KAU Tolak Kenaikan Harga BBM dan Hapuskan Utang
Surat Pembaca

KAU Tolak Kenaikan Harga BBM dan Hapuskan Utang

Kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM yang di klaim pemerintah sebagai pilihan terakhir untuk menyelamatkan APBN-P 2008 bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri tapi merupakan bagian rencana jangka panjang untuk menghapus subsidi.

Oleh:
Bacaan 2 Menit
KAU Tolak Kenaikan Harga BBM dan Hapuskan Utang
Hukumonline

Rencana tersebut dapat dilihat dari RPJM 2004-2009 yang merencanakan untuk menekan volume subsidi dari 6,7 persen Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2004, menjadi hanya 0,3 persen PDB pada 2009. Dani Setiawan, Ketua Koalisi Anti Utang menyatakan " penghapusan subsidi dan liberalisasi migas adalah agenda yang didesakkan oleh lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan IMF serta didukung oleh ekonom neoliberal yang menganggap subsidi adalah hambatan bagi berlakunya mekanisme pasar".

 

Selain itu naiknya harga minyak dunia juga tidak sepenuhnya berimbas negatif terhadap APBN. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan antara APBN 2008 dengan APBN-P 2008. Dalam APBN 2008, harga minyak mentah dipatok sebesar 60 dollar Amerika perbarrel. Dengan asumsi seperti itu, beban subsidi BBM berjumlah Rp45,8 triliun, sedangkan Penerimaan Minyak Bumi (PMB) berjumlah Rp84,3 triliun. Selanjutnya, dalam APBN-P 2008, harga minyak mentah dipatok sebesar 95 dollar Amerika per barrel. Dengan asumsi ini, beban subsidi BBM meningkat menjadi Rp126,8 triliun, sedangkan PMB meningkat menjadi Rp149,1 triliun. Dari angka-angka tersebut dapat dilihat kenaikan harga minyak dunia tidak hanya berimbas pada bertambahnya subsidi namun juga bertambahnya pendapatan pemerintah.

 

Disisi lain, beban pembayaran utang yang setiap tahun menyedot anggaran sekitar Rp.150 trilyun yang sesungguhnya berkontribusi menekan APBN. Beban pembayaran utang selalu lebih besar dari subsidi BBM. Dalam APBN-P 2008, jumlah subsidi BBM hanya Rp. 126,8 trilyun. Pengurangan subsidi untuk bayar utang juga dinyatakan oleh Wakil Presiden Yusuf Kalla, sekitar Rp. 15 trilyun dari penghematan subsidi digunakan untuk membayar utang luar negeri. Menanggapi hal tersebut Dani Setiawan mengatakan "pemerintah harus menegosiasikan penghapusan utang bukan menghapus subsidi, karena terbukti bahwa pembayaran utang membebani anggaran sehingga pemerintah tidak mampu mensejahterakan rakyat. Naiknya harga BBM juga berpotensi menambah jumlah rakyat miskin. Hal ini terbukti  dengan naiknya harga BBM tahun 2005 menyebabkan bertambahnya penduduk miskin yang sebelumnya 15,97% pada Februari 2005 menjadi 17,75% pada Maret 2006". (Koalisi Anti Utang)

 

Tags: