bukan bendahara, baru 17,6% yang diselesaikan. Kerugian negara dalam valuta asing belum ada penyelesaian.

Dari 1.543 kasus kerugian lantaran pihak ketiga, baru selesai 11,4%. Kerugian dalam valuta asing belum ada penyelesaian.

Halaman Selanjutnya:
Tags: