Kongres Advokat Indonesia di Ambang Pintu
Berita

Kongres Advokat Indonesia di Ambang Pintu

KAI digelar semata-mata untuk menyelamatkan kredibilitas dan legitimasi PERADI selaku organisasi advokat sesuai amanat UU Advokat.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Kongres Advokat Indonesia di Ambang Pintu
Hukumonline

 

Menanti Keajaiban

Kami masih berharap ada keajaiban, PERADI mau mengambil-alih kongres ini. Ngapain juga kami capek-capek menyelenggarakan, ujar Suhardi terkesan pasrah. Dia membantah apabila dikatakan KAI diselenggarakan dalam rangka memusuhi PERADI. KAI, menurut Suhardi, justru perwujudan dari rasa mencintai PERADI. Oleh karenanya, tujuan khusus KAI sebenarnya adalah untuk menyelamatkan kredibilitas dan legitimasi PERADI selaku organisasi advokat sesuai amanat UU Advokat.

 

Bagi Suhardi, kredibilitas dan legitimasi lembaga memiliki peranan penting dalam merevitalisasi kedudukan advokat sebagai pilar keempat penegak hukum, setelah polisi, jaksa, dan hakim. Sejauh ini, Suhardi menilai peran itu belum maksimal bisa dilaksanakan oleh advokat. Salah satu pangkal masalahnya adalah ketidakjelasan organisasi advokat karena pembentukannya melalui mekanisme yang tidak demokratis. Alih-alih jadi penegak hukum, malah ikut menyuburkan mafia peradilan, tukasnya.

 

Harapan Suhardi sayangnya bertepuk sebelah tangan. Salah satu Ketua DPN PERADI Denny Kailimang menegaskan bahwa PERADI tetap pada sikapnya menolak kongres –atau musyawarah nasional dalam istilah anggaran dasar (AD)- sebelum 2010 yang bertepatan dengan habisnya masa kepengurusan DPN. Denny masih berkeyakinan pembentukan PERADI yang didasarkan pada mandat delapan organisasi advokat, sudah sesuai dengan UU Advokat.

 

Legitimasi kongres ini darimana, kabarnya mereka (panitia, red.) mencantumkan nama-nama advokat yang mereka sendiri tidak tahu, saya dengar daerah-daerah banyak yang protes, ujar Denny balik menuding. Sekali lagi, dia menegaskan apabila ada masalah ataupun ketidakpuasan terhadap PERADI sebaiknya disalurkan melalui Munas 2010 nanti.

 

Skenario Terburuk

Sikap PERADI sepertinya sudah dibayangkan oleh para penggagas KAI. Maka, skenario terburuk pun sudah disiapkan. Apabila sampai tenggat waktunya, PERADI tetap pada posisinya maka KAI akan tetap digelar. Episode lanjutannya pun sudah bisa ditebak, Kalau memang buntu, otomatis di Indonesia ini akan ada dua organisasi advokat, kata Suhardi memprediksi.

 

Lalu siapa yang paling berhak menyandang sebagai Organisasi Advokat sebagaimana disebutkan dalam UU Advokat? Suhardi mengajukan teori sederhana, yakni mekanisme pasar. Siapa yang paling legitimate, ya kita lihat saja animo anggota, tukasnya. Sementara, Denny bersikukuh PERADI yang paling berhak. Mereka sah-sah saja bentuk organisasi baru, tetapi nanti tidak ada bedanya dengan delapan yang ada, bisa jadi hanya paguyuban saja, ujarnya. Jauh-jauh hari, sebagaimana diberitakan hukumonline, PERADI selalu menyatakan siap menyambut organisasi tandingan.

 

Peribahasa mengatakan ‘gajah sama gajah berperang, pelanduk mati terjepit', kalau para advokat senior berseteru lalu bagaimana nasib para junior. Beny Lesmana, salah seorang advokat muda, berharap perseteruan yang terjadi tidak akan berimbas negatif terhadap advokat muda. Beny yang baru saja dilantik tahun lalu mengatakan pada dasarnya dirinya tidak terlalu khawatir perseteruan para senior akan mengganggu profesi yang dijalankannya.

 

Advokat profesi yang mulia dan independen, jadi saya yakin tidak akan dapat dipengaruhi oleh apapun, termasuk organisasi, kilahnya. Namun begitu, Beny memprediksi akan terjadi kerancuan apabila nanti terbentuk wadah tunggal tandingan. Advokat khususnya yang muda akan kebingungan, pada organisasi mana mereka harus berkiblat. Bisa terjadi ketidakpastian hukum, pungkasnya.

 

Menanggapi hal ini, Denny menegaskan bahwa PERADI akan menjamin anggotanya akan tetap dapat menjalankan profesinya sebagaimana mestinya. Dia mengatakan anggota PERADI tidak perlu khawatir legitimasi keanggotaannya akan dipertanyakan karena PERADI adalah organisasi yang sah. Sementara, Suhardi menyatakan organisasi apapun yang akan terbentuk nanti pasca KAI, advokat yang sudah terlanjur terdaftar di PERADI akan tetap diakui.

 

Sudah tertutupkah jalan damai?

Siang itu pada suatu hari di bulan Juli 2007 bertempat di Hotel Manhattan Jakarta, sejumlah advokat tampak berapi-api menyampaikan aspirasi mereka. Suasana forum menjadi panas karena semua advokat yang hadir berebut ingin bersuara. Walaupun aspirasi yang disampaikan beragam tetapi nada mereka pada intinya sama, yakni mempersoalkan keberadaan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang selama ini diketahui oleh masyarakat sebagai wadah tunggal advokat Indonesia.

 

Pertemuan Manhattan itu bisa dibilang menjadi cikal-bakal munculnya ide Kongres Advokat Indonesia (KAI). Mereka mendeklarasikan agar KAI segera digelar. Setelah itu, muncul deklarasi-deklarasi lanjutan hasil pertemuan di Rancabentang, Bandung dan Hotel Sultan Jakarta. Aspirasi yang muncul masih sama, KAI sebagai jalan untuk membentuk organisasi advokat sebagaimana diamanatkan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

 

Minggu depan, tepatnya 27 Maret, langkah konkret menuju KAI akan mulai dirintis dengan menggelar pra-kongres. Sekretaris Panitia Nasional KAI Suhardi Sumomoeljono menjelaskan tujuan diadakannya pra-kongres adalah untuk konsolidasi dan penyamaan visi secara nasional. Oleh karenanya, undangan acara tersebut pun ditujukan kepada pimpinan organisasi dan advokat di seluruh Indonesia. Untuk sementara, panitia hanya berani mengklaim telah mendapat dukungan empat dari delapan organisasi advokat yang ada, yakni IKADIN, IPHI, HAPI, dan APSI.

 

Sisanya masih kami lakukan lobi, walaupun beberapa nama senior dari organisasi-organisasi tersebut sudah menyatakan dukungan, akunya. Lobi ternyata tidak hanya diarahkan ke empat organisasi yang dimaksud, tetapi juga PERADI yang notabene adalah ‘seteru' mereka. Langkah mendekati PERADI seolah-olah menyiratkan telah terjadi perubahan strategi dari para penggagas KAI yang sedianya ingin jalan sendiri-sendiri, kini mencoba merangkul PERADI.

 

Niat Panitia tidak main-main, advokat senior sekaliber Yan Apul, Rudy Lontoh, Sudjono, Frans Hendra Winarta dan bahkan Adnan Buyung Nasution pun diminta bantuannya untuk melakukan pendekatan dengan harapan PERADI berkenan mengambil-alih KAI. Hasilnya, lagi-lagi nihil. Namun, Panitia tidak patah arang, PERADI akhirnya diberikan waktu hingga 20 Mei untuk mengubah sikapnya. Penetapan tenggat waktu tersebut disamakan dengan tanggal penyelenggaraan KAI.

Tags: