Kekhususan DKI Jakarta Konstitusional
Putusan MK

Kekhususan DKI Jakarta Konstitusional

Permohonan Biem Benyamin ditolak MK. Alasannya, karena sifat kekhususan DKI Jakarta memang dijamin dalam UUD 1945.

Oleh:
Ali
Bacaan 2 Menit
Kekhususan DKI Jakarta Konstitusional
Hukumonline

 

Mahfud menjelaskan tafsir mahkamah terhadap kedua pasal itu, Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18B ayat (1). Ia mengatakan kedua pasal tersebut sebagai norma konstitusi mempunyai kedudukan yang setara dan mempunyai kekuatan mengikat mandiri secara sama. Sehingga tidak relevan untuk mempertentangkan diletakkannya otonomi DKI Jakarta (berdasarkan kekhususannya) hanya pada tingkat provinsi, dengan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945, jelasnya.  

 

Tafsir MK ini mendapat kritikan dari pihak pemohon. Staf Ahli Biem di bidang politik, Daud Poli Raja menilai cara penafsiran yang dikemukakan Mahfud sama saja dengan menyatakan pasal-pasal dalam UUD 1945 tidak komprehensif. Ia mengatakan ini akan menyulitkan warga negara. Bagaimana kita bisa menafsirkan UUD kalau pasal-pasalnya bisa berdiri sendiri, ujarnya.

 

Hanya Sebuah Kota

Selain mempertimbangkan norma-norma konstitusi, mahkamah juga mempertimbangkan perspektif historis. Dalam sidang sebelumnya, para ahli dari pemerintah mengungkapkan bahwa secara historis pada dasarnya DKI Jakarta hanya sebuah kota bukan provinsi. Karena sifat kekhususannya, maka DKI Jakarta pun dinaikkan tingkatannya sebagai provinsi.

 

Mahkamah mengambil pendapat tersebut sebagai dasar pertimbangannya. Hanya saja karena kekhususan dan kedudukannya sebagai ibukota negara, dan dalam hubungannya dengan Pemerintah Pusat, maka dipandang perlu untuk memberikan status atau kedudukan kepala daerah dan daerahnya setingkat provinsi yang dipimpin oleh Gubernur, jelas Mahfud.

 

Selain itu, Mahfud menegaskan tak ada perlakuan diskriminatif dalam peraturan tersebut sebagaimana didalilkan pemohon terkait hak dipilih dan hak memilih. Tidak adanya hak pemohon untuk dipilih sebagai walikota di DKI Jakarta, dan tidak adanya hak warga Jakarta untuk memilih anggota DPRD Kota/Kabupaten di DKI Jakarta, tidak dapat dianggap sebagai diskriminasi, karena hal tersebut berlaku sama untuk semua warga negara tanpa pengecualian atau pembedaan, jelas Mahfud.    

 

Raut wajah Biem memang masih menyimpulkan kekecewaan. Bukan karena gagal maju sebagai walikota, melainkan untuk menegakkan demokrasi dan konstitusi di tanah kelahirannya terhambat. Namun, sikap legowo Biem patut diacungi jempol. Kalau memang putusan seperti ini ya kita harus hargai, pungkas putra budayawan Betawi almarhum Benyamin Sueb ini.

Niat Biem Benyamin menjadi Walikota di wilayah DKI Jakarta kandas sudah. Usahanya mengajukan permohonan pengujian UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda) dan UU No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia (UU DKI Jakarta) ditolak. Menyatakan permohonan pemohon ditolak untuk seluruhnya, ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Jimly Asshiddiqie saat membaca amar putusan, Selasa (5/7).

 

Dalam permohonannya, Biem mempersoalkan kedua UU itu sekaligus karena memberi kekhususan yang justru dianggap merugikan DKI Jakarta. Kedua UU menyatakan otonomi daerah di DKI Jakarta hanya sebatas pada tingkat provinsi. Implikasnya, di DKI Jakarta tak ada DPRD Kabupaten/Kota dan pemilihan walikota atau bupati secara langsung sebagaimana terjadi di daerah lain.

 

Biem mendalilkan bahwa setiap daerah di Indonesia harus mempunyai pemerintahan daerah di tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota. Artinya, di setiap kabupaten/kota, seharusnya mempunyai DPRD Kabupaten/Kota sebagai lembaga legislatif sebagaimana layaknya suatu pemerintahan. Ia pun mengutip Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur mengenai pemerintahan daerah.

 

Pasal 18 ayat (1) UUD'45 menyebutkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.

 

Namun, pendapat mahkamah dalam putusannya berbeda dengan Biem. Hakim Konstitusi Mahfud MD mengatakan pemberian otonomi daerah kepada DKI Jakarta yang hanya sebatas pada tingkat provinsi itu tak bertentangan dengan UUD 1945. Mahkamah menggunakan Pasal lain dalam UUD 1945 untuk memperkuat argumennya.

 

Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 berbunyi, Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Tags: