Air Mata Perpisahan di YLBHI
Utama

Air Mata Perpisahan di YLBHI

Semua pihak berharap kejadian ini tak mengganggu proses advokasi YLBHI. Patra M Zen mengaku siap turun ke pengadilan.

Oleh:
Her/IHW
Bacaan 2 Menit
Air Mata Perpisahan di YLBHI
Hukumonline

 

Bagi 18 orang ini, keluar dari YLBHI merupakan pilihan terbaik. Beberapa upaya telah mereka tempuh namun menuai jalan buntu. Ini adalah pilihan terbaik yang akan menguntungkan semua pihak, baik Patra M Zen, Dewan Pembina mapun karyawan, kata Tobas—panggilan Taufik Basari.

 

Tobas menjelaskan, acara perpisahan ini digelar sebagai puncak kekecawaan staf dan karyawan YLBHI terhadap kepemimpinan Patra. Tapi kami tidak membicarakan masalah personal. Ini mengenai kepemimpinan, terangnya.

 

Tobas belum bisa memberikan keterangan mengenai masa depan ke-18 staf dan karyawan itu. Namun demikian, para karyawan telah sepakat untuk menuntut pesangon yang besarnya mengacu kepada ketentuan UU Perburuhan. Para Staf YLBHI juga punya tuntutan. Selama ini honorarium para staf dipotong 30 %. Sekarang mencapai Rp100 juta. Kami menghimbau agar uang itu diberikan kepada LBH-LBH di daerah. Itu semacam wasiat kami, jelas Tobas.

 

Dengan keluarnya 18 orang itu, kini YLBHI hanya dinahkodadi empat pengurus. Selain Patra M Zen, mereka adalah Tabrani Abby, Erna Ratnaningsih, dan Zainal Abidin. Kabar yang beredar menyebutkan, Zainal Abidin lebih memihak staf dan karyawan, meski ia tak ikut menandatangani surat mosi tidak percaya.

 

Patra ingin bukti

Baik Patra maupun anggota Dewan Pembina tidak hadir dalam acara perpisahan itu. Dua hari ini saya sedang sakit thypus, ujarnya, kepada hukumonline, lewat gagang telepon.

 

Patra menyatakan mundurnya para staf dan karyawan merupakan persoalan kecil.  Namun demikian, ia mengaku sangat kaget ketika pada 10 Oktober ia menerima sepucuk surat mosi tidak percaya. Sebelumnya ia tak pernah melihat gelagat kekecewaan dari staf dan karyawan YLBHI. Setelah itu, pada 11 Oktober, saya bilang kepada seluruh LBH. Semua harus kerja. Persoalan ini tidak perlu dipermasalahkan. Jangan pikirkan saya. Mereka solid. Nggak perlu loyal sama saya. Yang penting kerjanya benar, kata Patra.

 

Patra menolak seluruh isi mosi tidak percaya yang ditujukan kepadanya. Dewan Pembina menyatakan saya tidak melanggar Anggaran Dasar YLBHI. Saya juga bukan seorang maling, tandasnya.

 

Patra juga tak mempedulikan pandangan para staf dan karyawan YLBHI terhadapnya. Terserah 18 orang itu mau mengatakan apa. Tapi pendapat itu harus ada buktinya, ujarnya dengan nada tinggi.

 

Soal pesangon, alumnus Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya Palembang ini menyatakan, ia tidak pernah memberhentikan seorang pun staf maupun karyawan YLBHI. Berdasarkan Undang-undang, pesangon atau uang penghargaan masa kerja diberikan jika di-PHK. Saya tidak pernah mem-PHK orang. 18 staf dan karyawan itu mundur. Mau digugat saya siap, ujar Patra.

 

Bermula menjelang lebaran

Benih konflik di YLBHI ini mulai tumbuh menjelang lebaran, tepatnya 10 Oktober. Hari itu, Patra menerbitkan SK Badan Pengurus YLBHI No. 022/SKEP/YLBHI/X/2007 tentang Perubahan SK No. 050/SKEP/YLBHI/X/2006 tentang Pengangkatan dan Pengesahan Staf dan Karyawan Badan Pengurus Periode 2007-2008.

 

Dengan SK itu Patra mereposisi beberapa staf dan karyawan YLBHI. Beberapa orang menempati jabatan baru. Tapi ada lima nama yang tak lagi disertakan Patra dalam kepengurusannya. Mereka adalah Rita Novela (bendahara), Ferry Siahaan (asisten advokat publik), Labora Siahaan (asisten kepala kantor), Louise Adonia (sekretaris Ketua YLBHI), dan Fenta Peturun (wakil ketua operasional).

 

Sebelumnya kami lakukan evaluasi secara internal. Salah satu evaluatornya Tobas, cerita Patra. Berdasarkan pertimbangan dalam SK tersebut, Badan Pengurus YLBHI menempuh upaya itu karena sedang mengalami kesulitan dana operasional dan over head cost.

 

Rupanya 18 staf dan karyawan menolak keputusan itu. Pada hari yang sama, mereka langsung membikin surat mosi tidak percaya terhadap kepemimpinan Patra. Surat itu mereka sampaikan kepada Ketua dan anggota Dewan Pembina YLBHI, serta ditembuskan kepada 14 kantor LBH di daerah. Lewat surat itu, pada intinya mereka menyatakan, kepemimpinan Patra dijalankan secara otoriter, tidak menghargai pendapat orang lain dan tidak transparan. Kami tidak dapat bekerjasama di bawah kepemimpinan Saudara Patra M Zen dan berharap Dewan Pembina YLBHI mengambil kebijakan yang diperlukan untuk menyelamatkan YLBHI, kata mereka dalam surat itu.

 

Setelah itu, Dewan Pembina YLBHI segera mengadakan pertemuan dengan Patra. Tak lama kemudian, Dewan Pembina juga mengajak perwakilan staf dan karyawan untuk berembug. Namun rembugan itu tak menghasilkan mufakat. Dewan Pembina justru mempersilahkan Patra untuk terus menduduki kursi Ketua YLBHI hingga 30 September 2011.

 

Keputusan Dewan Pembina itu diambil pada 21 Oktober lalu. Dewan Pembina tidak menemukan alasan kuat untuk memberhentikan Patra. Patra dinyatakan tidak melanggar Anggaran Dasar dan tidak pula melanggar hukum. Yang ada hanya masalah ketidaksukaan terhadap leadership style, kata Sekretaris Dewan Pembina YLBHI Mas Achmad Santosa.

 

Patra pun langsung bergerak cepat. Ia menyusun struktur kepengurusan yang baru.

Pada 6 November, Ketua Dewan Pembina YLBHI Toeti Heraty N. Roosseno mengesahkan pimpinan dan struktur Badan Pengurus periode 2006 – 2011 yang dibikin Patra.

 

Struktur pimpinan baru tersebut disahkan melalui SK No. 027/SKEP/YLBHI/XI/2007 yang mengubah SK sebelumnya. Erna Ratnaningsih tetap menjadi Wakil Ketua I Bidang Jaringan dan Penggalangan Dana. Tabrani Abby juga tetap menjabat Wakil Ketua II Bidang Internal. Untuk staf, saya akan mengambil kader-kader LBH. Untuk karyawan, saya akan melakukan perekrutan, kata Patra. Ia berharap, dengan struktur yang ramping kinerja YLBHI semakin meningkat, efisien dan cepat dalam pengambilan putusan.

 

Nasib perkara

Sebelum mengundurkan diri, Tobas dkk sudah menyerahkan sebentuk laporan pada 13 November lalu. Di antara laporan itu ialah perkembangan terakhir perkara-perkara yang kini sedang diadvokasi oleh YLBHI.

 

Beberapa perkara yang sedang ditangani YLBHI

 

Perkara

 

Tempat sidang

 

Perkembangan terakhir

 

Gugatan legal standing YLBHI terhadap pemerintah dan Lapindo

PN Jakarta Pusat

Akan diputus pada 27 November

Gugatan Walhi terhadap Lapindo

PN Jakarta Selatan

Keterangan ahli tergugat

Judicial Review Perpres No. No. 14 Tahun 2007 tentang BPLS

Mahkamah Agung

Menunggu putusan

Judicial review UU No. 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

Mahkamah Konstitusi

Keterangan pemerintah dan DPR

 

Tobas menegaskan, ia dan rekan-rekannya telah berkomitmen untuk menuntaskan perkara-perkara itu hingga diputus. Jangan sampai kejadian ini mengganggu kerja YLBHI dan mengecewakan masyarakat pencari keadilan, tuturnya. Soal bagaimana mekanisme advokasi  itu selanjutnya, ia menyerahkan sepenuhnya kepada Badan Pengurus YLBHI.

 

Komitmen yang sama disampaikan Patra. Perkara-perkara yang ditangani YLBHI tidak akan terlantar. Saya akan turun langsung. Saya juga akan ajak yang lain. YLBHI itu tempat pengkaderan. Mereka harus siap, ungkapnya.

 

Senada dengan keduanya, Mas Ahmad Santosa juga berharap agar kejadian ini tidak mempengaruhi komitmen YLBHI untuk terus memberikan bantuan hukum.

 

Hujan air mata tumpah di gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Kamis (15/11) siang. Sebanyak 18 staf dan karyawan YLBHI tak kuasa menahan tangis usai menyatakan keluar dari lembaga yang didirikan Adnan Buyung Nasution tersebut.

         

Kami menyatakan keluar dari YLBHI karena kecewa dengan kepemimpinan Ketua Badan Pengurus YLBHI Patra M Zen, ujar Direktur Advokasi YLBHI Taufik Basari, mewakili rekan-rekannya. Sebenarnya keputusan keluar dari YLBHI telah mereka ambil pada 5 November lalu, namun acara perpisahan baru mereka gelar hari ini.

 

Ke-18 orang yang keluar dari YLBHI itu terdiri dari tujuh staf dan 11 karyawan. Di antara mereka adalah Tobas Basari (Direktur Advokasi), Syarifuddin Jusuf (Kepala Kantor), Rita Novela (bendahara), Louise Adonia (Sekretaris Ketua), Handi Farmen (Staf IT, informasi dan dokumentasi).

 

Mereka berkesimpulan, Patra tidak mampu menjalankan organisasi secara baik, otoriter, kerap emosional, serta tidak transparan. Salah satu yang paling mereka sesalkan adalah kebijakan Patra dalam hal pengangkatan dan pengesahan staf dan karyawan. Melalui SK Badan Pengurus YLBHI No. 022/SKEP/YLBHI/X/2007, mereka menilai Patra telah memperlakukan karyawan tetap seperti karyawan kontrak.

Halaman Selanjutnya:
Tags: