MA Batalkan Penetapan Pengampuan Prof. Sudargo
Utama

MA Batalkan Penetapan Pengampuan Prof. Sudargo

Perkara permohonan pengelolaan hartanya pernah diputus The Administrative Tribunal of Western Australia.

Oleh:
CRD/Rzk/Mys
Bacaan 2 Menit
MA Batalkan Penetapan Pengampuan Prof. Sudargo
Hukumonline

 

Namun berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh hukumonline, MA telah mengeluarkan penetapan dimaksud. Dalam pertimbangannya, MA beralasan PN Jakarta Selatan tidak memenuhi ketentuan pasal 439 KUH Perdata. Oleh karena PN Jakarta Selatan tidak memenuhi ketentuan pasal 439 KUH Perdata, maka pemeriksaan yang dilakukan tidak sah dan penetapan PN Jakarta Selatan No. 258/Pdt.P/2007/PN Jaksel dinyatakan batal demi hukum, begitu antara lain pertimbangan MA.

 

Aturan yang menurut MA telah dilanggar hakim PN Jakarta Selatan adalah kewajiban memmberitahukan adanya permohonan pengampuan kepada Prof. Sudargo Gautama. MA mengakui bahwa permohonan pengampuan dapat dimintakan oleh keluarga sedarah. Namun berdasarkan pasal 439 KUH Perdata, hakim perlu mendengar pihak-pihak termasuk pihak yang akan diampu.

 

Itu pula yang terjadi. Permohonan pengampuan terhadap Prof. Sudargo diajukan sendiri oleh anaknya, Abigail Gautama. Alasannya, Prof. Sudargo sudah berusia lanjut (79 tahun) dan ‘terganggu kondisi kesehatan otak sehingga tidak dapat lagi mengurus kepentingan-kepentingan diri sendiri dengan sebaik-baiknya'.

 

Denny Kailimang, pengacara Abigail, menyatakan langkah kliennya justru bertujuan baik untuk menyelamatkan harta bapaknya. Apalagi belakangan ada orang dari Australia yang mengaku sebagai isteri Prof. Sudargo. Denny menyatakan tengah menyiapkan langkah hukum menyikapi penetapan MA.

 

Sebelum penetapan MA keluar, memang telah ada perlawanan dari Sudargo Gautama terhadap penetapan PN Jakarta Selatan. Perlawanan itu terdaftar pada 28 Januari 2008. Melalui tim pengacaranya, Prof. Sudargo menegaskan bahwa PN Jakarta Selatan tidak pernah memanggil atau memberitahu dan mendengar pihaknya sebagaimana diamanatkan pasal 439 KUH Perdata. Karena itu, tim pengacara Prof. Sudargo menganggap PN Jakarta Selatan telah melanggar asas audi et alteram partem, kewajiban mendengarkan semua pihak terkait.

 

Selain di Indonesia, berdasarkan informasi yang diperoleh hukumonline, perkara ini juga masuk ke The Administrative Tribunal of Western Australia. Pada 28 Agustus tahun lalu, peradilan administratif ini menyatakan bahwa karena ketidakmampuan mental Prof. Sudargo tidak dapat membuat keputusan yang masuk akal sehubungan dengan hartanya, sehingga perlu seorang administrator. Sudargo telah menyatakan banding atas putusan ini.

 

Saat mengajukan perlawanan atas penetapan PN Jaksel, pengacara Sudargo juga menyinggung putusan tersebut. Disinggung pula isteri Sudargo, Yvonne E. Clark. Sebelumnya, Sudargo juga telah menikah dengan Ny Constantina, tetapi kemudian bercerai pada 1998. Pemohon pengampuan, Abigail Gautama, adalah anak dari perkawinan pertama.

 

Staf pengajar hukum perdata Universitas Indonesia, Surini Ahlan Sjarief berpendapat anggota keluarga bisa saja mengajukan permohonan pengampuan terhadap keluarganya. Syaratnya, orang yang hendak diampu mengalami penyakit idiot, gila, gelap mata, atau boros. Orang yang sudah pikun pun sangat mungkin dimohonkan pengampuan atas dirinya. Menurut saya, orang yang mengalami penurunan daya ingat karena pikun dan mempunyai kekayaan yang berlebih bila tidak ditaruh di bawah pengampuan dia akan dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab, ujarnya.

 

Namun Surini mengingatkan bahwa tingkat kepikunan itu berbeda-beda. Sama halnya dengan syarat gila. Untuk menentukan kadar kepikunan atau kegilaan dan keborosan seseorang, hakim perlu mendengarkan keterangan saksi dan ahli.

 

Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan membatalkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang telah menyatakan Prof. Sudargo Gautama alias Gouw Giok Siong berada dalam di bawah pengampuan (curatele). Dalam penetapan yang diputus pada 6 Maret lalu, MA menyatakan penetapan pengampuan Prof. Sudargo tidak mempunyai kekuatan hukum.

 

Liz Asnahwati, pengacara Sudargo, enggan membeberkan perkara kliennya dengan alasan harus minta izin terlebih dahulu. Ketika dikonfirmasi hukumonline tentang benar tidaknya putusan MA itu, dengan halus Liz menolak menjelaskan. "Saya harus minta izin Pak Dargo dulu. Ini kan masalah keluarga," ujarnya.

Tags: