Aksi Mogok Jadi Dalih PHK
PT Angkasa Pura:

Aksi Mogok Jadi Dalih PHK

Serikat Pekerja BUMN melaporkan Angkasa Pura I ke Bareskrim Mabes Polri. Mereka tak rela hak mogok malah dijadikan alasan pemecatan dan skorsing. Padahal, aksi mogok itu sah.

Oleh:
CRR
Bacaan 2 Menit
Aksi Mogok Jadi Dalih PHK
Hukumonline

 

Apabila hak ini dilanggar maka, Pasal 186 UU Ketenagakerjaan mengancam sanksi pidana. Sanksi itu berupa kurungan paling cepat satu bulan dan paling lambat empat tahun. Ada pula denda paling sedikit Rp10 Juta, paling banyak Rp400 Juta. Masalahnya, hak melakukan aksi mogok ini malah dibalas perusahaan dengan pemecatan dan skorsing. Tanpa basa-basi, perusahaan langsung memecat Ketua SP AP I Balikpapan yang dianggap sebagai biang kerok. Selain pemecatan, ada pula skorsing. Tujuh karyawan yang sekaligus DPP dan DPC SP AP I diskors berdasarkan Surat Keputusan Direksi selama tiga bulan terhitung mulai tanggal 7 Mei 2008. 

 

Sikap perusahaan yang seperti ini dianggap Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat SP AP, Itje Juliner, sebagai bentuk intimidasi, pelanggaran hak, dan upaya pembalasan. Untuk itu, Itje bersama kuasa hukumnya Kiagus Ahmad Bella Sati, Pengacara Publik YLBHI, melaporkan lima jajaran direksi tindakan tersebut ke Bareskrim Mabes Polri (13/5).

 

Kiagus mengatakan mereka akan menggunakan Pasal 143 dan 144 Undang-undang Ketenagakerjaan. Kemudian, Pasal 28 Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Intinya, perusahaan telah dianggap mengintimidasi dan melakukan pembalasan dalam bentuk PHK dan skorsing, katanya.

 

UU Ketenagakerjaan

Pasal 143

(1) Siapapun tidak dapat menghalang-halangi pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh untuk mengguna kan hak mogok kerja yang dilakukan secara sah, tertib, dan damai.

(2) Siapapun dilarang melakukan penangkapan dan/atau penahanan terhadap pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh yang melakukan mogok kerja secara sah, tertib, dan damai sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 144

Terhadap mogok kerja yang dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140, pengusaha dilarang :

a. mengganti pekerja/buruh yang mogok kerja dengan pekerja/buruh lain dari luar perusahaan; atau

b. memberikan sanksi atau tindakan balasan dalam bentuk apapun kepada pekerja/buruh dan pengurus serikat pekerja/serikat buruh selama dan sesudah melakukan mogok kerja.

 

UU Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Pasal 28

Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk  atau tidak membentuk, menjadi pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara:

a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan  jabatan, atau melakukan mutasi;

b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;

c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;

d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

 

Padahal, ketika ditanyai langsung kepada Arif Islam yang mengalami pemecatan langsung sore hari sehabis acara mogok kerja itu, demonstrasi yang mereka lakukan legal. Kami melakukannya sesuai prosedur Pasal 140 UU 13/2003. Dalam waktu tujuh hari kami sudah melayangkan surat ke Disnakertrans dan Kepolisian untuk koordinasi. Buktinya, ini nih, ujar Arif sambil memperlihatkan kertas segi empat bertuliskan Maaf kami sedang mogok kerja yang dicap resmi.

 

Dengan mengikuti prosedur, berarti aksi mogok yang mereka lakukan akan dianggap legal. Lagipula, aksi ini berjalan damai. Seharusnya perusahaan tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa aksi kami ilegal, sehingga melakukan pemecatan dan skorsing, imbuhnya.

 

Arif mengatakan, kita tunggu saja bagaimana prosesnya dan yang terpenting sekarang adalah dukungan dari teman-teman. Dalam pengantaran laporan ke Mabes Polri itu, terlihat massa sekitar 25 orang turut datang mendampingi. Di antaranya dari Aliansi Buruh Menggugat (ABM), Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), dan Serikat Pekerja PT PLN (sesama SP BUMN-red). Mereka bersatu untuk menyatakan dukungannya dengan membacakan pernyataan sikap yang diorasikan Nining Elitos Ketua Umum KASBI.

 

Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat SP PLN Iman Kukuh Pribadi juga ikut bersuara. Pria bestelan coklat muda ini berharap laporan ini tembus dan mampu untuk menindaklanjuti perusahaan yang telah mengerdilkan hak-hak pekerja. Ini juga sebagai pintu masuk dan cerminan untuk SP lainnya, termasuk juga di PLN, tuturnya.

 

Setelah prosesi pelaporan terhadap PT Angakasa Pura I itu, hukumonline mencoba mengonfirmasi Direktur Utama Angkasa Pura, Bambang Darwoto. Ia menyatakan siap tempur karena memiliki bukti-bukti yang kuat untuk menyikapi aduan itu. Menurutnya, aksi mogok kerja itu sah-sah saja, tapi yang menjadi masalah aksi tersebut telah menyeret kepentingan publik. Aksi mogok mereka merugikan publik, keberangkatan pesawat jadi tertunda. Aktivitas jasa penerbangan jadi terhambat. Selain itu mereka berupaya menghasut karyawan lain untuk ikut-ikutan mogok, ujarnya.

 

Bambang menganggap, kesalahan yang mereka lakukan sangat fatal, sehingga wajar kalau dikenakan sanksi yang berupa pemecatan dan skorsing itu. Padahal, pihak direksi awalnya sudah berusaha untuk memenuhi hasil PKB. Sayang, ketika pihak manajemen membicarakannya ke pemilik modal, saat itu tidak disetujui. Setelah diperjuangkan pihak manajemen tahun 2007 lalu, pemilik modal setuju tahun 2008 ini gaji pegawai naik 20%. Lagipula, ia tidak keberatan dengan permintaan karyawan. Ini sudah kami diskusikan ke pihak SP AP I. Tapi, sebelum ada hasil, mereka malah bertindak seperti ini. Kalau begini caranya (lapor ke Bareskrim Mabes Polri), kami juga akan mempersiapkan diri dan melawannya secara hukum, tukas Bambang, yakin. 

 

Waduh, nampaknya keduanya mantap melanjutkan baku hantam. Konflik antara manajemen perusahaan dengan para kerah birunya memang pertentangan antarkelas yang tiada matinya. Kita tunggu saja kelanjutan kasus ini.

Aktivis perburuhan berhaluan sosialis-demokrat Rosa Luxembourg pernah berteriak kekuatan kaum buruh adalah massa. Potensi terbesarnya yakni pemogokan. Gerakan nan diam, namun melumpuhkan. Hal inilah yang nampaknya diterapkan oleh kelas pekerja di sebuah BUMN, PT Angkasa Pura demi menagih hak mereka. Dampaknya, para pemogok itu didepak oleh perusahaan.

 

Awal bulan Mei ini Serikat Pekerja PT Angkasa Pura I (SP AP I) menebar ancaman melakukan aksi mogok kerja di enam titik pelabuhan udara. Tepatnya pada 6-9 Mei lalu. Aksi mogok yang dimotori oleh Ketua SP AP I Balikpapan, Arif Islam, ini turut didukung oleh partisipan SP di Bandara Hasanuddin (Makassar), Sepinggan (Balikpapan), Frans Kaisiepo (Biak), Sam Ratulangi (Manado), Pattimura (Ambon), dan Adi Sucipto (Yogyakarta).

 

Pemicunya adalah pelanggaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak -manajemen dan SP. Hasil kesepakatan yang berlaku 1 Juni 2005-1 Juni 2008 ini pun sudah didaftarkan ke Disnakertrans DKI Jakarta. Sayang, karena pokok kesepakatan yang mencantumkan tuntutan SP AP I untuk mendongkrak kesejahteraan karyawan perusahaan jasa penerbangan itu tidak dipenuhi, maka SP AP I menganggap mereka berhak melakukan mogok kerja.

 

Hak mogok kerja ini jelas diatur dalam Pasal 137 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini merumuskan secara jelas bahwa mogok kerja sebagai hak dasar pekerja/buruh dan serikat pekerja/serikat buruh dilakukan secara sah, tertib, dan damai sebagai akibat gagalnya perundingan.

Halaman Selanjutnya:
Tags: