Ujian Advokat Hasilkan 1.659 Calon Advokat Baru
Utama

Ujian Advokat Hasilkan 1.659 Calon Advokat Baru

Hasil ujian advokat sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kualitas lembaga penyelenggara PKPA.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Ujian Advokat Hasilkan 1.659 Calon Advokat Baru
Hukumonline

 

Prosentase

Tingkat Kelulusan Ujian Advokat

Ujian Advokat

Peserta*

Tingkat Kelulusan

4 Februari 2006

6500

30,4%

9 September 2006

3404

17,4%

8 Desember 2007

5474

30,3%

     Sumber: data diolah

 

DKI Jakarta seperti penyelenggaraan ujian sebelumnya menjadi wilayah dengan tingkat kelulusan tertinggi. Peringkat berikutnya berturut-turut ditempati oleh Yogyakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan. Komposisi lima besar yang tetap didominasi oleh kota-kota besar, menurut Thomas, merupakan indikator masih adanya ‘jurang' kualitas antara calon advokat di kota besar dengan di kota kecil.

 

Salah satu penyebabnya adalah akses informasi yang terbatas yang dimiliki oleh calon-calon advokat di kota kecil. Di era teknologi seperti sekarang, Jakarta dan kota-kota besar lainnya tentu tidak menemui kesulitan seperti yang dialami kota-kota di Indonesia wilayah timur, papar Thomas mencoba menganalisa.

 

Kualitas PKPA

Thomas menambahkan faktor lainnya yang sedikit banyak mempengaruhi tingkat kelulusan suatu daerah adalah kualitas lembaga Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA) setempat. Sebagaimana diketahui, Pasal 2 ayat (1) UU No. 18 Tahun 2003 mensyaratkan calon advokat wajib menempuh PKPA yang diselenggarakan oleh organisasi advokat. Sejauh ini, jumlah lembaga PKPA seluruh Indonesia yang tercatat resmi di PERADI per November 2007 mencapai 56 lembaga yang tersebar 15 provinsi.

 

Menurut Thomas, sulit dipungkiri bahwa ada perbedaan kualitas antara lembaga PKPA di kota besar dengan di kota kecil. Kualitas dimaksud misalnya bisa dilihat dari fasilitas pengajaran yang ada, baik itu dari segi materi maupun pengajar. Faktanya para ahli hukum terkumpul di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau Surabaya, tukasnya.

 

Untuk merapatkan jurang yang ada, Thomas memandang peran PERADI sangat penting agar kualitas lembaga-lembaga PKPA dapat terjaga. Salah satu cara, misalnya, dengan menerapkan secara ketat kurikulum yang telah ditetapkan DPN PERADI. PKPA seyogyanya jangan hanya berorientasi mencari uang dari para calon advokat, kualitas harus dikedepankan, ujarnya.

 

Menjawab kritikan Thomas, Wakil Ketua Komisi Pendidikan Profesi Advokat Indonesia (KP2AI) Felix Oentong Soebagjo mengatakan DPN PERADI sudah menetapkan kurikulum yang dapat dijadikan pedoman oleh seluruh lembaga PKPA di Indonesia. Dari kurikulum tersebut, ditetapkan 31 materi standar minimum yang wajib diterapkan. Misalnya hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum acara peradilan tata usaha negara dan hukum perusahaan.   

 

Dari segi formal kurikulum tersebut cenderung dipatuhi, tetapi kalau dari segi substansi perlu ditinjau lagi, ujar Felix menakar kepatuhan lembaga PKPA terhadap kurikulum yang telah ditetapkan.

 

Kurikulum, menurut Felix, hanyalah salah satu variabel untuk menjaga kualitas lembaga PKPA. Variabel lainnya adalah staf pengajar yang nantinya bertugas menyampaikan kurikulum tersebut. Terkait hal ini, dia mengakui masih ada disparitas yang mencolok antara kualitas pengajar di Jakarta dengan daerah lain. Sebagai solusi, para pengajar di daerah tidak punya pilihan selain meningkatkan kualitas mereka sendiri. Sempat muncul ide semacam kuliah video conference dari pengajar di Jakarta, tambahnya menawarkan ide.

 

Mau dicoba?

 

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) kembali mencetak calon advokat-advokat baru yang akan meramaikan dunia praktek hukum di Indonesia. Melalui Surat Keputusan Panitia Ujian Profesi Advokat (PUPA) Nomor: KEP.02/PUPA-PERADI/2007, sebanyak 1659 orang dinyatakan lulus ujian advokat yang diselenggarakan 8 Desember 2007 lalu.

 

Ujian kali ini hanya diselenggarakan di 16 kota. Lebih sedikit dibanding dengan dua ujian sebelumnya yang digelar di 18 kota. Terkait hal ini, Ketua PUPA Thomas Tampubolon menjelaskan PUPA telah menetapkan bahwa wilayah penyelenggara ujian disyaratkan memiliki perserta ujian minimal 50 orang. Namun, persyaratan tersebut tidak berlaku mutlak. Atas dasar pertimbangan tertentu, suatu wilayah bisa saja diperkenankan menyelenggarakan ujian.

 

Menurut penilaian kami (PUPA, red.) dengan segala persyaratan yang ada, 16 kota itu yang sudah siap, tambah Thomas yang untuk ketiga kalinya dipercaya memimpin PUPA. Selain Thomas, Indonesia - International Education Foundation (IIEF) juga mencetak ‘hattrick' dipercaya sebagai mitra outsourcing PUPA dalam penyelenggara ujian advokat. Biayanya lebih besar dari sebelumnya, karena harga-harga sudah naik, ujar Thomas terkait dana yang dialokasikan untuk lembaga outsourcing.

 

Dari segi penyelenggaraan, Thomas menilai ujian kali ini terbilang sukses. Panitia di seluruh daerah praktis tidak menemui kendala berarti yang menghambat ujian. Kasus-kasus yang terjadi klasik, seperti menyontek, berbuat curang, atau menghidupkan handphone, baik itu disengaja atau tidak. Tetapi jumlahnya sedikit, tuturnya.

 

Dominasi kota besar

Tingkat kelulusan ujian kali ini mencapai sekitar 30%, kata Thomas menginformasikan. Berdasarkan data PUPA, total jumlah peserta yang terdaftar sebenarnya 5628 orang, tetapi pada hari-H yang hadir hanya 5.474 orang. Pencapaian 30% ini, menurut Thomas, menandakan adanya peningkatan tingkat kelulusan, setelah pada ujian advokat sebelumnya hanya mencapai 17,42%.

Tags: