Divonis 4 Tahun, Rekanan AFIS Tuding Petinggi Daktiloskopi Terlibat
Berita

Divonis 4 Tahun, Rekanan AFIS Tuding Petinggi Daktiloskopi Terlibat

Dalam putusan Eman Rahman, majelis hakim Tipikor menyebut keterlibatan beberapa pertinggi Departemen Hukum dan HAM. Terdakwa juga menuding Direktur Daktiloskopi Nazaruddin Bunas sebagai 'aktor' pengadaan AFIS.

Oleh:
Mon
Bacaan 2 Menit
Divonis 4 Tahun, Rekanan AFIS Tuding Petinggi Daktiloskopi Terlibat
Hukumonline

 

Kalau ditelisik dari salinan BAP Yusril yang diperoleh hukumonline, penyidik KPK saat itu, Irsan dan Rony Samtana, tidak menggali latar belakang mengapa penyerahan memorandum itu disampaikan oleh Yendra. Yusril menegaskan dalam poin 46 BAP bahwa ia mengenal Yendra Fahmi sebelum ia menjabat sebagai Menteri Hukum dan HAM. Saya mengenalnya hanya sebagai kawan saja, kata JPU I Kadek saat membacakan BAP beberapa waktu lalu. Sayang, pertanyaan penyidik berhenti di situ. Penyidik tidak menggali lebih dalam tentang keterkaitan Yusril dan Yendra Fahmi dalam pengadaan alat AFIS ini.

 

Eman merasa kena getahnya karena menyerahkan memorandum ke Yendra. Majelis hakim menilai Eman seharusnya tidak terlibat dalam pengurusan administrasi pengadaan AFIS. Baik langsung maupun tidak langsung, kata hakim Dudu Duswara.

 

Selain menyerahkan memorandum, Bunas dan Tjapah disebut memfasilitasi pertemuan antara Yendra dan Eman. Pasalnya Tjapah merelakan ruang kerjanya sebagai ruang rapat Yendra dan Eman. Atas perintah Zulkarnain Yunus, kata Dudu. Zulkarnain saat itu menjabat sebagai Dirjen Administrasi Hukum Umum.

 

Dalam pertemuan itu, mereka membicarakan kesepakatan kerja sama. Eman juga berjanji memberi keuntungan 10 % kepada Yendra. Padahal saat itu panitia pengadaan belum menunjuk Eman sebagai pelaksana proyek AFIS. Usai sidang, Eman menegaskan bahwa pertemuan itu digagas oleh orang dalam Depkumham. Bukan inisiatif saya, tegasnya.

 

Ia mengaku belum mengenal Yendra sebelumnya. Setelah kesepakatan itu, terbukti pada 11 Oktober 2004, Eman ditunjuk langsung untuk menyediakan AFIS. Penunjukan kilat itu tidak disertai prosedur penunjukan langsung yang ditentukan Pasal 20 ayat (1) Keppres 80/2003.

 

Menurut majelis hal itu bertentangan dengan prinsip persaingan usaha yang sehat. Seharusnya penunjukan dilakukan dengan transparan, terbuka dan perlakuan yang adil dengan semua pihak. Hal ini bertentangan dengan Pasal 2 dan 3 Keppres 80/2003, tegas Dudu.

 

Keterlibatan Eman dalam AFIS itu dinilai sebagai medepleger (turut serta melakukan) oleh majelis. Eman terbukti melabrak Pasal 2 ayat (1) UU No.31/1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20/2001. Hal itu dibuktikan dari kickback dari keuntungan proyek AFIS.

 

Hasil perhitungan majelis, Eman mendapat keuntungan sebesar Rp6,426 miliar. Sebagian dari uang itu kemudian antara lain dirubah menjadi dua mobil Mercedes Benz seharga Rp650 juta dan Mercedes seharga Rp330 juta. Kedua mobil itu telah disita KPK sebagai barang bukti saat penyidikan.

 

Menanggapi putusan majelis hakim, jaksa Edy Hartoyo belum bisa menentukan banding atau tidak. Kita laporkan dulu pada pimpinan, katanya. Sementara Eman dan penasihat hukumnya, Umbu Samapaty satu kata. Banding, tegasnya.

 

Keterlibatan petinggi Depkumham dalam kasus korupsi Automatic Fingerprint Identification System (AFIS) diakui majelis hakim Tipikor. Dalam putusan Eman Rahman, Direktur PT Sentral Filindo, Kamis (8/11), majelis hakim pimpinan Moerdiono menyebutkan bahwa Nazarudin Bunas (Direktur Daktiloskopi) dan Richson Hormat Tjapah (mantan Sesditjen AHU) punya peranan dalam kasus korupsi itu.

 

Sebaliknya nama Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Hukum dan HAM tidak banyak disebut majelis hakim. Yusril hanya kebagian peran dalam menandatangani memorandum penunjukan langsung. Memorandum itu pun merupakan ‘hasil karya' Bunas dan Tjapah. Dalam memonya Yusril tak menyebut nama perusahaan yang akan ditunjuk secara langsung.

 

Terdakwa Eman bahkan menuding Bunas sebagai aktor dalam kisruh pengadaan AFIS. Aktor sebenarnya adalah pengguna langsung, Direktur Daktiloskopi, tegasnya berapi-api. Bunas sebagai pengguna AFIS, kata Eman, punya kepentingan yang besar. Sayang Eman tidak bersedia memerinci kepentingan itu. Dalam kesaksiannya di depan persidangan beberapa waktu lalu,  Bunas  menyebutkan proyek AFIS sudah direncanakan sejak tahun 2000.

 

Mereka (Direktorat Daktiloskopi) mencari alat AFIS tapi tidak ketemu, makanya pada 2003 saya dipanggil, kata Eman. Karena itu Eman keberatan atas putusan majelis hakim, meski lebih rendah dari tuntutan jaksa. Majelis hakim memvonis Eman empat tahun penjara plus denda Rp250 juta, subsidair Rp250 juta. Eman juga dibebankan untuk membayar uang pengganti sebesat Rp3,7 miliar. Eman mengaku trauma bekerja sama dengan kalangan plat merah. Saya tidak akan percaya lagi terhadap pemerintah, katanya.

 

Memorandum

Dalam pertimbangan hukumnya, majelis hakim menyatakan bahwa memorandum itu disampaikan ke tangan Menteri Yusril melalui Yendra Fahmi. Sebelum sampai ke tangan Menteri, memorandum itu empat kali berpindah tangan. Dari tangan Tjapah ke Bunas. Lalu Bunas ke Eman hingga ke tangan Yendra.

Tags: