Ketua PN Jaksel Pimpin Sidang Pertama Beddu Amang
Berita

Ketua PN Jaksel Pimpin Sidang Pertama Beddu Amang

Jakarta, hukumonline. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) telah menetapkan 8 Febuari 2001 untuk sidang pertama Prof. Dr. Ir. Beddu Amang. Penetapan ini ditandatangani oleh Ketua PN Jaksel, Lalu Mariyun, yang uniknya juga akan menjadi Ketua Majelis Hakim untuk sidang perkara Beddu Amang ini.

Oleh:
Tri/Fat/APr
Bacaan 2 Menit
Ketua PN Jaksel Pimpin Sidang Pertama Beddu Amang
Hukumonline

Ketika ditanyakan mengapa harus Ketua PN Jaksel sendiri yang menyidangkan kasus Beddu Amang ini, Lalu menolak memberikan keterangan. "Ini kan hanya kewenangan saya membentuk Majelis Hakim," ujarnya singkat.

Penjelasan mengenai hal tersebut justru diberikan oleh Kepala Panitera Sub Pidana M. Yusuf. Menurutnya, perkara ini diketuai langsung oleh Ketua PN Jaksel. Pasalnya, sidang perkara Beddu Amang yang mantan Kabulog pada masa Pemerintahan Orba ini adalah kasus besar dan menarik perhatian masyarakat.

Sudah menjadi kebiasaan di PN Jaksel, kasus-kasus besar dipegang langsung oleh Ketua PN Jaksel.  Jadi, Lalu yang komandan PN Jaksel pun mendapat kasus kakap. Persidangan kasus Soeharto yang menyedot perhatian masyarakat juga dipimpin oleh Lalu Mariyun.

"Dulu pernah pada masa Ketua PN Burhan Husin, dia hanya mau memegang perkara-perkara biasa, sedangkan perkara-perkara besar dipegang oleh hakim lain," jelas Yusuf.

Yusuf mengungkapkan, anggota majelis hakim akan terdiri dari antara lain: Soemarno yang saat ini menjabat Wakil Ketua PN Jaksel dan Usman Dani.  Sementara untuk panitera penggantinya langsung dipegang oleh M. Yusuf sendiri dan Yunda Hasbi, Kepala Kepaniteraan Hukum PN Jaksel. 

Beddu Amang saat ini masih dikenakan status tahanan rumah oleh PN Jaksel. Pada 8 Febuari nanti, ia akan disidangkan untuk tindak pidana korupsi semasa kapasitasnya sebagai Kabulog. Tindak pidana korupsi tersebut didakwa telah dilakukannya dengan terpidana Hutomo Mandala Putra, terpidana Ricardo Gelael dan Hokiarto pada 11 Agustus 1995 dan pada 7 Febuari 1997 di Kantor Bulog, Jakarta Selatan. 

Merugikan negara

Beddu didakwa telah melakukan ruilslag (tukar guling) barang atau milik kekayaan negara berupa aset Bulog yang terletak di Kelapa Gading, Jakarta Utara. Tanah seluas 502.315 meter persegi berikut bangunan gudang dan Kantor Bulog di-ruilslag dengan tanah pengganti di Marunda seluas 712.745 meter persegi dan bangunan Kantor Dolog Jaya di Jl. Ahmad Yani.

Ternyata, pelaksanaan ruilslag tersebut melanggar ketentuan dan tata cara tukar menukar barang milik negara, sehingga negara dirugikan sebesar Rp95,4 miliar. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Beddu dengan dakwaan primair Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 3 Tahun 1971 jo. Pasal 28 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-satu KUHP; serta dakwaan subsidair Pasal 1 ayat (1) sub B UU No. 3/1971 jo. Pasal 28 jo. Pasal 55 ayat ke (1) KUHP.

Sebelumnya, kasus Beddu Amang ini pernah dilimpahkan ke PN Jaksel. Namun, berkasnya dikembalikan oleh pengadilan tingkat pertama tersebut ke Kejaksaan Negeri Jaksel. Pada waktu itu, JPU belum mendapat persetujuan dari Presiden sehubungan dengan status Beddu yang masih sebagai anggota MPR. Lantas, Majelis Hakim PN Jaksel mengeluarkan putusan sela dan mengembalikan berkas terdakwa Beddu.

Pada 25 Januari 2001 pihak Kejaksaan Negeri Jaksel melimpahkan kembali kasus Beddu Amang ke PN Jaksel dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana korupsi. Dengan demikian, pemeriksaan terhadap salah satu pejabat tinggi jaman Orba itu pun dilanjutkan kembali. Kali ini, Beddu Amang bukan lagi anggota MPR.

Tags: