Kerahasiaan Rekam Medis tidak Bersifat Mutlak
Berita

Kerahasiaan Rekam Medis tidak Bersifat Mutlak

Peraturan baru yang diterbitkan Menteri Kesehatan lebih rinci dan mengatur isi isi rekam medis berdasarkan jenis perawatan pasien.

Oleh:
Mys
Bacaan 2 Menit
Kerahasiaan Rekam Medis tidak Bersifat Mutlak
Hukumonline

 

Para dokter dan pengelola rumah sakit tampaknya perlu mengubah paradigma. Permenkes 1989 tadi ternyata sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku sejak 12 Maret lalu. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari sudah menerbitkan aturan baru yang lebih fleksibel, yakni Permenkes No. 269/Menkes/Per/III/2008. Beleid baru ini merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 47 ayat (3) Undang-Undang Praktek Kedokteran.

 

Permenkes 2008 tak lagi memuat rumusan norma yang bisa ditafsirkan rekam medis bersifat rahasia selamanya. Namun, pihak rumah sakit wajib menyediakan fasilitas yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan rekam medis. Lalu, yang wajib membuat rekam medis adalah dokter atau dokter gigi. Karena itulah maka dokter, dokter gigi atau tenaga kesehatan tetap tidak bisa mengelak dari tanggung jawab atas catatan atau coret-coretan di atas berkas rekam medis.

 

Dibanding aturan 1989, Permenkes 2008 memuat rumusan yang lebih detail, terutama mengenai isi rekam medis. Aturan baru menjabarkan apa saja isi rekam medis yang harus dibuat dokter dan sangat tergantung pada jenis pasiennya, apakah pasien rawat jalan, rawat inap dan perawatan satu hari, pasien gawat darurat, atau pasien dalam keadaan bencana.

 

Batas waktu penyimpanan rekam medis selama lima tahun pun dijabarkan lebih tegas. Setelah batas waktu lima tahun terlampaui, maka rekam medis dapat dimusnahkan. Kecuali ringkasan pulang dan persetujuan tindakan medik. Dokumen yang disebut terakhir wajib disimpan minimal 10 tahun terhitung sejak tanggal dibuatnya ringkasan tersebut.

 

Dapat dibuka dan dipakai

Meskipun tetap ada kewajiban bagi dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan rumah sakit untuk menjaga kerahasiaan rekam medis, kewajiban tersebut ada batasnya. Yang wajib dijaga kerahasiaannya adalah informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat pengobatan.

 

Seperti dikatakan Virza, informasi-informasi tersebut bisa dibuka atas permintaan pasien sendiri, atau demi kepentingan kesehatan pasien. Permenkes 2008 juga membenarkan alasan demikian. Selain itu, informasi tadi bisa dibuka atas permintaan aparat penegakan hukum asalkan mendapatkan perintah dari pengadilan. Bisa juga karena permintaan instansi/lembaga lain, dan untuk kepentingan penelitian, pendidikan atau audit medis.

 

Kalau pasien berhak meminta informasi tersebut, lalu siapa pemilik rekam medis? Mengenai hal ini, Permenkes 2008 tak berbeda dengan Permenkes 1989. Berkas rekam medis adalah milik sarana pelayanan kesehatan, sedangkan yang menjadi milik pasien hanya isi rekam medis. Isi rekam medis dimaksud pun hanya dalam bentuk ringkasan. Ringkasan tadi, sesuai pasal 12 ayat (4) Permenkes 2008, bisa diberikan, dicatat, atau dibuatkan salinannya oleh pasien atau orang yang diberi kuasa olehnya.

 

Menurut Permenkes 2008, pemanfaatan rekam medis dapat dipakai untuk lima tujuan. Pertama, pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien. Kedua, alat bukti dalam proses penegakan hukum, disiplin atau etika kedokteran. Ketiga, keperluan pendidikan dan penelitian. Keempat, dasar pembayar biaya pelayanan kesehatan. Kelima, untuk keperluan data statistik kesehatan.

 

Virza Roy Hizzal masih memendam kecewa. Saat dihubungi via telepon Jum'at (30/5) pagi, advokat dari Virza, Ramadhan Lubis & Partners itu tidak habis pikir bagaimana mungkin permintaan kleinnya tidak dikabulkan hakim PN Jakarta Timur. Dokter Salman, klien yang dimaksud Virza, meminta rekam medis dari Rumah Sakit Omni Medical Center. Di tempat inilah Salman selama ini berobat. Pihak rumah sakit enggan memenuhi permintaan itu, sehingga Salman memutuskan menggugat ke PN Jakarta Timur.

 

Eh, dalam sidang awal di PN Jakarta Timur, untuk sementara hakim masih menolak mengabulkan permintaan tersebut. Padahal, rekam medis kan hak klien saya. Itu kan keterangan tentang penyakitnya dia. Masa pasien tak berhak meminta catatan medis atas namanya sendiri, ujarnya.

 

Sebenarnya, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, rekam medis memang dapat dibawa ke meja hijau, sebagai alat bukti dalam proses penegakan hukum. Yang menjadi masalah bisa jadi adalah siapa pemilik rekam medis tersebut. Pasien dan pengacaranya cenderung berpendapat bahwa mereka berhak mendapatkan rekam medis tersebut.

 

Rekam medis itu sejatinya bersifat rahasia. Prinsip itu pula yang dianut pengelola rumah sakit selama ini, sehingga mereka cenderung menolak permintaan atas rekaman medis. Sikap demikian bisa jadi dipengaruhi Peraturan Menteri Kesehatan No. 749A/Menkes/Per/XII/1989 Tahun 1989 tentang Rekam Medik/Medical Records. Pasal 11 Permenkes 1989 ini menegaskan begini: Rekam medik merupakan berkas yang wajib dijaga kerahasiaannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags: