Pengurus DPP KAI, Dari Anggota DPR Hingga ex-Kapolri
Berita

Pengurus DPP KAI, Dari Anggota DPR Hingga ex-Kapolri

Sejumlah nama besar masuk dalam susunan kepengurusan KAI. Mas Achmad Santosa yang masuk dalam jajaran Dewan Kehormatan mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah dihubungi oleh pihak KAI untuk menjadi pengurus.

Oleh:
Rzk
Bacaan 2 Menit
Pengurus DPP KAI, Dari Anggota DPR Hingga ex-Kapolri
Hukumonline

 

Etalase nama-nama beken berlanjut ke susunan Board of Trustee DPP KAI. Di pos ini bercokol sejumlah advokat senior seperti Teguh Samudera, Hotma Sitompul, M. Assegaf, OC. Kaligis, Amir Syamsuddin, dan Amin Aryoso. Di jajaran Dewan Penasehat yang diketuai Mudjono, tercantum nama mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Ali Mazi yang pernah tersangkut kasus korupsi perpanjangan HGB Gelora Bung Karno Senayan.

 

Dewan Kehormatan diketuai oleh sesepuh Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin) Sudjono. Di dalamnya juga tercantum nama-nama Ronggur Hutagalung, Frans Hendra Winata, Mas Achmad Santosa, Mahendradatta, dan advokat non-aktif yang kini duduk di Komisi III DPR Patrialis Akbar.

 

Mendampingi Indra, formasi Wakil Presiden antara lain diisi oleh Jimmy Budi Haryanto, Taufik CH, Todung Mulya Lubis, Ahmad Yani, Tommy Sihotang, dan lagi-lagi Anggota Komisi III Mayasyak Djohan serta Azis Syamsuddin. Keduanya bahkan kini tercatat sebagai Wakil Ketua Komisi III.

 

Dari segi jumlah, kepengurusan DPP KAI terbilang gemuk. Setidaknya jika dibandingkan dengan kepengurusan Peradi. Tidak hanya jumlah, bidang-bidang dalam kepengurusan juga cukup banyak dan beragam. Struktur DPP KAI, misalnya, terdapat bidang hubungan antar lembaga peradilan, hubungan antar lembaga hukum non-peradilan, hubungan kerja sama antar lembaga internasional, hubungan kerja sama BAR internasional, dan pembelaan profesi advokat.

 

Program prioritas

Kepada hukumonline (19/7), Sekjen KAI Roberto Hutagalung menjelaskan kepengurusan DPP KAI sengaja dirancang gemuk dengan maksud untuk mengakomodir semua potensi advokat. Potensi yang ada jangan sampai disia-siakan, tukasnya. Formasi seperti ini, diyakini Roberto tidak akan mempersulit jalannya organisasi, khususnya terkait koordinasi antara satu bidang dengan bidang yang lain.

 

Mekanisme kerjanya sudah jelas kok, tambahnya. Sebagai landasan kinerja organisasi, Roberto mengatakan KAI sudah menyiapkan anggaran dasar dan rumah tangga (AD/ART). Di dalamnya diatur secara tegas dan rinci fungsi dan tugas masing-masing bidang ataupun departemen.

 

Dengan mekanisme kerja yang jelas, Roberto berharap DPP KAI dapat menjalankan program prioritas mereka, yakni mencetak advokat yang berkualitas. Untuk menuju ke sana, KAI pada 16 Agustus 2008 akan menggelar ujian advokat pertama. Setelah ujian, fase selanjutnya adalah pendidikan dan latihan khusus profesi advokat. Berbeda dengan sistem rekrutmen yang diterapkan Peradi, yakni pendidikan lalu ujian.

 

Sistem ini lebih ada kepastian bagi calon advokat, jadi mereka yang mengikuti pendidikan sudah pasti menjadi advokat sehingga tidak buang-buang biaya, kata Roberto. Sementara program magang akan disinergikan dengan pendidikan.

 

Klarifikasi

Terkait adanya sejumlah nama beken dalam kepengurusan DPP, Roberto menegaskan bahwa nama-nama itu dicantumkan setelah mendapat konfirmasi dari yang bersangkutan. Sejauh ini, nama-nama itu atas sepengetahuan orang yang bersangkutan, ujarnya.

 

Sayang, klaim Roberto bertolak-belakang dengan pernyataan salah satu pihak yang namanya digunakan. Mas Achmad Santosa –akrab disapa Ota- yang disebut sebagai anggota Dewan Kehormatan membantah keterlibatan dirinya dalam kepengurusan DPP KAI. Melalui short message services (SMS), penggiat pembaruan hukum ini mengklarifikasi bahwa dirinya tidak pernah dihubungi oleh pihak KAI untuk menjadi pengurus.

 

Saya bukan advokat, jadi tidak tepat saya berada dalam struktur pengurus, jelasnya. Ota menegaskan bahwa dirinya hanya ingin mendorong pembaruan di lembaga-lembaga penegak hukum, termasuk advokat. Untuk itu, Ota lebih memilih posisi netral daripada duduk dalam kepengurusan.

 

Sebagai catatan, klarifikasi yang sama juga pernah disuarakan Mardjono Reksodiputro dan Laica Marzuki. Keduanya protes karena nama mereka disebut duduk dalam Dewan Kehormatan Adhoc yang akan menangani proses banding atas Todung Mulya Lubis. Padahal, mereka mengaku tidak pernah menyatakan kesediaan.  

Pintu islah semakin sempit terbuka. Secercah harapan pasca-bertemu RI-1 pada 4 Juni silam sepertinya meredup seiring dengan pasifnya sikap kedua kubu, Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) dan Kongres Advokat Indonesia (KAI). Menteri Hukum dan HAM yang didaulat oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai fasilitator, belum sedikitpun menampakkan rencana islah.

 

Jumat malam (18/7), KAI semakin menegaskan sikapnya enggan berdamai dengan saudara tuanya. Malam itu di Hotel Sahid Jakarta, KAI melangsungkan acara pelantikan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Dibawah kepemimpinan sang Presiden Indra Sahnun Lubis, Kepengurusan DPP KAI akan berjalan selama lima tahun, 2008-2013.

 

Sebagaimana diketahui, KAI resmi dibentuk 30 Mei 2008, ketika itu Indra bersama Roberto Hutagalung didaulat sebagai Presiden dan Sekretaris Jenderal (Sekjen). Sementara, advokat senior Adnan Buyung Nasution diangkat sebagai Honorary Chairman.

 

Susunan pengurus DPP KAI secara lengkap dibacakan oleh Roberto. Dimulai dengan susunan personalia Komisi Pengawas Advokat yang total berjumlah 32 orang. Di dalamnya tersebut sejumlah nama-nama tokoh hukum maupun non-hukum yang tidak asing  lagi di telinga publik. Sebut saja mantan Menteri Kehakiman yang sekarang menjabat Gubernur Lemhanas Muladi. Selain itu, ada juga mantan Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh, mantan Hakim Agung Benyamin Mangkudilaga, Anggota Komisi III DPR Benny K. Harman, Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, dan bahkan mantan Kapolri Da'i Bachtiar.

Tags: