Hukum Indonesia Melarang Adopsi Anak oleh Pasangan Sejenis
Berita

Hukum Indonesia Melarang Adopsi Anak oleh Pasangan Sejenis

Berdasarkan catatan Arus Pelangi, sudah empat pasangan sejenis yang mengadopsi anak.

Oleh:
CRR
Bacaan 2 Menit
Hukum Indonesia Melarang Adopsi Anak oleh Pasangan Sejenis
Hukumonline

 

Dalam praktik, larangan adopsi anak oleh pasangan sejenis bisa saja diterobos. Apalagi larangan semacam itu tak tertuang secara jelas dalam peraturan-peraturan adopsi anak sebelum PP No. 54/2007. SK Menteri Sosial No. 41/HUK/Kep/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak menegaskan bahwa calon orang tua angkat harus berstatus ‘kawin'.

 

Rido Triawan menunjuk data yang diperoleh Arus Pelangi. Hingga saat ini sepengetahuan Rido sudah ada empat pasangan sejenis yang mengadopsi anak. Dua pasangan di Jakarta, dan dua lagi di Jawa Tengah.

 

Namun Rido mengakui, adopsi yang dilakukan keempat pasangan sejenis bukan dalam pengertian adopsi di mata hukum. bentuknya bukan adopsi, melainkan hanya sebagai penyokong dana, ujarnya kepada hukumonline.

 

Biasanya anak yang diadopsi pasangan sejenis berasal dari keluarga dekat atau kerabat. Menurut Rido, pendekatan langsung kepada orang tua si anak merupakan langkah awal, tanpa membawa embel-embel sebagai pasangan sejenis. Mereka secara individu menawarkan diri untuk mengadopsi anak tersebut dengan alasan kemanusiaan.

 

Walaupun ada pasangan sejenis yang memberitahukan kondisi mereka sebagai kaum homoseksual kepada orang tua si anak, ternyata orang tua tersebut bisa  menerima dan memperbolehkan anaknya untuk diadopsi. Sebenarnya dalam kehidupan sosial masyarakat ada sentimen yang lebih positif untuk menerima kelompok LGBT, tambahnya. Kelompok yang dimaksud LGBT adalah lesbian, gay, biseksual, transeksual dan transgender.

 

Rido berpendapat problemnya ada di Pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Salah satu kebijakan yang tidak bersahabat kepada kelompok LGBT tadi adalah larangan adopsi anak oleh pasangan sejenis.

 

Adopsi atau pengangkatan anak adalah perbuatan hukum yang dilegalkan. Cuma, dalam melakukan adopsi, calon orang tua harus memenuhi persyaratan yang relatif berat. Apalagi kalau warga negara asing yang hendak mengadopsi anak Indonesia. Undang-Undang Perlindungan Anak Tahun 2002 dan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2005 menetapkan adopsi anak oleh WNA hanya dapat dibenarkan sebagai upaya terakhir (ultimum remedium).

 

Namun, peraturan perundang-undangan lain juga memuat aturan tegas. Terakhir, Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak. Salah satu aturan tegas yang dimuat PP ini adalah larangan adopsi anak bagi pasangan sejenis. Agar dapat mengangkat anak, calon orang tua harus sudah menikah minimal lima tahun. Mereka juga harus satu agama dengan si anak. Pasal 13 huruf f PP tadi menambahkan: calon orang tua angkat ‘bukan merupakan pasangan sejenis'.

 

Larangan itu dinilai Rido Triawan diskriminatif. Ketua Arus Pelangi itu menandaskan bahwa Indonesia telah meratifikasi Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Berdasarkan Kovenan ini, hak-hak sipil kaum minoritas tetap harus diakui dan dilindungi. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia juga memberikan perlindungan kepada kelompok yang rentan. Rido Triawan, Ketua Arus Pelangi, menegaskan bahwa kedua payung hukum itu mestinya bisa memberikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak kaum yang rentan, termasuk pasangan sejenis.

 

Di dunia internasional, sudah ada negara yang mengakui dan melindungi pasangan sejenis, termasuk memenuhi hak-hak mereka. Februari lalu, misalnya, otoritas hukum Israel mengeluarkan putusan yang pro kepada pasangan sejenis dalam mengadopsi anak. Pengadilan Israel juga mengukuhkan perkawinan pasangan sejenis yang dilakukan di luar negeri.

 

Di Indonesia, pengertian pasangan dalam ranah perkawinan adalah antara seorang pria dengan seorang wanita. Pasangan pria dengan pria atau wanita dengan wanita dalam konteks perkawinan belum diakui. Demikian pula dalam pelaksanaan pengangkatan anak.

Tags: