Melalui PK, Sri Bintang Masih Mau Jadi Pegawai Negeri
Berita

Melalui PK, Sri Bintang Masih Mau Jadi Pegawai Negeri

Jakarta, Hukumonline. Sungguh berat perjuangan Sri Bintang Pamungkas untuk menggapai keadilan. Ia dijebloskan ke penjara tanpa merasa dirinya bersalah. Dan Bintang pun dicoret sebagai dosen dari Universitas Indonesia. Kini, Bintang mengajukan peninjauan kembali (PK) putusan perkaranya.

Oleh:
Tri/APr
Bacaan 2 Menit
Melalui PK, Sri Bintang Masih Mau Jadi Pegawai Negeri
Hukumonline
Bintang memang patut membersihkan namanya. Namanya yang dulu tenar agak tercoreng saat ia aktif di Komisi Pemilihan Umum (KPU). Setelah KPU dibubarkan, jelas Bintang harus mencari tempat pijakan, misalnya kembali ke almamaternya. Ia masih mau menjadi Pegawai Negeri kembali?

Pada persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Sri Bintang kembali meminta rehabilitasi namanya berkaitan dengan kasus dakwaan terhadap dirinya. Ia dituding mencemarkan nama baik Soeharto pada peristiwa Dressden pada 1995. Akibatnya, Bintang dijatuhi hukuman 2 thn 10 bln pada tingkat PN pada 16 Mei 1997.

Pada tingkat Pengadilan Tinggi (PT), putusan PN itu dikuatkan. Pada tingkat kasasi, putusannya juga sama. Bintang dibebaskan dengan amnesti pada 25 Mei 98, tapi tidak mendapatkan rehabilitasi Bahkanputusan PN yang menjatuhi hukuman 2 tahun 10 bulan berkaitan dengan nama baik HMS 16 Mei 97.

Sidang permohonan Peninjauan Kembali (PK) ini diketuai oleh Musasi Simatupang, SH. Bertindak sebagai Jaksa Penuntut Umum M. Amri Satar. Bintang didampingi kuasa hukumnya, R. Dwiyanto Priyohartono, SH dari PBHI.

Bintang dipecat dari jabatannya sebagai dosen di Fakultas Teknik Universitas Indonesia.
Sejak ia bebas dan mendapatkan amnesti, Bintang mengajukan gugatan ke PTUN (Pengadilan tata Usaha Negara). Namun, ia dinyatakan kalah terhadap putusan pemberhentian dirinya menjadi dosen oleh Mendikbud saat itu, Wardiman Djojonegoro.

Permohonan banding

Pada tingkat banding, permohonan banding atas keputusan PTUN itu diterima dan dalam putusan PTTUN (Pengadilan Tinggi TUN) mengeluarkan dua putusan. Pertama, mencabut keputusan pemberhentian Sri Bintang sebagai dosen.

Kedua, harus ada rehabilitasi namanya dan mengembalikan kedudukannya seperti semula. Berkaitan dengan itu, pada1998 Mendikbud Juwono Soedarsono, mempersilakan Bintang kembali menjadi dosen, tetapi tidak merehab namanya.

Bintang juga sudah mengajukan masalah ini kepada Mendikbud Yahya Muhaimin pada Maret 2000. Namun, hingga kini Bintang belum memperoleh jawaban dari Yahya. Akhirnya, ia mengajukan Peninjauan Kembali (PK) untuk merehab namanya. Namun di samping itu ada niat untuk kepentingan nasional dan menegakkan supremasi hukum, cetus Bintang.

Sesuai dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 263 (1) dinyatakan bahwa terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan, terpidana dapat mengajukan permintaan peninjauann kembali kepada Mahkamah Agung.

Sementara dalam Pasal 263 (2.b) KUHAP disebutkan bahwa apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain.

Bintang telah mengajukan permohonan PK pada Mei 2000. Dalam putusannya, majelis PK meminta kepada PN Jakarta Pusat untuk menggelar kembali kasus Sri Bintang Pamungkas, khususnya mengenai penggalian barang bukti. Sidang permohonan PK ini dimulai pada awal Juni 2000.

Saksi dari Bintang

Pada sidang kelima di PN Jakarta Pusat, Bintang mengajukan saksi-saksi. Pertama, Dpl.Ing Buyung Darwis yang pada waktu itu mantan mahasiswa yang belajar di Jerman. Kedua, Moh. Assegaf, pengacara yang menjadi kuasa hukumnya dulu. Ketiga, tiga polisi (Tukino, Tedi Junaedi, Mualif), petugas penyidik kepolisian yang membuat dokumen tanskrip dan pemberkasan berita acara penyidikan di kepolisian.

Moh. Assegaf dulu pernah menjadi kuasa hukumnya. Namun mengapa Bintang meminta Assegaf menjadi saksinya. Padahal Assegaf kini menjadi pengacara mantan presiden Soeharto. Tokoh yang menyebabkan Bintang kehilangan pekerjaan dan berpisah dengan keluarganya selama dua tahun lebih.

Dalam kesaksiannya, Buyung yang hadir pada ceramah pada 9 April 1995 di Dressden menceritakan bahwa pembicaraan pada waktu itu bertopik ekonomi dengan judul 10 permasalahan ekonomi di Indonesia. Namun pada sesi berikutnya, diskusi itu berkembang pada arah politik. Sampai pada akhirnya Bintang mengatakan bahwa Soekarno dan Soeharto sama saja, yaitu diktator,ujar Buyung.

Buyung juga menyatakan, demo besar-besaran berkaitan dengan datangnya Soeharto tidak mungkin digerakkan dari diskusi. Demo tersebut itu dilakukan oleh warga Jerman dan juga orang-orang Timtim dan Papua di Jerman, katanya.

Dalam demonstrasi waktu itu, para demonstran mencaci maki dan menghujat Soeharto dengan kata-kata pembunuh. Pasalnya seperti dilansir sebelumnya oleh para koran lokal, Soeharto tidak dikehendaki datang karena dianggap sebagai pelanggar HAM dan demokrasi.

Menurut Buyung, petugas keamanan setempat tidak memberikan sekuriti yang optimal karena memang pemerintah setempat sudah menolak kedatangan Soeharto. Hal ini dijelaskan oleh Sri Bintang bahwa Dressden dulu bagian dari Jerman Timur. Itu awal baru unifikasi Jerman, sehingga polisi tidak siap menghadapi demo besar-besaran seperti itu, kata Bintang.

Demonstrasi itulah yang menjadi sangkaan terhadap Bintang karena dituding menggerakkan demo. Sejak awal jaksa dalam sangkaannya menyebutkan bahwa sudah dari awal keberangkatannya ke Jerman berniat jahat, cetus Bintang.

Menurut Bintang, ia datang ke Jerman atas undangan Universitas Hanover pada 30 Maret 1995. Ia berangkat pada 24 Maret 1995 dan pergi ke Universitas Hundbolt yang dilanjutkan pada 11 April 1995 ke Amsterdam. Bintang kembali pada 12 April 1995 dan sampai di Jakarta pada 13 April 1995.

Kesaksian Bintang

Bintang menjelaskan, ia berada di Dressden pada 5 April 1995 kemudian pada 6 April ke Asia Tengah. Peristiwa Dressden itu terjadi pada 6 April 1995. Sementara ia berceramah di Dressden pada 8 April. Tidak mungkin peserta diskusi yang diselenggarakan oleh Pemuda Pelajar Indonesia yang sedang mengikuti seminar kemudian ikut demo, kata Bintang. Ia juga menegaskan dirinya bukan lulusan Jerman.

Saksi dari kepolisian tidak datang. Sementara saksi Mohammad Assegaf mengatakan bahwa surat fax yang dikirimkan Sri Basuki berkaitan dgn ketidakhadirannya memberikan kesaksian yg dikirimkan ke Kejaksaan diberikan di Pengadilan untuk dijadikan barang bukti itu merupakan surat pemberitahun. Itu cukup merugikan bagi pihak lainnya karena menjadi pertimbangan bagi Jaksa Penuntut Umum dan Hakim, kata Assegaf..

Sidang ditunda minggu depan untuk mendengarkan saksi yag lain. Jika MA menyetujui PK-nya, Sri Bintang tentu merasa gembira. Ia merasa perjuangannya dapat merehabilitasi namanya. Nama bersih tentu dapat menjadi aset berharga bagi sang pemilik. Apalagi jika ia seorang tokoh politik, seperti Sri Bintang Pamungkas yang Ketua Umum PUDI.
Tags: