Gara-gara Rp50 Ribu, Karyawan Dipecat
Berita

Gara-gara Rp50 Ribu, Karyawan Dipecat

Perusahaan berdalih uang Rp50 ribu yang diterima karyawan didapat dari tindakan memanipulasi tandatangan pimpinan perusahaan.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit
Gara-gara Rp50 Ribu, Karyawan Dipecat
Hukumonline

 

Benny tidak terima atas perlakuan perusahaan. Saat proses bipartit, berbagai upaya ia lakukan agar manajemen percaya bahwa ia tidak melakukan tindakan seperti yang dituduhkan. Namun manajemen bergeming. Keputusan sudah bulat. Benny harus dikeluarkan dan hanya  mendapat kompensasi ala kadarnya.

 

Gagal di tingkat bipartit, perundingan berlanjut ke tahap mediasi. Disnakertrans DKI Jakarta sebagai mediator menganjurkan agar hubungan kerja Benny putus, dan HMA membayar kompensasi berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (UPMK), uang penggantian perumahan dan pengobatan serta perawatan. Selain itu tunjangan hari raya dan upah selama proses (dua bulan). Total kompensasi yang dianjurkan Disnakertrans adalah Rp57,7 juta.

 

Atas anjuran itu, sebenarnya Benny cukup bisa menerima. Sayang, pertemuan tripartit tersebut kembali gagal lantaran pihak HMA yang keberatan dengan anjuran mediator. Perselisihan akhirnya bergulir ke PHI Jakarta. Di PHI, Benny memberi kuasa kepada Lembaga Bantuan Hukum Pers (LBH Pers) untuk menggugat HMA.

 

Sholeh Ali, salah seorang kuasa hukum Benny kepada hukumonline menuturkan, dalam perkara ini, kliennya telah dizolimi oleh HMA. Bagaimana tidak, kliennya dipecat atas perbuatan yang tidak pernah dilakukannya.

 

Lebih jauh Ali –demikian Sholeh Ali disapa– juga menyayangkan sikap perusahaan yang masih mengakomodir ketentuan Pasal 158 UU Ketenagakerjaan (UU No. 13/2003) sebagai dasar untuk memecat. Pasal 158 itu kan sudah dibatalkan MK. Kalau perusahaan mau memutus hubungan kerja, ya silakan buktikan dulu pelanggaran pidananya berdasarkan putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap, terangnya usai sidang perdana perkara tersebut di PHI Jakarta, Kamis (19/6).

 

Dalam sidang itu, majelis hakim yang diketuai Sir Johan memutuskan untuk menunda persidangan hingga sepekan mendatang (26/6). Hal ini lantaran HMA maupun kuasa hukumnya tidak hadir ke persidangan.

 

Kesalahan Berat

Dihubungi terpisah, Bambang Aji, Direktur Produksi HMA yang juga Pimpinan Redaksi Majalah Trust menandaskan tindakan pemecatan yang dilakukan perusahaan bukannya tanpa dasar. Aji merujuk pada peraturan perusahaan. Di perusahaan, kalau ada yang melakukan pemalsuan tanda tangan itu, sanksinya adalah langsung dikeluarkan, jelas wartawan senior ini.

 

HMA menyadari tindakan pemalsuan tanda tangan juga masuk dalam rumusan tindak pidana. Oleh karenanya, lanjut Aji, perusahaan telah melaporkan Benny ke Kepolisian. Sekarang kami sedang menunggu hasil forensik Kepolisian soal pemalsuan tanda tangan itu, tukasnya.

 

Jika menengok rumusan asli eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan, dapat diketahui bahwa pekerja baru dapat diputuskan hubungan kerjanya jika didukung beberapa bukti. Yakni: buruh tertangkap tangan melakukan kesalahan berat, ada pengakuan dari pekerja bersangkutan dan bukti lain berupa laporan yang dibuat perusahaan serta didukung keterangan minimal dua orang saksi.

 

Dalam konteks perkara ini, praktis perusahaan hanya bisa menyodorkan bukti pendukung berupa laporan perusahaan yang didukung keterangan bagian keuangan dan Direktur Usaha HMA. Benny, kata Bambang, tidak tertangkap tangan ataupun mengaku melakukan kesalahan berat.

 

Kalaupun benar Benny memalsukan tanda tangan untuk menilep uang perusahaan, pertanyaan logis yang muncul adalah Mengapa hanya Rp50 ribu? Mengenai hal ini, Bambang sendiri mengakui itu memang tidak masuk akal. Secara logika memang betul. Nggak masuk di akal, ungkapnya.

 

Meski begitu, yang membikin perusahaan makin bulat untuk mengeluarkan Benny adalah dukungan sikap dari serikat pekerja. Ini bukan hanya keputusan sepihak perusahaan, tapi juga diperoleh dari masukan dewan karyawan, cetusnya.

 

PHK karena alasan kesalahan berat tampaknya memang menjadi momok tersendiri bagi para buruh. Apalagi kalau perusahaan menambah daftar kesalahan berat selain yang sudah diatur dalam eks Pasal 158 UU Ketenagakerjaan. Padahal, Widodo Suryandono, pengajar Hukum Perburuhan Universitas Indonesia pernah mengungkapkan, sejatinya peraturan perusahaan, perjanjian kerja atau PKB (Perjanjian Kerja Bersama) tidak boleh menambah norma selain yang sudah diatur undang-undang sehingga bisa merugikan buruh.

 

Lagi-lagi ada saja cara perusahaan untuk memecat pekerjanya. Kali ini menimpa Benny Hendris, seorang sales group head di PT Hikmat Makna Aksara (HMA) -penerbit majalah ekonomi dan bisnis Trust. Hanya karena uang sebesar Rp50 ribu, Benny dipaksa melepas pekerjaan yang sudah dijalaninya sejak 2002. Kini Benny dan HMA sedang berselisih di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta.

 

Nasib sial yang menimpa Benny berawal pada bulan Mei 2007. Kala itu, Benny berencana menemui klien perusahaannya. Untuk keperluan itu, ia berniat meminta uang kepada perusahaan dengan sistem advance cash alias diberikan secara tunai sebelum pekerjaan dilakukan. Besar uang yang diminta pun tak terlalu besar. Hanya goban atau Rp50 ribu saja. Permintaan itu ditujukan kepada bagian keuangan perusahaan.

 

Belakangan (Juni 2007), perusahaan mempermasalahkan permintaan advance cash yang dilakukan Benny. Perusahaan menilai Benny melakukan kesalahan berat karena memalsukan tanda tangan Laurentius Pramono, Direktur Usaha HMA di dalam kwitansi advance cash itu. Atas kesalahan itu, manajemen langsung mengeluarkan surat keputusan pemecatan Benny.

Halaman Selanjutnya:
Tags: