Berharap Pesan Singkat Bertarif Murah
Dugaan Kartel SMS

Berharap Pesan Singkat Bertarif Murah

Tarif sms dari tahun ke tahun masih mahal. Harusnya tarif pesan singkat tak lebih dari Rp75 sekali kirim. KPPU menduga adanya kartel.

Oleh:
Ycb/CR-A/CR-Y
Bacaan 2 Menit
Berharap Pesan Singkat Bertarif Murah
Hukumonline

 

Bambang tak terlalu antusias jika saat ini terjadi perang tarif murah-murahan. Menurutnya, toh banting harga itu ada batas waktunya. Lain kata, masa promosi doang. Bambang malah menduga kemampuan operator menggeber promosi harga rendah ini, karena ada subsidi silang dari tarif layanan percakapan (voice) yang masih mahal.

 

Pihak yang dituduh melakukan kartel melayangkan bantahan. Kami tidak pernah melakukan itu, tegas Kepala Divisi Public Relation Indosat Adita Irawaty. Pernyataan senada datang dari PT Excelcomindo Pratama.

 

Menurut Adita, tarif sms ditentukan operator sendiri-sendiri berdasarkan kebijakan internal perusahaan. Tarif yang berlaku sekarang ditetapkan setelah mempertimbangkan biaya-biaya yang dikeluarkan operator seluler. Menurut Adita Irawaty, operator seluler tidak menerima sharing apa-apa dalam hal menerima sms, padahal jaringannya ikut terpakai.

 

Manajer Humas Excelcomindo Pratama Fabriati Nadira menyatakan kalaupun ada kerjasama interkoneksi, tak ada niat operator melakukan karter. Kerjasama interkoneksi bertujuan menjaga agar kualitas jaringan tidak terganggu karena curahan berlebihan akibat spam atau sms sampah. Lagipula, kata Nadira, sejak Juli lalu perjanjian kerja sama itu telah diamandemen. Tak ada kesepakatan soal sms.

 

Sanksi belum tegas

Sayang, hingga kini pemerintah belum cukup bergigi menangani kondisi seperti ini. Masalahnya, peraturan perundang-undangan di sini belum komplet dan konkret. Saat ini tak ada perangkat hukum yang mengatur besaran tarif sms. Hanya sebuah peraturan menteri yang bersifat sementara. Kita masih terus menggodok peraturan yang baru, tuturnya sedikit membuka dapur.

 

Bambang mengusulkan besaran denda yang lebih besar bagi para operator nakal. Menurutnya, saat ini, Bambang mengumpamakan para operator untung Rp50 ribu tapi hanya didenda Rp10 ribu.

 

Sebenarnya selain sanksi denda dan peringatan administratif, ada pula hukuman pamungkas: cabut izin. Namun Bambang mengaku pesimis untuk langkah ini. Pasalnya, ada sebuah operator yang pelanggannya sudah mencapai jutaan orang. Kalau ditutup izin operasinya, mereka akan berteriak ‘pemerintah tidak kira-kira!' Ini bisa jadi bumerang buat kita, sergah Bambang, yang kali ini berpendapat sebagai pribadi.

 

Belum tentu Bram maniak Manchester United. Namun dia paham betul nama produk yang melekat di dada setiap pemain setan merah. Pria yang baru saja menyabet gelar master dari Inggris ini setia menggunakan Vodafone. Perusahaan penyelenggara jasa telepon seluler itu sangat memuaskan Bram. Tarif telepon maupun sms ke sesama nomor Vodafone gratis, kisahnya mengenang masa kuliah di negeri Mr. Bean itu.

 

Bram bukan sedang berpromosi layaknya semarak perusahaan seluler di Indonesia. Soalnya, layanan cuma-cuma tersebut memang berlaku sepanjang waktu. Beda nian dengan beragam iming-iming berbagai operator seluler di sini yang hanya sementara. Karena itu, sekembalinya di tanah air, Bram justru mengeluhkan bandrol jasa halo-halo maupun pencet-pencet tombol hape di sini malah mahal.

 

Umumnya tarif pesan singkat alias sms sekali kirim Rp350. Dan kondisi ini istiqamah (baca: ajek) berlaku selama bertahun-tahun sejak telepon genggam mulai marak. Hal inilah yang membuat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tak mau tinggal diam. Kuasi negara yang bermarkas di Jalan Juanda ini menduga adanya kartelisasi dalam layanan sms. Sudah pada tahap pemeriksaan lanjutan, ujar anggota KPPU Erwin Syahril pekan lalu. KPPU sudah memanggil beberapa perusahaan operator seperti Exelcomindo, Indosat, Telkomsel, Mobile-8, serta Smart Telecom. 

 

Menurut Erwin, justru dugaan kartelisasi ini bukan karena kepemilikan silang seperti kasus Temasek yang menguasai saham Telkomsel dan Indosat. Melainkan, lantaran perusahaan seluler memang berjamaah sepakat mematok tarif tinggi itu. Penetapan harga itu dikoordinir oleh Asosiasi Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dalam bentuk perjanjian kerja sama, sambung Erwin. Sayang, hingga kini Hukumonline belum berhasil menemui pihak asosiasi atau salah satu perusahaan operator.

 

Terpisah, anggota Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Bambang Adiwiyoto menjelaskan tarif ideal sms berkisar Rp73-75 per pesan. Tahun lalu, perhitungan terminasi hanya Rp37. Ditambah berbagai biaya, termasuk promosi dan iklan, serta margin laba, ketemulah biaya per sms. Memang, masalah profit terserah masing-masing operator, paparnya ketika ditemui pekan silam. 

Tags: