Gugatan Konsumen, Haruskah Sesuai Domisili?
Utama

Gugatan Konsumen, Haruskah Sesuai Domisili?

Sejumlah pemerhati perlindungan konsumen, menilai putusan Majelis PN Jaksel dalam memutus perkara konsumen rokok terlalu dangkal dan tidak memahami substansi dari perlindungan konsumen.

Oleh:
NNC
Bacaan 2 Menit
Gugatan Konsumen, Haruskah Sesuai Domisili?
Hukumonline

Ahmad mengaku enggan menyorongkan gugatan anyar ke Pengadilan Bekasi -tempat domisili Faisal. Alasannya, akan makan biaya dan waktu. "Sudah tidak ada energi lagi," tuturnya. Lagipula, mengajukan gugatan di Bekasi belum jadi jaminan. Bisa jadi, karena gugatannya memakai 1365 KUHPerdata alias perbuatan melawan hukum, ujarnya, PN Bekasi justru balik memutus harus diajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Jadi terasa diping-pong.

Maklum, menurut ketentuan hukum acara perdata dalam HIR (Het Herziene Indonesisch Reglement) Pasal 118, gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) mesti dilayangkan ke Pengadilan domisili tergugat. Sedangkan khusus perkara yang menyangkut sengketa konsumen, Undang-Undang memperbolehkan konsumen menggugat di badan peradilan di tempat kedudukan konsumen. Ini berdasarkan Pasal 23 Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8/1999).

Ahmad yakin, putusan PN Jaksel yang pertimbangannya bersifat formal prosedural itu bakal dianulir oleh Pengadilan Tinggi. Sebab, bunyi Pasal dalam UU Konsumen menggunakan kata "dapat". Rumusan itu, ujar Ahmad, sifatnya bukan imperatif, tapi merupakan sebuah alternatif untuk konsumen dalam melayangkan gugatan.

Selengkapnya Pasal itu berbunyi, "Pelaku usaha yang menolak dan/atau tidak memberi tanggapan dan/atau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4), dapat digugat melalui badan penyelesaian sengketa konsumen atau mengajukan ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen."

Disayangkan

Melalui sambungan telepon, anggota Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta Sudaryatmo mengaku sangat menyayangkan pertimbangan Majelis PN Jaksel. Menurutnya, Majelis tidak mau mengkaji lebih lanjut spirit dalam UU Perlindungan Konsumen. Semangat UU Konsumen, tuturnya, bukan untuk merepotkan konsumen, melainkan justru untuk memudahkan konsumen dalam menuntut ganti rugi.

"Kenapa dinamai UU Perlindungan Konsumen, bukan Consumer Law seperti di berbagai negara," tandas Sudaryatmo, "karena UU itu dibuat dalam kondisi konsumen di Indonesia yang belum terlindungi. Dibuat untuk memudahkan konsumen yang hendak menuntut ganti rugi".

David Tobing, advokat yang pernah mencetak hat-trick dalam perkara gugatan konsumen parkir sependapat dengan Sudaryatmo. Bahkan dalam pengalaman David menggugat sebagai konsumen yang merasa dirugikan, majelis tak pernah mempersoalkan yurisdiksi pengadilan.

Menurutnya, putusan Majelis PN Jaksel dalam perkara Faisal tersebut menunjukkan terlalu dangkalnya majelis memahami UU Konsumen. Setuju dengan Ahmad, David juga mengartikan Pasal 23 UU Konsumen sebagai pasal yang dibikin dengan maksud untuk meringankan konsumen. Dia mencontohkan, seorang konsumen di Surabaya tidak perlu harus ke Jakarta untuk menuntut kerugian lantaran domisi produsen ada di Jakarta. "Itu pilihan, sifatnya tidak memaksa," ujarnya.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyayangkan putusan Majelis PN Jaksel. Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, PN Jaksel tidak konsisten dalam memutus perkara konsumen. Dia mengisahkan, YLKI sebagai lembaga yang memiliki standing mewakili konsumen, pernah mengajukan gugatan atas iklan rokok yang dianggap merugikan masyarakat. Meski gugatan ditolak, domisili konsumen tak pernah dipersoalkan.

Mahkamah Agung ternyata telah mengeluarkan sebuah peraturan (Peraturan Mahkamah Agung -Perma). Perma itu tentang Tata Cara Pengajuan Keberatan terhadap Putusan BPSK (Perma Nomor 1 Tahun 2006). Perma itu memang menentukan agar keberatan terhadap putusan BPSK diajukan ke pengadilan yang wilayah hukumnya menyangkut domisili konsumen.

Misalkan konsumen di Jakarta Timur hendak keberatan dengan putusan BPSK DKI Jakarta, ia cukup melayangkan keberatan di PN Jakarta Timur. Sebaliknya, jika produsen yang keberatan dengan putusan BPSK DKI Jakarta itu, meski domisilinya di Makassar, tetap harus melayangkan keberatan di PN Jakarta Timur.

Sebagai informasi, penyelesaian lewat BPSK bisa diajukan ke BPSK yang meliputi domisili konsumen. Atau jika di daerah itu belum terbentuk BPSK, konsumen bisa menyelesaikan di BPSK yang paling dekat dengan tempat ia berdomisili. Melihat ketentuan baik di UU Perlindungan Konsumen maupun di Perma itu, Sudaryatmo berpendapat keduanya memang dibuat untuk memanjakan konsumen.

Menyinggung Perma 1/2006, Sudaryatmo, hendak membandingkan pertimbangan PN Surabaya dan PN Selatan. Dia mengisahkan, atas pengaduan konsumen yang berdomisili di Jakarta Selatan, sebuah hotel di Surabaya pernah dinyatakan bersalah oleh BPSK Surabaya. Hotel itu lalu mengajukan keberatan ke PN Surabaya. Merujuk pada Perma itu, beber Sudaryatmo, "Majelis tidak menerima keberatan produsen, dan menyatakan keberatan atas BPSK Surabaya harus diajukan ke Pengadilan tempat konsumen berdomisili."

Menurut Sudaryatmo, pertimbangan yang ditegaskan Majelis PN Surabaya itu sudah lebih jauh memandang substansi perlindungan konsumen. "Bahwa Konsumen adalah pihak yang harus dilindungi dan bukannya malah diping-pong oleh pengadilan," tandasnya.

Nah, kalau begitu, sebaliknya, apakah produsen boleh digulang-galing?

Faisal Amri Nasution, konsumen rokok A Mild yang gugatannya dikandaskan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, hingga Senin (26/5) kemarin, belum jadi menyatakan banding. Kepada Hukumonline, Ahmad Bay Lubis, pengacara Faisal, mengaku tetap hendak banding atas putusan Majelis Hakim PN Jaksel. "Kami sedang persiapkan memori banding, lagian belum 14 hari," ujar Ahmad di sela sidang pra peradilan Al Amin di PN Selatan, Senin (26/5). Ahmad adalah kuasa hukum Faisal Amri yang juga tergabung dalam Tim Pembela Al Amin.

Sebenarnya ada dua alternatif bagi Faisal untuk menuntut haknya: menyatakan banding atau mendaftar gugatan baru di Pengadilan Bekasi. Ini sesuai saran hakim yang mengandaskan gugatan konsumen rokok itu -gugatan dinilai salah alamat. Dalam putusannya, majelis hakim PN Jaksel yang diketuai Soeharto berpendapat, perkara tersebut tergolong sengketa konsumen. Makanya, gugatan harus dilayangkan ke pengadilan yang wilayah hukumnya mencakup domisili konsumen.

Tags: