Delay Pemberangkatan Penumpang, Lion Air Dihukum Ganti Rugi
Utama

Delay Pemberangkatan Penumpang, Lion Air Dihukum Ganti Rugi

Hakim menilai seharusnya Lion Air menyampaikan informasi yang jelas tentang alasan keterlambatan dan mengantisipasi dampak keterlambatan itu. Selain itu, klausula baku di dalam tiket pesawat juga dinyatakan batal demi hukum.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
<i>Delay</i> Pemberangkatan Penumpang, Lion Air Dihukum Ganti Rugi
Hukumonline

 

Pada bagian pertimbangan hukumnya, hakim menyatakan bahwa Lion Air terbukti melakukan PMH karena tidak melaksanakan kewajiban hukumnya, yaitu melaksanakan penerbangan tepat waktu sesuai jadwalnya. Tergugat juga tidak memberikan informasi yang jelas mengenai alasan keterlambatan, kepastian keberangkatan dan pesawat pengganti, kata Moerdiyono kepada hukumonline di luar persidangan.

 

Hakim mengaku tidak sependapat dengan sanggahan Lion Air. Saat itu, Lion Air berdalih keterlambatan terjadi karena alasan teknis sehingga pesawat terpaksa di-grounded pada 15 Januari 2007. Lion Air juga berlindung di balik faktor cuaca dan kondisi bandara yang tidak kondusif untuk keselamatan penerbangan.

 

Jika pesawat tergugat di-grounded pada 15 Januari 2007, tergugat seharusnya bisa memprediksi apakah pesawat yang sedang diperbaiki itu bisa digunakan pada 16 Januari 2007 atau tidak. Jika tidak dapat digunakan, tergugat seharusnya menyiapkan pesawat pengganti. Tapi ini tidak dilakukan, kata hakim Moerdiyono.

 

Lebih jauh hakim menunjuk ketentuan Pasal 43 Ayat (1) huruf c UU No 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan yang menyebutkan bahwa perusahaan pengangkut harus bertanggung jawab atas keterlambatan pengangkutan. Ketentuan itu dipertegas lagi di dalam Pasal 42 huruf c Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1995. Sementara Pasal 43 Ayat (4) dari PP itu menjelaskan bahwa perusahaan pengangkut harus membayar ganti rugi maksimal Rp1 juta atas keterlambatan pengangkutan.

 

Achmad Zacky Foe'ad, kuasa hukum Lion Air, yang dihubungi melalui telepon genggamnya enggan berkomentar terhadap putusan hakim. Maaf, saya tidak berwenang untuk mengkonfirmasi putusan sidang kasus tersebut, katanya melalui pesan pendek kepada hukumonline.

 

Klausula baku dilarang

Pada bagian lain pertimbangan hukum, hakim menyatakan pencantuman klausula baku di dalam tiket Lion Air adalah batal demi hukum. Pencantuman klausula baku di dalam tiket pesawat tergugat adalah batal demi hukum, karena itu tidak dibenarkan oleh UU No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Klausula baku hanya bentuk pengalihan tanggung jawab pelaku usaha, urai Moerdiyono.

 

Bagi David, tindakan Lion Air yang masih mencantumkan klausula baku seperti itu di dalam tiket adalah bentuk tindakan yang tidak profesional. David lantas membandingkan dengan tiket pesawat lain yang sudah tidak mencantumkan klausula baku itu. Saya lampirkan tiket pesawat lain yang sudah tidak menggunakan klausula baku itu sebagai bukti dalam perkara ini. Tampaknya itu juga menjadi pertimbangan tersendiri bagi hakim, kata advokat yang kerap mengajukan gugatan perlindungan konsumen itu.

 

Heri Tjandrasari, pengajar Hukum Perlindungan Konsumen Universitas Indonesia mengapresiasi putusan hakim dalam perkara ini. Putusan hakim ini adalah pertanda baik dimana hakim mau memperhatikan perlindungan konsumen. Karena perlu dicatat, sampai saat ini konsumen masih rendah daya tawarnya ketika berhadapan dengan pelaku usaha, ujar Heri.

 

Meski begitu, Heri menyatakan keraguannya mengenai dilaksanakannya putusan hakim oleh pelaku usaha. Sepertinya, jangankan menghapuskan klausula baku dari tiket, kayaknya perusahaan malah akan mengajukan banding atas putusan hakim ini, cetusnya.

 

Kekhawatiran Heri tampaknya akan menjadi kenyataan. Pasalnya, hakim memang tidak memerintahkan kepada Lion Air untuk tidak lagi mencantumkan klausula baku di dalam tiket-tiketnya. Kami (majelis hakim, red) memang hanya menyatakan bahwa klausula baku dalam tiket yang dimiliki penggugat batal demi hukum. Karena memang hanya itu yang diminta penggugat, kata seorang hakim yang turut memutus perkara itu kepada hukumonline.

 

Jadi, menunggu penumpang lain mengajukan gugatan serupa nih Pak Hakim?

 

Ini adalah kemenangan bagi konsumen, tegas David M.L Tobing kepada hukumonline di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (28/1). David memberikan pernyataan itu setelah majelis hakim PN Jakarta Pusat mengabulkan gugatannya terhadap Lion Air.

 

Seperti diwartakan sebelumnya, David mengajukan gugatan terhadap Lion Air pada September 2007 lalu. Gugatan berawal ketika 16 Agustus 2007 silam, David hendak menggunakan jasa Lion Air untuk perjalanannya ke Surabaya. Namun setelah menunggu lebih dari 90 menit dan tak ada kejelasan waktu keberangkatan, maka David memutuskan untuk membeli tiket pesawat lain. Lucunya, tidak ada penjelasan resmi atas delay atau keterlambatan yang dilakukan Lion Air, kata David saat mengajukan gugatan.

 

Merasa dirugikan, David terpaksa melayangkan gugatan kepada Lion Air. Dalam gugatannya, David menuntut agar Lion Air dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum (PMH) karena tidak memberikan informasi atas delay keberangkatan. David juga menuntut agar Lion Air membayar ganti rugi sebesar Rp718.500. Angka itu adalah biaya tiket pesawat Garuda sebesar Rp688.500 ditambah airport tax sebesar Rp30 ribu, jelasnya.

 

Selain itu, David juga menuntut agar klausula baku yang di dalam tiket Lion Air bertuliskan Pengangkut tidak bertanggung jawab atas kerugian apapun yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau keterlambatan pengangkutan ini, termasuk segala keterlambatan datang penumpang dan/atau keterlambatan penyerahan bagasi batal demi hukum.

 

Upaya David dalam memperjuangkan haknya sebagai konsumen akhirnya membuahkan hasil. Dalam sidang yang digelar pada Senin (28/1), majelis hakim yang diketuai Moerdiyono mengabulkan seluruh gugatan David.

Tags: